Yakin Kasus Vina Cirebon Bukan Kecelakaan, Hotman Paris: Di Mata Hukum yang Diakui Visum

TRIBUNNEWS.COM – Pengacara Hotman Paris menilai kasus Vina dan Eky asal Cirebon, Jawa Barat pada 2016 adalah pembunuhan, bukan kecelakaan.

Hal itu diungkapkan keluarga Hotman Paris dan Vina serta ayah Eky, Irjen Rudiana, di Cirebon, Selasa (30/7/2024).

Saat itu, Hotman menyinggung novum atau alat bukti baru yang diajukan mantan terdakwa Vina, Saka Tatal, dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) yang tengah dilakukan di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon.

Sementara itu, tim kuasa hukum Saka Tatal menilai kasus yang melibatkan Vina dan Eky adalah kecelakaan, bukan pembunuhan.

Menanggapi pasal tersebut, Hotman dalam putusan hukumnya menyatakan bahwa itu adalah hasil otopsi atau otopsi.

Dari hasil otopsi, ia mengaku tewas tertusuk benda tumpul tanpa ada tanda-tanda kecelakaan.

“Menurut undang-undang, yang diketahui hanya pemeriksaan visum atau visum. Di sini dikatakan kematian terjadi karena benda tumpul, tulang patah dimana-mana. Itu tidak normal bagi orang yang pernah. karena kecelakaan di jalan raya,” ujarnya. Hotman dalam jumpa pers di Cirebon, Selasa, dilansir YouTube Kompas TV.

Hotman menilai bukti foto yang dibawa tim kuasa hukum Saka Tatal sebenarnya membatalkan usulan PK.

“Karena hanya bukti fotonya saja yang bisa membuktikan bahwa dia punya PK.”

“Karena bukti foto membuktikan bahwa hal itu bukan suatu kebetulan.”

“Kalau ada kecelakaan yang melukai seperti ini, tulangnya bersih, aspalnya tidak ada yang tergores dan sebagainya,” ujarnya.

Ia menegaskan, keluarga Vina dan pengacaranya tetap mendukung keputusan pengadilan yang menyatakan kasus tersebut adalah pembunuhan.

“Keluarga Vina dan kuasa hukum kami masih berusaha memutuskan apakah kejadian ini merupakan kasus penyiksaan yang berujung pada kematian seseorang, atau pembunuhan berencana dan pemerkosaan,” ujarnya.

Sementara itu, dalam sidang PK di Pengadilan Negeri Cirebon, Selasa, kuasa hukum Saka Tatal menghadirkan sembilan orang saksi.

Salah satunya Jogi Nainggolan, pengacara yang mendampingi lima narapidana kasus Vina Cirebon pada 2016.

Dalam keterangannya, Jogi menilai tindak pidana tersebut merupakan kecelakaan, bukan pembunuhan sesuai putusan pengadilan tahun 2016.

“Kalau yang dengar napi itu satu kecelakaan lalu lintas (kecelakaan di jalan raya). Itu yang dikatakan saksi polisi yang sedang melakukan olah tempat kejadian perkara (KKP),” ujarnya di persidangan.

Jogi mengaku terkejut setelah itu polisi menyatakan kasus tersebut sebagai pembunuhan dan menangkap pelakunya. 

“Saya selalu bilang, ini bukan kasus pembunuhan dan pemerkosaan. Ini murni kasus kecelakaan berdasarkan bukti-bukti polisi.”

“Jangan sampai orang lain menjadi korban permainan ini,” ujarnya.

Menurutnya, banyak hal yang salah dalam kasus Vina.

Selain itu, tersangka yang merupakan kliennya mengaku bukan anggota geng motor dan tidak mengenal Vina dan Eky.

Sedangkan pelanggan kami bukan kelompok sepeda motor di Cirebon, mereka hanya pekerja bangunan,” ujarnya.

Menurut Jogi, timnya tidak menemukan korelasi atau bukti kuat adanya perubahan dari kecelakaan menjadi pembunuhan. 

Ia mengatakan, bambu dan batu yang disebutkan sebagai barang bukti kasus pembunuhan pada kasus sebelumnya tidak ada kaitannya. 

Pasalnya, benda tersebut masih utuh dan bersih, tidak ada bekas darah korban. 

“Mau dikaitkan (dengan pembunuhan), tidak masuk akal. Jadi di mana Anda dipukul?” mengatakan 10 Novum Dari Gulir

Diberitakan sebelumnya, tim kuasa hukum Saka Tatal mengajukan 10 perkara baru dalam sidang PK.

Salah satu kuasa hukum Saka Tatal, Titin Prialianti mengatakan, novum tersebut akan dijadikan bukti baru untuk memulihkan nama baik kliennya.

“Jumlah novum yang kami terima dan serahkan pada rapat pertama PK Saka Tatal kemarin sebanyak 10,” kata Titin saat diwawancarai awak media, Kamis (25/7/2024), dikutip TribunJabar.id.

Novum pertama hingga ketiga menggambarkan kondisi korban selama berada di rumah sakit.

Rupanya, novum ini menunjukkan apakah kondisi almarhum serius, apakah ada yang menusuknya, dan apakah ada luka tusuk.

Itu semua dijelaskan pada novum pertama hingga ketiga,” kata Titin.

Novum keempat memperlihatkan penampakan baut yang tertinggal di tiang PJU Jembatan Talun, yang kemudian dikaitkan dengan novum kelima tentang mogoknya sepeda motor Eky.

Artinya masih ada dagingnya di jembatan dan rusaknya sepeda motor Eky, sesuai dengan yang terjadi di sana, jelasnya.

Novum keenam mendapat pengakuan dari Grand League. Dan novum ketujuh berupa memo Kapolri yang disampaikan dalam bentuk flash disk.

Novum kedelapan juga memuat berkas pernyataan Dedi Mulyadi yang berisi wawancara dengan pihak terkait dan diunggah ke YouTube.

Selain itu, novum kesembilan adalah pengakuan Saka Tatal yang disampaikan dalam program televisi independen.

Yang saya sampaikan, selain penganiayaan di Polres Cirebon Kota, juga terjadi di Polda Jabar, kata Titin.

Novum kesepuluh atau terakhir adalah pencoretan daftar pencarian orang (DPO) ke-2 oleh Polda Jabar.

Selain Novum ini, juga terdapat sengketa hukum terkait kesalahan hakim dalam mengenang PK, sehingga tidak bisa diabaikan begitu saja, ujarnya.

Artikel ini sebagian telah tayang di TribunJabar.id dengan judul: Daftar 10 Novum yang diumumkan Jaksa Saka Tatal pada Sidang Pertama PK, Berikut Penjelasannya.

(Tribunnews.com/Deni/Milani)(TribunJabar.id/Eki Yulianto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *