TRIBUNNEWS.COM – Kantor Badan Pengungsi Palestina (UNRWA) di Yerusalem Timur di Tepi Barat telah menghentikan operasinya setelah dibakar oleh warga Israel.
Pengumuman tersebut disampaikan Direktur Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini pada Kamis malam (5 September 2024).
Dalam laman resmi UNRWA, Lazzarini menjelaskan sekelompok warga Israel membakar kawasan sekitar markas UNRWA yang digunakan untuk menyimpan makanan bagi warga Gaza.
Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut, namun kebakaran tersebut menyebabkan kerusakan cukup parah pada bagian luar bangunan.
“Israel dua kali membakar kawasan sekitar markas UNRWA di Yerusalem Timur yang diduduki malam ini,” kata UNRWA dalam sebuah laporan.
Sementara itu, saksi mata mengatakan polisi di lokasi kejadian tidak melakukan apa pun untuk menghentikan penyerangan tersebut.
UNRWA menggambarkan insiden tersebut sebagai tindakan intimidasi, vandalisme, dan vandalisme.
“Karena petugas pemadam kebakaran dan polisi Israel memerlukan waktu untuk tiba, direktur harus memadamkan api sendiri dengan bantuan personel lain,” kata UNRWA. Distribusi bantuan mengalami stagnasi
Akibat serangan Israel ke markas UNRWA, distribusi bantuan kepada pengungsi Palestina di kawasan Yerusalem Timur kini terhenti.
Tidak dijelaskan sampai kapan penutupan tersebut akan berlangsung.
Namun, ketua UNRWA mengatakan dalam sebuah postingan di platform media sosial X bahwa mereka telah memutuskan untuk menutup fasilitas tersebut sampai keamanan pulih.
Akibatnya, 2,3 juta orang di Gaza kini terancam kelaparan.
Sementara itu, 380.000 orang berisiko mengalami kekurangan pangan parah. UNRWA menjadi sasaran serangan Israel
Ini bukan pertama kalinya UNRWA menghadapi serangan semacam ini.
Direktur UNRWA mengatakan insiden itu merupakan serangan kedua dalam waktu kurang dari seminggu.
Sementara itu, UNRWA mengklaim telah melaporkan 10 insiden sejak dua minggu terakhir, termasuk penembakan terhadap konvoi dan pelecehan serta perlakuan buruk terhadap staf PBB.
“Ini adalah perkembangan yang memalukan. “Sekali lagi, nyawa staf PBB berada dalam bahaya yang sangat serius,” kata Lazzarini.
Sejak pecahnya perang pada tanggal 7 Oktober, Israel menjadi sangat kritis terhadap UNRWA, bahkan negara Zionis tersebut menuduh beberapa personelnya terlibat dalam serangan Hamas.
Selain itu, pemerintah Israel menuduh Hamas dan kelompok ekstremis lainnya menggunakan bantuan dan fasilitas PBB untuk tujuan militer.
Akibat tudingan tersebut, sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat yang merupakan penyumbang terbesar UNRWA, memutuskan untuk menangguhkan pemberian kontribusi sebesar USD 343,9 juta atau Rp 5,4 triliun.
Banyak negara Barat telah mengambil tindakan serupa, satu demi satu memutuskan untuk mengakhiri pendanaan bantuan kepada UNRWA.
Ini termasuk Kanada, Inggris, Kanada, Finlandia, Jerman, Italia, Belanda, Swiss dan Australia.
Berbeda dengan negara Barat lainnya, Irlandia dan Norwegia menegaskan akan terus memberikan dukungan kepada UNRWA demi kelangsungan hidup warga Palestina di Jalur Gaza.
“Irlandia tidak berencana menghentikan pendanaan operasi penting UNRWA di Gaza,” kata Menteri Luar Negeri Michael Martin melalui profil X-nya.
(Tribunnews.com/Namira Junia)