TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Revisi UU Penyiaran yang banyak dibicarakan diusulkan untuk mengatur kesetaraan antara media dan platform digital lainnya.
Usulan ini dirumuskan Wenseslaus Manggut, Chief Content Officer Kapanlagi Youniverse, dalam acara Jakarta Digital Conference (JDC) 2024 yang digelar di Jakarta, Kamis (4/7/2024) lalu.
JDC 2024 bertajuk “UU Penyiaran: Sebuah Langkah Mundur dalam Ekosistem Penyiaran di Indonesia” oleh PT PLN; Bank BNI Bank Mandiri Harita Nikel; PT ASDP Indonesia Feri; Diselenggarakan oleh AMSI Jakarta dengan dukungan PT Angkasa Pura II. dan PT Angkasa Pura I (bandara Angkasapura); Eiger Indonesia dan Kino.
Menurut Wens, platform tersebut selama ini belum mengikuti berbagai regulasi di Indonesia dan terikat dengan industri media nasional.
“Level permainannya harus sama. Platform harus mengikuti aturan yang sama yang berlaku untuk media lain. Misalnya: peraturan iklan rokok, peraturan perlindungan anak dan peraturan lainnya, ”ujarnya.
Kalau persaingannya tidak seimbang, kata Wens. Ini hanya menguntungkan platform dan membuat persaingan menjadi tidak adil, menurut Wens. Sebuah platform tidak bisa lebih kuat dari media lainnya. Oleh karena itu, Platform harus mematuhi berbagai peraturan yang ada.
“(Peraturan) tidak boleh mengatur rumah tangga orang lain. Jadi tidak akan ada perlawanan,” tegasnya.
Yadi Hendriana, Ketua Komite Pengaduan dan Etik Dewan Pers, Yadi Hendriana, sependapat dengan sikap Wens. Menurut Yadi, jika rancangan undang-undang dirancang untuk mendukung dan melindungi media penyiaran tradisional yang dirusak oleh media digital atau media sosial, maka yang diatur adalah platformnya, bukan penggunanya.
“Itulah yang dilakukan jurnalis ketika mereka mulai menciptakan hak penerbitan,” jelasnya.
RUU Penyiaran mengusulkan fokus yang lebih besar pada pengaturan lembaga peninjau konten. Kemudian pemerintah Koordinasi antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers untuk menciptakan lingkungan penyiaran dan jurnalistik yang kuat. “Ini bukan soal merampas kewenangan Dewan Pers dan mengatur pers,” tegas Yadi.
Apalagi, lanjut Yadi, RUU ini memungkinkan lembaga penyiaran publik mencapai kualitas yang lebih tinggi dan memperkuat peran masyarakat dalam mengontrol konten siaran.
“Mereka memperkuat dan memajukan organisasi profesi, termasuk kemitraan KPI, seperti yang dilakukan Dewan Pers,” kata Yadi.
Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Prof. Widodo mewakili Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyampaikan ada empat langkah strategis pembangunan media siber yang berkelanjutan, yaitu penggunaan teknologi terkini seperti integrasi kecerdasan buatan (AI) ke dalam proses bisnis.
Kemudian mengembangkan keterampilan digital; Untuk mendukung proses bisnis dan memastikan pengambilan keputusan yang baik; Perencanaan berbasis data memungkinkan ketangkasan dan ketahanan bisnis, dan pada akhirnya menyesuaikan industri dengan perkembangan perilaku konsumen.
“Seperti bekerja sama dengan pembuat konten untuk meningkatkan trafik dan menghasilkan konten yang mendukung pertukaran budaya dan pemahaman bersama,” ujarnya.