Ramai Kasus Depresi Calon Dokter Spesialis, Profesor Tjandra Beri Lima Rekomendasi Tindak Lanjut

Laporan reporter Tribunnews.com Ayesha Noorsiamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan RI (Kminx RI) merilis data hasil survei skrining kesehatan jiwa mahasiswa peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Rumah Sakit Vertikal hingga Maret 2024.

Sebanyak 12.121 mahasiswa PPDS menjawab soal di 28 RS vertikal pada 21, 22, dan 24 Maret 2024.

Hasil: 2.716 (22,4%) PPDS mengalami gejala depresi, 1.977 (16,3%) depresi ringan, 486 (4%) depresi sedang, 178 (1,5%) depresi sedang-berat, dan 75 (0,6)%) depresi berat. .

Lalu tindakan apa yang harus diambil atas hasil ini?

Profesor Tejendra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), menawarkan lima inisiatif yang perlu dilakukan Kementerian Kesehatan.

Pertama, diagnosis spesifik ditegakkan berdasarkan hasil skrining melalui kuesioner berdasarkan 9 soal pilihan ganda, tanpa wawancara.

“Diagnosis pasti tentu saja berdasarkan tes yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog, bukan hanya kuesioner yang berisi 9 pertanyaan,” kata Profesor Tajandra.

Kedua, screening yang sama juga dilakukan terhadap peserta dari universitas profesi lain.

Supaya tahu bagaimana depresi mempengaruhi berbagai partisipasi dan pendidikan di Indonesia.

Sebenarnya ada baiknya untuk menyaring masyarakat umum sehingga kita dapat mengetahui seberapa besar depresi yang ada di masyarakat berdasarkan kuesioner 9 pertanyaan ini.

Ketiga, yang dilakukan adalah screening deskriptif.

“Dan untuk itu diperlukan analisis kualitatif untuk memahami secara jelas latar belakang, penyebab, faktor yang mempengaruhi, dan lain-lain,” tegas Prof Tajandra.

Berdasarkan hasil analisis kualitatif, penyebab dan program dapat diidentifikasi dengan tepat.

Keempat, berdasarkan diagnosis spesifik, PPDS adalah mereka yang mengalami depresi. Terutama sedang dan berat.

Jadi harus ditangani secara psikologis dan kalau bisa dengan obat-obatan.

Kelima, pemerintah harus membantu penyediaan sarana dan prasarana.

“Sehingga pendidikan dokter spesialis dapat berjalan dengan baik karena bangsa membutuhkan dokter spesialis untuk pelayanan kesehatan kita,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *