TRIBUNNEWS.COM – Pada Rabu (8/5/2024), Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian mengeluarkan pernyataan bahwa gencatan senjata permanen akan segera tercapai di Gaza.
Terkait realisasi cita-cita tersebut, ia menilai komitmen negara-negara Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS), sangat penting untuk memenuhi janjinya mengakhiri perang antara Israel dan Palestina.
Seperti dikutip TribuneNews.com dari Kantor Berita Pusat Iran (IRNA), Amirabdollahian mengatakan, respon positif yang diberikan gerakan perlawanan Palestina, Hamas, terhadap usulan gencatan senjata di Gaza beberapa waktu lalu merupakan dorongan penting untuk menyelesaikan perselisihan antara keduanya. . Dulu. , negara.
“Semuanya siap untuk gencatan senjata permanen,” katanya.
“Resolusi masalah ini akan menjadi kenyataan jika Amerika Serikat dan negara-negara Barat benar-benar menepati janji mereka untuk melakukan gencatan senjata,” katanya kepada wartawan di sela-sela rapat kabinet di Teheran.
Amirabdollahian menilai komitmen AS untuk mendesak gencatan senjata di Palestina sangat penting mengingat sikap pemerintah Israel yang masih dianggapnya sebagai “pengeluh”.
Ia mengatakan, saat ini Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya tentu saja terus menentang gencatan senjata di Gaza, meski Hamas telah menyatakan keinginannya untuk segera menghentikan perang.
Amirabdollahian menilai Netanyahu bertekad melanjutkan perang karena jika perang berakhir juga akan berujung pada krisis politik di tanah yang diduduki Israel. Komentari pertemuan IAEA di Iran
Selain membahas gencatan senjata Palestina, Amirabdollahian juga membahas pertemuan Iran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) awal pekan ini.
Amirabdollahian menggambarkan kunjungan Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi ke Iran sebagai hal yang positif.
Dia mengatakan hubungan antara Iran dan IAEA normal sementara Grossi menjalankan tugasnya “sesuai hukum”.
“Tetapi setiap kali hal ini dipengaruhi oleh tekanan eksternal, komplikasi akan muncul,” kata menteri.
Seperti diketahui, Iran menerima tamu istimewa pada Senin (6/5/2024) dengan dihadiri Rafael Grossi yang menjabat sebagai Direktur Jenderal IAEA.
Agenda kedatangan Rafael Grossi ke Teheran adalah untuk membahas serangkaian pembicaraan tingkat tinggi dengan para pejabat Iran.
Ia ditemui langsung juru bicara Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) Behrouz Kamalvandi setibanya di Teheran, Senin.
Grossi akan memiliki jadwal sibuk selama kunjungannya ke Iran.
Ia dijadwalkan untuk berbicara pada Konferensi Internasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir yang akan diadakan di provinsi tengah Isfahan pada tanggal 6 hingga 8 Mei.
Selain itu, Grossi juga dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan pejabat senior Iran, termasuk Ketua AEOI Mohammad Eslami dan Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian.
Ketegangan antara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Iran menjadi topik utama diskusi pada pertemuan tersebut, kantor berita pusat Iran IRNA mengutip TribuneNews.com.
Memang benar, ketua IAEA mengatakan pada awal Februari bahwa ia berencana mengunjungi Iran untuk mengatasi “perbedaan” antara pengawas nuklir PBB dan Republik Islam.
Namun kunjungan tersebut tertunda dan akhirnya bertepatan dengan Konferensi Internasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir yang diadakan di Iran pada awal Mei.
Hubungan antara Iran dan IAEA telah tegang sejak mantan Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir tahun 2015 yang ditandatangani pada masa kepresidenan Barack Obama pada tahun 2018.
Dengan penarikan diri dari perjanjian tersebut, sanksi ekonomi keras AS terhadap Iran juga kembali diterapkan.
