TRIBUNNEWS.COM – Tentara Yaman dan kelompok perlawanan Islam di Irak kembali menyerang Israel pada Jumat (9/8/2024).
Kantor berita Tasnim melaporkan bahwa serangan itu merupakan serangan terkoordinasi sebagai pembalasan terhadap Israel atas tindakan genosida di Jalur Gaza.
Serangan tersebut menyasar pelabuhan Umm Al Rashrash atau dikenal juga dengan pelabuhan Eilat.
Menurut Tasnim, serangan terhadap Yaman dan kelompok perlawanan Islam Irak dilakukan dengan menggunakan drone atau kendaraan udara tak berawak. Pesawat tersebut dilaporkan berhasil mencapai targetnya.
Sementara itu, pemimpin kelompok Ansarallah atau Houthi di Yaman bernama Abdul-Malik Al-Houthi mengatakan perang melawan Israel telah mencapai titik puncaknya.
Titik kritis ini tercapai setelah Israel membunuh ketua Politbiro Hamas Ismail Haniyeh dan komandan Hizbullah Fouad Shukr.
“Kejahatan rezim Zionis, yang membunuh pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan komandan Hizbullah Fouad Shukr, berdampak besar pada situasi di wilayah tersebut,” kata Al Houthi pada hari Kamis. Houthi akan berkoordinasi dengan poros perlawanan
Sehari sebelumnya, al-Houthi menyatakan akan membalas dendam atas serangan Israel di kota Hodeidah bulan lalu.
Dalam serangan itu, Israel menargetkan tangki bahan bakar dan empat derek besar yang digunakan untuk memindahkan kontainer.
Israel mengklaim Houthi menggunakan derek tersebut untuk mengimpor senjata dari Iran.
Serangan tersebut merupakan respons Israel terhadap serangan pesawat tak berawak Houthi di ibu kota Israel, Tel Aviv.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis, al-Houthi mengklaim bahwa serangan balik Houthi terhadap Israel “tidak dapat dihindari dan akan terjadi.”
Kelompok Houthi mengatakan mereka berkoordinasi dengan Poros Perlawanan untuk menyerang Israel.
Axis of Resistance adalah nama kelompok perlawanan yang didukung Iran. Anggota kelompok tersebut termasuk Hamas di Gaza, Houthi di Yaman, Hizbullah di Lebanon, dan kelompok militan Suriah dan Irak.
Saat ini, situasi di Timur Tengah sedang memanas, kelompok perlawanan bersumpah akan membalas serangan Israel yang menewaskan Haniyeh dan Shukr.
Namun belum diketahui kapan dan bagaimana penyerangan itu akan terjadi.
Al-Houthi mengklaim penundaan atau penundaan serangan balik oleh Iran dan proksinya “sepenuhnya taktis”.
“Keputusan untuk merespons adalah keputusan semua orang; di seluruh porosnya,” katanya. Pelabuhan Eilat di Israel bangkrut
Pelabuhan Eilat yang baru-baru ini diserang Yaman, efektif menyatakan bangkrut beberapa waktu lalu.
Eilat runtuh setelah serangan oleh kelompok Houthi dan perlawanan Irak.
Menurut Eilat, kebangkrutan tersebut disebabkan kurangnya aktivitas komersial di pelabuhan Israel.
Setelah itu, CEO Eilat, Gideon Golber, menyinggung kegagalan koalisi Barat dalam mengamankan jalur pelayaran di Laut Merah.
“Pelabuhan ini ditutup total dan tidak ada aktivitas di pelabuhan selama 8 bulan karena kegagalan koalisi negara-negara di Laut Merah,” kata Golber, menurut Counter Currents.
“Kami tidak mendapat pemasukan selama beberapa bulan terakhir, sekarang saatnya memberikan bantuan kepada negara dan memahami bahwa pelabuhan yang ditutup membutuhkan bantuan.” Aktivitas komersial di pelabuhan Eilat, Israel, menurun tajam akibat meningkatnya serangan Houthi Yaman terhadap kapal kargo di Laut Merah. (Berita Arab)
Pada bulan Maret, Golber mengatakan Eilat bertanggung jawab atas 50 hingga 55 persen kendaraan yang diimpor dari Asia Timur.
Tak hanya itu, ekspor kalium dan fosfat dari Laut Merah melalui Eilat mencapai sekitar 1,8 hingga 2 juta ton.
Golber mengatakan Eilat juga mengimpor sapi dan domba dari Australia.
Kelompok Houthi di Yaman dituduh menutup Eilat. Houthi menyerang dan menghentikan kapal-kapal di Eilat.
Kapal-kapal tersebut berlayar ke Israel melalui selat Bab Al-Mandeb, yang menguasai sekitar 10 persen pelayaran dunia.
Akibat serangan Houthi, kapal dagang tersebut memilih mengubah haluan, yakni mengitari Tanjung Harapan. Cara ini jauh lebih lama.
Kota Eilat juga terkena dampak parah akibat perang di Gaza sejak 7 Oktober 2023, karena pariwisata dan perdagangan di sana terhenti total. Selain itu, masih banyak warga di sana yang kehilangan pekerjaan.
Seorang pengacara dan jurnalis Kanada bernama Dimitris Laskaris mengunjungi Eilat pada 17 Maret.
Dia mengatakan operasi militer yang dilakukan Houthi telah membuat pelabuhan kosong, tidak ada kapal kargo yang berkunjung.
Kebangkrutan Eilat menjadi perbincangan hangat di media sosial X.
Pada bulan Desember 2023, pelabuhan tersebut akan kehilangan 85% perdagangannya karena serangan Houthi.
Pemerintahan Eilat meminta bantuan keuangan dari pemerintah Israel. Namun belum bisa dipastikan pemerintah akan membantunya karena kondisi perekonomian saat ini sedang tidak stabil.
(Berita Tribune/Februari)