Dokter Paru Indonesia Gelar Pertemuan, Bahas Pencegahan Penyakit hingga Persiapan Obat di Masa Depan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekitar 1.200 dokter spesialis paru di Indonesia menghadiri Konferensi Pulmonologi dan Kedokteran Pernapasan (PIPKRA) ke-21 yang digelar di sebuah hotel di Jakarta Pusat.

Pertemuan ribuan dokter paru ini mengangkat topik masa depan pulmonologi di Indonesia.

Topik yang dibahas dalam pertemuan ini antara lain pencegahan penyakit paru-paru dan penyiapan obat masa depan.

“Kami melihat apa yang sudah dilakukan, apa yang sudah dilakukan, penelitian, pelayanan, dan sebagainya. Kita bahas itu,” kata Ketua Dewan Heidi Agustin di Jakarta, Jumat (3/5/2024).

Pneumonia diketahui berakibat fatal jika tidak ditangani dengan benar.

Pasalnya, berdasarkan data yang ada, 60 persen pasien pneumonia (radang paru-paru) dirawat di unit perawatan intensif.

Saat ini, menurut Heidi, masalah kesehatan paru-paru antara lain TBC, merokok, dan polusi udara. Dampaknya adalah kanker paru-paru atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Pentingnya dewan ilmiah kedokteran paru-paru dan pernafasan juga ditekankan oleh Prof. Dr. Tyandra Yoga Aditama.

Menurutnya, masyarakat telah melalui dua periode bencana, yaitu H1N1 (flu babi) tahun 2009 dan pandemi Covid-19 tahun 2020.

“Keduanya berdampak pada paru-paru

Partai tersebut berbicara tentang kesiapsiagaan global dan politik sebelum bencana berikutnya.

Prakiraan bencana tersebut diumumkan oleh Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Prof. dr. Dr. Erlina Burkhan.

Menurut Erlina, PIPKRA ke-21 berbicara tentang imunologi, sistem kekebalan tubuh.

“Kami ingatkan kepada para dokter yang hadir, selain vaksinasi dan obat-obatan, yang penting menjaga tubuh, lebih baik mencegah daripada mengobati, dan sebelumnya kita sudah bicara tentang nutrisi untuk meningkatkan kekebalan tubuh,” ujarnya.

Erlina kemudian mengomentari informasi bencana ketiga yang tersebar di media sosial.

Menurutnya, banyak kesalahpahaman di dunia tentang ketakutan terhadap penyakit ketiga dan negara-negara yang dikendalikan WHO.

Padahal bencana yang ketiga itu persiapan. Kita belajar. Sebelum ada flu Spanyol (pandemi 1918). Di zaman modern, ada flu H1N1, lalu ada Covid-19, ujarnya.

Mengingat adanya perubahan suhu atau iklim, mikroorganisme dan bakteri atau parasit dapat beradaptasi untuk bertahan hidup.

Masyarakat juga perlu mempersiapkan diri menghadapi kehidupan. Ia memperkirakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan berusaha menyelamatkan negara-negara di dunia jika penyakit lain muncul.

Ke depan, akan ada kesetaraan akses setiap negara terhadap kesehatan, khususnya vaksin atau obat-obatan.

Ia berharap masyarakat sadar hidup sehat dan menjaga pola makan sehat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *