TRIBUNNEWS.COM – Senjata bantuan AS ke Ukraina telah tiba di depot senjata di Jerman dan Polandia.
Sumber CNN mengatakan pengiriman senjata ke Kiev tinggal selangkah lagi untuk disetujui Senat AS.
Dengan lokasi di dua negara tetangga Ukraina, sumber CNN menjelaskan, pengiriman ke Ukraina tidak akan memakan waktu lama.
Ia juga mengungkapkan, senjata yang diprioritaskan pertama adalah artileri.
Saat ini, tentara Ukraina sangat membutuhkan sistem artileri di garis depan, karena mereka sangat kekurangan.
Namun masalahnya adalah mengirimkannya ke garis depan. Mengirim logistik ke medan perang yang saat ini dikuasai Rusia merupakan masalah tersendiri, sumber itu mengakui.
Sebab, peralatan yang akan dipindahkan dalam jumlah besar, jelasnya.
Sumber tersebut juga mengakui bahwa perang tersebut sangat tidak seimbang, dengan jumlah Rusia yang melebihi Ukraina sebanyak 10 orang.
“Keunggulan Rusia tidak akan hilang begitu saja,” katanya.
Sebelumnya, seperti dilansir AFP, Presiden AS Joe Biden bergerak “cepat” atau cepat setelah parlemen negaranya menyetujui bantuan militer ke Ukraina.
Biden menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Senin (22/4/2024) dan mengatakan “paket bantuan keamanan” akan segera tiba di Ukraina.
Senjata-senjata ini sangat penting untuk melindungi negara dari invasi Rusia.
Jumlah tersebut cukup signifikan untuk memenuhi kebutuhan medan perang dan melindungi pertahanan udara Ukraina yang hampir mati.
Seperti diketahui, Parlemen AS akhirnya menyetujui paket bantuan militer ke Ukraina sebesar 61 miliar dolar AS atau sekitar Rp 973 triliun. Kendaraan militer Ukraina menembakkan rudal ke Rusia (Radio Free Europe) memperpanjang perang
Sementara itu, Rusia sedang mempertimbangkan bantuan besar-besaran ke Amerika Serikat untuk menunjukkan niatnya melakukan perang hibrida dengan Rusia.
Peperangan hibrida adalah kombinasi senjata elektronik dan senjata konvensional/nonkonvensional untuk mengeksploitasi kerentanan musuh melalui unit lain.
“Jelas bahwa Amerika Serikat ingin Ukraina melakukan perlawanan sampai akhir, termasuk serangan terhadap wilayah kedaulatan Rusia dan warga sipil,” kata Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia.
Rusia juga menuduh bantuan ini akan semakin memperpanjang perang.