World Water Forum ke-10 Dorong Penyaluran Akses Air Bersih untuk Masyarakat di Daerah Terpencil

TRIBUNNEWS.COM – Akses terhadap air bersih merupakan kebutuhan pokok manusia dalam hidup. Namun faktanya masih banyak masyarakat yang kesulitan mengakses air bersih.

Menurut Indonesia.go.id, pada tahun 2022, 35,3 juta orang di Indonesia masih belum memiliki akses terhadap air bersih dan aman. Mayoritas masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap air bersih tinggal di wilayah 3T (perbatasan, terluar, dan tertinggal).

Memang benar, akses terhadap air bersih memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan mudahnya akses terhadap air bersih, masyarakat di daerah terpencil dapat menjaga kesehatannya dengan memasak, mandi dan mencuci menggunakan air yang aman dan bersih.

Lebih dari sekedar kesehatan, akses terhadap air bersih juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Mudahnya akses terhadap air bersih mendorong terciptanya pola hidup bersih dan sehat.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab utama sulitnya akses air bersih di daerah terpencil, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Infrastruktur yang tidak memadai

Kesulitan dalam mendistribusikan air bersih secara efisien kepada masyarakat di daerah terpencil disebabkan oleh kurangnya infrastruktur yang memadai.

Di daerah terpencil, jaringan pipa air yang tersedia sangat buruk, sumur tidak memadai, dan sistem pengelolaan air juga tidak tepat. Belum lagi jarak dan buruknya infrastruktur transportasi membuat penyaluran air bersih ke daerah terpencil semakin sulit.

Kurangnya infrastruktur yang memadai menyebabkan masyarakat terpencil tidak punya pilihan selain menggunakan sumber air yang tersedia meskipun sumber air tersebut mungkin terkontaminasi dan berisiko menyebabkan penyakit.

2. Terbatasnya sumber daya air

Di daerah yang sangat terpencil, sumber air yang tersedia sangat terbatas. Hal ini dapat disebabkan oleh dampak perubahan iklim, curah hujan yang rendah, polusi air atau degradasi lingkungan.

Bahkan ketika sumber daya air tersedia, kualitas air sering kali buruk karena pencemaran air dari limbah industri, pertanian, dan domestik telah merusak kualitas air di banyak wilayah di Indonesia.

Hal ini pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan penduduk, yang sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan akses terhadap air bersih, yang memberikan tekanan besar pada sumber daya air yang tersedia.

3. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan air

Kurangnya pendidikan dan kesadaran akan pentingnya air bersih dan pengelolaan air yang baik juga menjadi faktor terhambatnya akses terhadap air bersih di daerah terpencil. Selain itu, budaya boros air dan kebiasaan membuang sampah sembarangan juga memperburuk keadaan.

Kesenjangan akses terhadap air bersih ini tentu menjadi tantangan besar, terutama dalam mencapai SDGs (Sustainable Development Goals), khususnya SDG 6 tentang air bersih dan sanitasi untuk semua.

Selain itu, beberapa penelitian yang dilakukan oleh lembaga internasional seperti UNICEF juga melaporkan bahwa air bersih yang kualitasnya buruk merupakan sumber berkembangnya berbagai penyakit seperti diare, kolera dan gangguan pencernaan lainnya.

Namun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, organisasi, perusahaan dan berbagai pihak lainnya agar air bersih dapat diakses oleh masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui mekanisme peningkatan akses perkotaan melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan perdesaan melalui Pumsimas (Program Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) secara padat tunai. Program ini telah membantu meningkatkan ketersediaan air bersih di beberapa daerah terpencil.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan Pamsimas merupakan acara yang melibatkan militansi. Daerah tanpa air menjadi sasaran utama.

Panseemas merupakan bagian dari program penyediaan air minum. Kalau di perkotaan ada Spam sederhana atau IKK, di pedesaan ada Pamsimas yang sudah berlangsung 15 tahun. “Saat ini ada sekitar 37.000 unit Pumsimas dan melayani 25,9 juta masyarakat,” kata Menteri Basuki.

Forum Air Dunia ke-10: Momentum Aksi Nyata

Pada tahun 2024, Indonesia akan menjadi tuan rumah Forum Air Dunia ke-10. Kesempatan ini menjadi momen penting bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya dalam mengatasi krisis air, khususnya di daerah terpencil.

Forum ini merupakan wadah bagi Indonesia untuk berbagi pengalaman dan solusi terbaik dalam pengelolaan air dari berbagai negara. Forum Air Dunia ke-10 diharapkan dapat menghasilkan kolaborasi dan kemitraan strategis untuk mempercepat akses terhadap air bersih universal.

Mengusung tema “Water for Shared Prosperity”, diskusi pada World Water Forum ke-10 sangat relevan dengan situasi global saat ini dimana akses terhadap air bersih masih menjadi tantangan bagi banyak negara.

Oleh karena itu, Indonesia berkomitmen untuk mendorong negara-negara di dunia dan berbagai pemangku kepentingan di bidang air untuk menempatkan isu-isu terkait air sebagai prioritas utama dalam agenda global untuk mencapai tujuan SDG.

“Melalui Forum Air Dunia ke-10, kami ingin menekankan bahwa air bersifat politis. Air bukan hanya masalah teknis tetapi juga masalah politik. “Kami berharap Forum Air Dunia ke-10 dapat menjadi platform penentu agar air menjadi prioritas utama di tingkat global sehingga kita semua dapat menyediakan kualitas air yang lebih baik bagi masyarakat kita di masa depan,” ujar Menteri Basuki, Ketua Harian Nasional. Organisasi. Komite Forum Air Dunia ke-10.

Sebagai informasi, pelaksanaan World Water Forum ke-10 mempunyai enam subtema yaitu Kesejahteraan dan Ketahanan Air, Air untuk Manusia dan Alam, Manajemen Pengurangan Resiko Bencana, Tata Kelola Air, Kerjasama dan Diplomasi, Pembiayaan Air Berkelanjutan serta Inovasi dan Pengetahuan .

Bagi Anda yang tertarik untuk mengikuti 10th World Water Forum, Anda dapat mendaftar menjadi peserta melalui website worldwaterforum.org.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *