Netanyahu Minta Mesir Gabung Israel untuk Kelola Jalur Bantuan di Rafah

TRIBUNNEWS.COM – Israel melalui Dinas Keamanan Dalam Negeri Israel (Shin Bet) meminta Mesir bekerja sama dalam pengelolaan penyeberangan Rafah untuk bantuan kepada warga Palestina di Jalur Gaza.

Rafah merupakan wilayah perbatasan antara Mesir dan Jalur Gaza yang dibatasi oleh Tembok Pemisah yang merupakan salah satu perlintasan yang ditutup sejak 6 Mei 2024 akibat serangan Israel di Rafah.

Rafah juga menjadi rumah bagi lebih dari 1,5 juta warga Palestina yang melarikan diri dari pemboman Israel di berbagai wilayah Jalur Gaza.

Pada Rabu (15/5/2024), pejabat Shin Bet mengumumkan rencana kerja sama dengan Mesir di penyeberangan Rafah saat berkunjung ke Kairo, Mesir.

Namun, dua pejabat keamanan Mesir mengatakan Mesir menolak tawaran Israel.

Setelah ditolak, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuduh Mesir menghalangi jalan warga Palestina yang berusaha melarikan diri dari Jalur Gaza melalui Rafah ke Mesir.

Netanyahu mengatakan pada Rabu (15/5/2024): “Kami telah meminta Mesir untuk membuka gerbang Rafah bagi warga Gaza yang ingin melarikan diri dari perang.”

“Saya berharap Mesir mempertimbangkan apa yang saya katakan hari ini,” ujarnya seperti dikutip AP.

Sebelumnya, Netanyahu mengaku Israel mendukung aliran bantuan kemanusiaan ke Palestina di Jalur Gaza.

“Kami ingin melihatnya (gerbang Rafah) terbuka,” kata Netanyahu kepada CNBC, Rabu (15/5/2024).

Dalam wawancara tersebut, ia berharap Mesir menyetujui usulan Israel.

Saya berharap kita bisa mencapai kesepakatan dengan Mesir, katanya.

Diakuinya, isu penutupan penyeberangan itu bukan kesalahan Israel, melainkan kesalahan Mesir yang menutupnya saat Israel melancarkan serangan darat ke Rafah.

“Jika masalah ini ada di tangan Israel, gerbangnya pasti sudah dibuka kemarin.”

“Masalahnya bukan masalah kami. Kami tidak menghalangi pintu Refah.”

Mesir menolak bekerja sama dengan Israel di Rafah karena khawatir kendali Israel akan menjadi bagian dari rencana Netanyahu untuk melancarkan serangan darat besar-besaran di Rafah.

Kemarin, Rabu (15/5/2024), Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shukri mengumumkan bahwa Israel memutarbalikkan fakta dan menghindari tanggung jawab atas krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. Jumlah Korban

Israel melanjutkan serangannya di Jalur Gaza, pada Sabtu (7/10/2023) hingga Kamis (16/5/2024) jumlah warga Palestina yang tewas bertambah 35 ribu 233 orang tewas dan 79 ribu 141 orang luka-luka. Menurut berita Anadolu, itu terjadi di Israel.

Sebelumnya hari ini, Israel mulai melakukan pengeboman di Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, pada Sabtu (7/10/2023) melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk menghadapi pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa.

Israel memperkirakan setelah menukar 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023, sekitar 136 sandera masih ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza.

Sementara menurut laporan The Guardian pada Desember 2023, lebih dari 8.000 warga Palestina masih berada di penjara Israel.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lainnya terkait konflik Palestina-Israel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *