WHO Aktifkan Korps Darurat Kesehatan Global Pertama Kalinya Tanggapi Wabah Mpox

Jurnalis Tribunnews.com, Ayesha Narsiamsi melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada bulan Oktober 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mitranya bersama dengan Negara-negara Anggota mengaktifkan Global Health Emergency Corps (GHEC) untuk pertama kalinya agar bantuan kepada negara-negara yang menghadapi wabah Mpox dapat dilakukan

GHEC adalah kelompok profesional yang bertujuan untuk memperkuat respons terhadap keadaan darurat kesehatan, dan merupakan platform kolaborasi bagi negara-negara dan jaringan tanggap darurat kesehatan. 

GHEC mendukung negara-negara dengan tenaga tanggap darurat kesehatan, peningkatan penempatan tenaga ahli dan jaringan pemimpin teknis. 

GHEC didirikan oleh WHO pada tahun 2023 sebagai respons terhadap pandemi COVID-19.

Tujuan keberadaan GHEC adalah untuk menunjukkan perlunya negara-negara menyederhanakan upaya jaringan yang ada guna memastikan kerja sama yang lebih terkoordinasi.

WHO dan mitranya mendukung pemerintah Republik Demokratik Kongo dan negara-negara lain untuk menerapkan pendekatan terpadu.

“Misalnya, pelacakan kasus, pelacakan kontak, vaksinasi yang ditargetkan, perawatan klinis dan di rumah, pencegahan dan pengendalian infeksi, keterlibatan mobilisasi komunitas serta dukungan logistik khusus,” kata Dr. Mike Ryan, seperti dikutip. Dari laman resminya, Rabu (30/10/2024). 

Kegiatan pertama dari mekanisme dukungan baru ini menyusul deklarasi Mpox sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Kepedulian Internasional oleh Direktur Jenderal WHO, Dr. Geo. Tedros Adhanom Ghebreyesus pada 14 Agustus 2024.

Kasus MPox telah dilaporkan di delapan belas negara Afrika pada tahun ini.

Penyebaran mpox clade 1b yang cepat ke setidaknya dua wilayah lain menimbulkan kekhawatiran akan penyebaran lebih lanjut.

Bekerja sama dengan Asosiasi Internasional Institut Kesehatan Masyarakat Nasional, GHEC menilai kapasitas tenaga kerja darurat di 8 negara yang terkena dampak wabah Mpox.

Termasuk Republik Demokratik Kongo dan Burundi, dua negara yang paling terkena dampaknya. 

Penilaian tersebut sejauh ini telah mengidentifikasi 22 bidang yang perlu diperkuat.

Hal ini mencakup epidemiologi dan surveilans, kapasitas laboratorium, pencegahan dan pengendalian infeksi, komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat. 

Di Republik Demokratik Kongo, mitra klaster kesehatan bekerja sama untuk memperkuat koordinasi yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan di bawah kepemimpinan Pusat Operasi Darurat Kesehatan Masyarakat.

Hingga 17 Oktober, WHO telah berhasil mengerahkan 56 ahli ke negara-negara yang terkena dampak. 

“Dengan memobilisasi para profesional terlatih dari seluruh benua, kami memastikan bahwa respons yang diberikan tidak hanya tepat waktu, namun juga relevan secara kontekstual”. Abdussalam Goye, Direktur Kedaruratan Regional Kantor Regional WHO untuk Afrika.

“Dedikasi dan keahlian para responden ini sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan membangun sistem kesehatan yang tangguh dan mampu menahan ancaman di masa depan,” lanjutnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *