Warning Guru Besar IPB, Program Makan Bergizi Gratis Bisa Picu Lonjakan Impor Beras

Dilansir reporter Tribunnews.com, Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Guru Besar Universitas Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) prof. Dwi Andreas Santosa mengatakan program gizi gratis yang dicanangkan Presiden terpilih Prabowo Subianto akan sangat meningkatkan impor pangan.

Hal itu disampaikan Dwi pada focus group Discussion (FGD) bertajuk “Kedaulatan Pangan di Indonesia (Beras, Kedelai, dan Jagung)” di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta pada Kamis (15/08/2024).

Pernyataan itu disampaikan Dwi karena produktivitas pertanian Indonesia saat ini sedang menurun.

Ia meminta pemerintah segera siap mengurangi dampaknya. “Rencana makan siang gratis akan meningkatkan impor pangan. Hal ini perlu diwaspadai. Selain itu, produktivitas beras kita sedang menurun,” kata Dwi.

Dwi menyoroti ketergantungan impor pangan dan perubahan iklim mempengaruhi produksi pangan. Dia mengkritik pemerintah karena mengklaim bisa mengevaluasi produktivitas pangan negara-negara tetangga.

Faktanya, dalam kurun waktu 10 tahun sejak 2013 hingga 2023, nilai impor Indonesia di sektor pangan meningkat hampir dua kali lipat.

“Setuju atau tidak, program makan siang gratis ini akan dilaksanakan. Namun kita perlu merencanakan bagaimana mengurangi risiko dari program ini agar tidak menjadi bencana,” kata Dwi.

Acara tersebut dipimpin bersama oleh Ketua DPP Pangan dan Pertanian PDIP Mindo Sianipar. Sumber daya manusia lainnya adalah Dr. Peter Tangka, Moh Agus Zamroni, Prof. Hendrawan Supratikno dan Antonius Supit.

Mindo mengatakan PDIP selalu berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia berdaulat di bidang pangan dan mendorong produktivitas beras.

Ia mengamini pernyataan Dwi tentang pentingnya diversifikasi pangan. “Ibu Megawati, Ketua Umum PDIP, selalu mempromosikan 10 nasi tambahan kepada para pemimpin daerah yang diusung PDIP,” kata Mindo.

Mindo menegaskan, PDIP akan mendukung upaya kedaulatan pangan melalui pendirian pusat pelatihan pertanian terpadu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *