TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KemenKopUKM) menegaskan tidak akan pernah melarang warung Madura beroperasi 24 jam sehari. Hal ini menanggapi maraknya pemberitaan mengenai jam buka counter Madura.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Arif Rahman Hakim mengatakan, pihaknya membahas Perda Klungkung tanggal 13-13-2018 tentang Pendirian dan Pengembangan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Supermarket.
Menurut dia, disimpulkan belum ada aturan khusus yang melarang loket Madurai beroperasi 24 jam sehari.
Aturan jam kerja dalam Perda ini membatasi jam kerja tertentu pada usaha ritel modern, minimarket, hypermarket, department store, dan supermarket, kata Arif kemarin.
Arif menambahkan, pihaknya akan segera meminta klarifikasi lebih lanjut kepada pemerintah daerah terkait atas aturan pembatasan jam kerja lokal yang sedang disusun.
“Kami juga akan menilai kebijakan daerah yang merugikan kepentingan UKM, seperti program pemerintah daerah dan penilaian anggaran untuk mendukung usaha kecil dan menengah,” kata Arif.
Arif juga membantah KemenKopUKM mendukung minimarket dan usaha besar lainnya. Bahkan, dia menegaskan Kementerian Koperasi dan UKM melindungi UKM dari ancaman meluasnya perdagangan ritel modern dan mendorong masyarakat berbelanja di counter UKM.
“Pada dasarnya kami tetap berupaya memberikan berbagai kemudahan, perlindungan dan kewenangan kepada UKM. “Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021,” kata Arif.
Dikatakannya, salah satu tugas PP adalah memberikan bantuan dan dukungan hukum kepada pelaku UKM di seluruh kementerian/organisasi dan pemerintah daerah, termasuk distribusi hukum, nasihat hukum, mediasi, dan penyiapan dokumen hukum
“Pelaku BSU bisa mendapatkan bantuan dan pendampingan hukum,” ujarnya.
Amin Aki, anggota Komite VI Republik Demokratik Rakyat Tiongkok, menilai aneh jika counter Madurai dilarang selama 24 jam. Karena itu adalah strategi mereka untuk bertahan di tengah gempuran ritel modern.
Amin mengatakan, konsep bisnis yang dikembangkan Warung Madur merupakan bentuk perlawanan para pelaku usaha mikro dan kecil terhadap semakin dominannya dominasi usaha konglomerat di desa-desa terpencil.
Warung Madura merupakan Perusahaan Umum Mandiri (UMKM) yang mampu bertahan dari gempuran investor besar.
“Operasi 24 jam merupakan salah satu bentuk inovasi dan strategi untuk mendapatkan posisi tertentu di pasar mereka. Aneh kalau dilarang,” kata Amin.
Amin mendorong pengenalan model bisnis inovatif ini kepada UKM lainnya agar mampu bersaing dan bertahan di pasar modern, supermarket, dan minimarket.
Dari segi ketersediaan produk, Warung Madura menawarkan berbagai macam kebutuhan sehari-hari termasuk beras, minyak curah dan barang-barang lainnya yang mungkin tidak tersedia di minimarket.
Dengan jam kerja 24 jam terus menerus, mereka memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk datang kapanpun mereka mau, terutama di luar jam kerja toko lain.
Warung Madura biasanya menawarkan harga murah namun keuntungan rendah namun penjualan tinggi.
“Kenapa murah karena sistem ekonomi bersama membuat harga kompetitif. Pemilik warung Madura memiliki hubungan baik dengan pemasok sehingga menjamin pasokan barang baik dan harga bersaing,” jelasnya.
Inovasi lainnya adalah mereka sering kali memiliki konsep desain yang unik dan menarik yang mencakup barang-barang yang tidak dijual di toko kelontong lain.
“Pemerintah harus mendorong UKM seperti warung Madura untuk menyerap tenaga kerja dan berkontribusi terhadap perekonomian kecil,” kata Amin.
Sebelumnya, Kepala Desa Penatihi I Wayan Murda meminta agar loket Madura tidak buka 24 jam. Menurut dia, pengelola toko terus berganti karyawan sehingga tidak tercatat adanya pergantian manajemen penduduk.
Belakangan, Ketua Satpol PP Klungkung Dewa Putu Suwarbawa mendapat keluhan dari seorang pengusaha minimarket tentang warung Madura yang buka 24 jam. Sebab, belum ada aturan jam kerja loket Madurai. Sementara aturan ini juga berlaku untuk minimarket.
Trubus Rahdiansa, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, menilai pembatasan 24 jam warung di Madurai akan menghancurkan usaha kecil.
Kebijakan ini dinilai tidak mendesak. Trubus menilai imbauan agar loket Madura tidak buka 24 jam akan membuat pedagang kecil kesal. Menurutnya, kebijakan tersebut menunjukkan pemerintah tidak mendukung usaha kecil
“Ibaratnya menyingkirkan pedagang kecil. Kebijakannya lebih berpihak pada usaha menengah dan besar. Arahnya pajak. Tarif parkirnya rendah,” kata Trubus saat dihubungi Tribun.
Trubus mengatakan pemerintah harus mendukung usaha kecil. Misalnya saja dengan memberikan akses permodalan. Jadi pemilik usaha kecil bisa naik kelas. Hal ini tidak memberikan kesan bahwa pedagang kecil telah dibunuh.
Kemunculannya bukan untuk sekedar kredit, tapi lebih. Keterbatasan menunjukkan tidak relevan. Harus didukung, jelas Trubus.
Jika peraturan tersebut berhasil, kata Trubus, maka bisa juga diterapkan di tempat parkir lain yang lebih kecil. Padahal, kehidupan masyarakat adalah 24 jam dan mereka membutuhkan loket tersebut untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
“Kehidupan sosial kita sudah 24 jam. Ada yang bekerja, menyewa, atau tinggal di asrama. Seringkali membutuhkan, apalagi yang tinggal di Jakarta,” ujarnya. (Jaringan Tribune/nis/wly)