Sejak itu, Iran telah mengurangi kewajibannya berdasarkan perjanjian tersebut, yang secara resmi dikenal sebagai JCPOA, dengan meningkatkan pengayaan uraniumnya dan membatasi inspeksi IAEA terhadap situs nuklirnya berdasarkan undang-undang yang disetujui pada tahun 2020. Peringatan ancaman nuklir terhadap Iran.
Beberapa peringatan dan ancaman telah dikeluarkan pejabat kepada pengamat militer di Timur Tengah tentang bahaya ledakan nuklir Iran.
Hal ini terjadi setelah serangan drone dan rudal Iran ke Israel pada 14 April 2024 disebut sebagai “janji nyata” oleh rezim Iran.
Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi juga mengklaim bahwa Iran hanya membutuhkan waktu beberapa minggu, tetapi beberapa bulan lagi untuk memiliki cukup uranium untuk mengembangkan bom nuklir.
Pejabat rezim Iran, khususnya di Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), telah meningkatkan peringatan mereka terhadap ledakan nuklir Iran, yang berarti produksi bom atom.
Diskusi terbuka yang dilakukan Iran mengindikasikan adanya perubahan kebijakan nuklir Iran sehingga masyarakat di dalam dan luar negeri tidak lagi menganggap senjata nuklir Iran sebagai hal yang tabu.
Menurut JNS, hal ini bisa membantah peringatan Iran yang akan mengubah doktrin nuklirnya dari sipil ke militer.
Selain itu, pemerintah juga akan berupaya mengembangkan senjata nuklir.
Beberapa pejabat yang tidak menolak analisis tersebut juga mengeluarkan peringatan.
Yakni, dari Brigadir Jenderal IRGC Ahmad Haq Taleb yang bertanggung jawab atas keamanan fasilitas nuklir Iran, hingga Javad Karimi Ghadosi, anggota Komite Keamanan Nasional di parlemen Iran, Majlis.
Laloo Abdullah Ganji, anggota dewan informasi pemerintah, Saeed Lilaz, seorang aktivis reformis yang menjabat sebagai penasihat Presiden Iran Mohammad Khatami (1997–2005), dan Mahmoud Reza Aghamiri, rektor Universitas Beheshti dan juga seorang ilmuwan nuklir.
Sementara itu, sejumlah peringatan dan ancaman telah dikeluarkan oleh para pejabat dan pengamat militer Timur Tengah mengenai bahaya ledakan nuklir Iran.
Hal ini terjadi setelah serangan drone dan rudal Iran ke Israel pada 14 April 2024 disebut sebagai “janji nyata” oleh rezim Iran.
Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, juga mengklaim bahwa Iran membutuhkan waktu berbulan-bulan, bukan berminggu-minggu, untuk mendapatkan cukup uranium untuk mengembangkan bom nuklir.
Pejabat rezim Iran, khususnya di Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), telah meningkatkan peringatan mereka terhadap ledakan nuklir Iran, yang berarti produksi bom atom.
Diskusi terbuka yang dilakukan Iran mengindikasikan adanya perubahan kebijakan nuklir Iran sehingga masyarakat di dalam dan luar negeri tidak lagi menganggap senjata nuklir Iran sebagai hal yang tabu.
Menurut JNS, hal ini bisa membantah peringatan Iran yang akan mengubah doktrin nuklirnya dari sipil ke militer.
Selain itu, pemerintah juga akan berupaya mengembangkan senjata nuklir.
Beberapa pejabat yang tidak menolak analisis tersebut juga mengeluarkan peringatan.
Yakni, dari Brigadir Jenderal IRGC Ahmad Haq Taleb yang bertanggung jawab atas keamanan fasilitas nuklir Iran, hingga Javad Karimi Ghadosi, anggota Komite Keamanan Nasional di parlemen Iran, Majlis.
Lalu Abdullah Ganji, anggota dewan informasi pemerintah, Saeed Lilaz, seorang aktivis reformis yang menjabat sebagai penasihat Presiden Iran Mohammad Khatami (1997–2005), dan Mahmoud Reza Aghamiri, rektor Universitas Beheshti dan juga seorang ilmuwan nuklir.
(Tribunnews.com/Bobby/Chrysnha)