Laporan jurnalis Tribunnews.com Nitis Khavaro.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen pada tahun 2025 memang menuai kontroversi. Petisi penghapusan tarif PPN 12% beredar di media sosial X pada Kamis (21 November 2024).
Saya mengutip akun media sosial. Berdasarkan data hingga hari ini saja, sudah ada 1.644 tanda tangan.
“Pemerintah, segera hapus kenaikan PPN!” menulis petisi.
Akun @barengwarga menulis 12%. kenaikan PPN secara langsung membebani masyarakat karena bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak pada daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi bisa melambat.
“Jika diambil keputusan untuk menaikkan PPN, maka harga sabun cair dan bahan bakar minyak (BBM) juga akan naik. Otomatis daya beli masyarakat akan terganggu dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya, kata akun @. barengwarga.
Oleh karena itu, wajar jika menuntut pemerintah segera mencabut kenaikan PPN yang diatur dalam UU HPP. Kita semua dapat bergabung dalam tuntutan ini melalui petisi yang ditautkan di bawah ini,” lanjutnya.
Presiden KSPI dan Ketua Umum Partai Buruh Saeed Iqbal sudah menyerukan penerapan PPN 12%. Menurut perkiraannya, kenaikan PPN akan meningkat menjadi 12%. akan berdampak langsung pada kenaikan harga barang dan jasa. Ada pula potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor.
Rendahnya daya beli tersebut juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam kelangsungan usaha dan meningkatkan kemungkinan terjadinya PHK di berbagai sektor, kata Saeed Iqbal dalam keterangannya yang dikutip, Rabu (20/11/2024).
Saeed Iqbal mengatakan pemerintah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. pada tahun 2025, dengan adanya upah minimum, keadaan perekonomian masyarakat kecil dan pekerja akan semakin terpuruk.
Kebijakan-kebijakan ini diperkirakan akan menurunkan daya beli secara signifikan, memperdalam kesenjangan sosial, dan menggagalkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
Di sisi lain, kenaikan upah minimum bisa mencapai 1-3 persen dan dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
“Akibatnya, daya beli masyarakat menurun dan dampaknya meluas ke berbagai sektor perekonomian sehingga menghambat upaya pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8%,” ujarnya. Tarif PPN sebesar 12%. akan mulai berlaku pada awal Januari 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. mulai 1 Januari 2025 tetap dilaksanakan sesuai ketentuan Undang-Undang (UU). Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi yang berlaku di berbagai industri.
Diskusi sekitar 12%. PPN masuk dalam Undang-Undang Harmonisasi Undang-undang Perpajakan (HLH) yang dikembangkan pada tahun 2021. Pemerintah kemudian memperhitungkan status kesehatan dan kebutuhan dasar masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Artinya, dalam mengembangkan kebijakan perpajakan, termasuk PPN, kita tidak melakukannya secara membabi buta, seolah-olah kita tidak memiliki konfirmasi atau pertimbangan terhadap sektor lain seperti kesehatan bahkan produk sembako saat ini, kata Sri Mulyani.