WALI: 80 Persen Pelaku Usaha Waralaba Sudah Gunakan Transaksi Digital

Laporan jurnalis Tribunnews.com Dennis Destriavan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Waralaba dan Perizinan Indonesia (WALI) Levita Ginting Supit mengatakan, pemanfaatan transaksi digital bagi pelaku usaha waralaba sudah tinggi di Indonesia.

“Data kami, 80 persen pelaku usaha waralaba di Indonesia sudah menggunakan QRIS untuk pembayarannya,” kata Levita saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (30/7/2024).

Levy mengatakan, para pelaku usaha sudah bergerak di bidang kuliner, ritel, dan jasa. Menurutnya, pemanfaatan transaksi digital tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja.

“Di daerah yang jauh dari Kota Manado, QRIS sudah digunakan. Tidak hanya di restoran dan rumah makan besar, tapi juga di kios-kios kecil, warung makan tradisional, dan toko oleh-oleh,” kata Levita.

Levita menambahkan, para pelaku usaha di berbagai sektor yang ditemuinya menyadari bahwa mereka memiliki banyak keuntungan dari pembayaran, seperti pendaftaran yang mudah, promosi yang dapat menjangkau banyak pelanggan, dan transaksi yang aman karena dapat memantau langsung dalam jumlah besar. memasuki Rekening bank.

Namun, menurut Levita, banyak pedagang waralaba yang enggan diawasi petugas pajak karena transaksi QRIS memungkinkan mereka memantau arus kasnya di bank.

Ada juga pedagang yang enggan menggunakan QRIS karena adanya pemotongan dari perbankan. Kalaupun tidak seberapa, tapi akan mempengaruhi keuntungan mereka, kata Levita.

Terakhir, Levita mengakui masih ada pelaku usaha yang mengeluhkan sinyal terkait transaksi QRIS atau jaringan telekomunikasi, khususnya di daerah. Hal ini menjadi catatan kepada pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur perbankan terkait transaksi digital.

Levita menambahkan, bisnis waralaba kini banyak diminati dan memperluas jangkauannya hingga ke pelosok Indonesia dan luar negeri seperti Malaysia, terutama pasca mewabahnya Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah harus mendukung lebih banyak wirausaha muda untuk muncul di sektor ini.

Sementara itu, Indra, pelatih sekaligus Direktur Utama PT Trans Digital Semerlang (TDC), perusahaan agregasi dealer, mengapresiasi franchisee yang menggunakan QRIS sudah mencapai 80 persen. Menurutnya, hal ini merupakan perkembangan yang sangat penting dalam dunia transaksi digital.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) atau pembayaran kode QR tumbuh signifikan mencapai 226,54 persen (YoY) pada Juni 2024 dengan jumlah pengguna mencapai 50,50 juta.

Jumlah merchant yang menjual produk/jasa baik offline maupun online mencapai 32,71 juta pada Juni lalu. Jumlah ini naik dibandingkan Mei lalu yang berjumlah 32,25 juta merchant.

Berdasarkan data tersebut, kampanye transaksi digital sudah berada pada jalur yang tepat. Waralaba termasuk yang akan merasakan manfaat QRIS dalam transaksi pembayaran, yang sangat positif bagi perekonomian Indonesia, ujarnya.

Indra mengatakan, seluruh mitra dan perusahaan yang terlibat dalam transaksi digital harus memiliki jangkauan yang sama masifnya serta dibarengi dengan kreativitas dan inovasi.

“Bank Indonesia tidak bisa dibiarkan sendiri dalam mengkampanyekan transaksi digital di seluruh tanah air. “Semua pihak yang terlibat dalam sistem transaksi digital perlu ikut serta dalam kampanye,” ujarnya.

Contoh inovasi perusahaan pada produk Poscu Lite untuk pembayaran melalui QRIS pada komunitas UMKM adalah bantuan literasi keuangan dan insentif lainnya dalam mengikuti seminar dan workshop pemasaran digital.

Beberapa diantaranya bergabung dalam komunitas Tamado Group di Sumatera untuk menjangkau UMKM di Pematang Siantar, Kabupaten Samosir, Aceh dan Bali.

PT TDC Banten berkolaborasi dengan Forum Wirausaha Muda Bersama (FKP) dan ABC Esport untuk mendorong laju pertumbuhan transaksi digital di Provinsi Banten melalui kegiatan tur ABC Esport.

“Hal ini merupakan bagian dari kampanye kami untuk mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan Bank Indonesia pada tahun 2014,” lanjut Indra.

Indra juga menekankan pentingnya edukasi dan bantuan konsultasi keuangan kepada UMKM, khususnya dalam penyusunan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan merupakan alat penting untuk memantau kinerja keuangan, arus kas UMKM dan penyusunan laporan perpajakan.

Indra menyarankan agar perusahaan bantuan dan konsultasi keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang manajemen mutu, ISO 37001:2016 tentang sistem manajemen anti suap, dan ISO 27001:2022 tentang sistem keamanan informasi.

“Bentuk penerapan ISO yang sederhana adalah respon cepat terhadap masukan dari pengguna (pedagang) dari berbagai saluran informasi. ISO ini juga sebagai pertahanan diri terhadap kemungkinan kebocoran data,” imbuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *