IDI Dorong Pemberian Insentif Peserta PPDS untuk Turunkan Angka Depresi Calon Dokter Spesialis 

Laporan Jurnalis Tribunnews.com Aysia Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menanggapi laporan 3,3 persen atau 399 peserta pelatihan spesialis di RS Vertikal menderita depresi bahkan berpikir lebih baik mengakhiri hidup.

Sebagai informasi: Laporan ini berdasarkan data Survei Pemeriksaan Kesehatan Jiwa yang dilakukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) terhadap mahasiswa yang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Rumah Sakit (PPDS) secara vertikal mulai Maret 2024.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. Adib Khumaidi menekankan perlunya pemberian insentif kepada peserta PPDS.

Adib menyoroti perlunya dukungan intensif bagi calon dokter selama pelatihan klinis mereka di layanan medis.

“Warga PPDS juga memberikan pelayanan, harusnya diberikan hak insentif. Karena mereka memberikan pelayanan,” kata Adib saat jumpa pers virtual IDI, Jumat (19 April 2024).

Peserta PPDS benar-benar menyelesaikan tugas dan petunjuk pembelajaran ilmiah.

Namun PPDS juga mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada pasien.

“Dia adalah tenaga medis di fasilitas pelayanan (Rumah Sakit Vertikal) yang memberikan pelayanan. Penting sekali bagi warga PPDS untuk mendapatkan insentif,” tambah Adib.

Selain itu, sebagian siswa PPDS sudah memiliki keluarga.

Anda juga memiliki tanggung jawab terhadap keluarga.

“Makanya kami mendorong dukungan finansial, insentif, dan lain-lain.

Tidak tercakup dalam beasiswa pendidikan. “Selain proses pendidikan, dapat menimbulkan kecemasan, depresi dan sejenisnya,” jelas Adib.

Jika faktor pemicunya bisa diatasi, ia yakin hal itu bisa mendukung upaya menurunkan angka depresi di kalangan calon dokter.

Mengenai kursus intensif ini, Adib menjelaskan, hal itu diatur dalam Undang-Undang Pendidikan Kedokteran tahun 2013.

Pasal 31 menjelaskan peserta PPDS mendapat perlindungan hukum, insentif, dan waktu istirahat.

Namun, belum semua ketentuan tersebut diterapkan dalam praktik.

Sementara itu, Adib mengatakan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan tidak merinci kepentingan siswa PPDS dalam hal insentif.

“Saya kira perlu mendorong pemerintah pusat, Kementerian Kesehatan, yang nantinya akan memberikan insentif melalui peraturan negara,” imbaunya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *