TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Seorang siswa berinisial RE mengaku mendapat perundungan di Sekolah Binus Simprug di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, sebuah kejadian yang viral di media sosial.
Polisi turun tangan dalam kasus ini yang kemudian viral di media sosial.
Kuasa hukum RE Sunan Kalijaga mengatakan, perundungan itu terjadi pada akhir Januari 2024 dan bentuknya bermacam-macam, antara lain pelecehan, hinaan, dan penganiayaan.
Pada akhir pekan lalu, Polres Metro Jakarta Selatan akhirnya melakukan mediasi antara siswa Sekolah Binus Simprug Jakarta Selatan dengan pihak-pihak terkait dugaan perundungan tersebut.
Apa hasil mediasi polisi?
Mediasi antara siswa Sekolah Binus Simprug Kebayoran Lama yang dikenal berinisial RE (16) di Jakarta Selatan dengan pelaku berakhir dengan kurungan.
Mediasi tersebut berlangsung pada Jumat (13 September 2024) di Polres Metro Jakarta Selatan terkait kasus dugaan perundungan, pelecehan seksual, dan penganiayaan.
RE melaporkan hal tersebut ke Polres Metro Jakarta Selatan pada Januari 2024.
“Kemarin (Jumat) sudah ada mediasi. Belum tercapai kata sepakat,” kata Kabid Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi saat ditemui, Minggu (15 September 2024).
Alhasil, kasus tersebut terus berlanjut setelah memasuki tahap penyidikan sebelumnya.
“Iya silakan,” kata mantan Wakil Kepala Kepolisian Mingu Pusat itu.
Nurma mengatakan, nantinya korban dan terlapor akan diperiksa kembali dan kasusnya tetap dilanjutkan.
“Sudah dilakukan pengaturan (untuk menyelidiki dan melaporkan korban). Nanti semuanya akan dikaji (dalam kasus tersebut),” ujarnya.
Sejarah
Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan perundungan terjadi di Sekolah Binus Simprug di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Korban dalam kasus ini adalah seorang pelajar berinisial RE (16).
Dia diduga mengalami kekerasan fisik dan bahkan pelecehan seksual.
Saat ini, status perkara tersebut telah ditingkatkan statusnya dari penyidikan menjadi penyidikan.
Hal itu diungkapkan Direktur Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi.
“Iya, sudah mulai penyelidikan,” kata Noorma usai dikonfirmasi, Jumat (13/9/2024).
Dia mengatakan polisi telah meningkatkan masalah ini ke penyelidikan setelah mereka mengetahui dugaan perilaku kriminal.
“Iya kalau ini tindak pidana, kalau lihat videonya jelas ada,” ujarnya.
RE trauma dengan kejadian tersebut bahkan sempat berpikir untuk bunuh diri.
Diinformasikan Kompas, Minggu (15/9/2024), kuasa hukum korban, Agustinus Nahak, menjelaskan, RE sudah menjadi korban perundungan sejak masuk sekolah pada November 2023.
Awalnya, itu hanya intimidasi verbal.
Namun sedikit demi sedikit, perundungan tersebut semakin parah, bahkan mencapai tingkat pemukulan.
Peristiwa ini berlangsung antara tanggal 30 Januari hingga 31 Januari 2024.
Kompas melaporkan bahwa Agustinus berkata: “Ada yang menyatakan bahwa mereka adalah putra ketua partai, dan ada pula yang mengatakan bahwa mereka adalah putra pejabat.”
Mendapat perlakuan tersebut, RE menjawab tidak ingin mendapat masalah dan hanya ingin bersekolah.
Mendengar tanggapan tersebut, pelaku naik pitam dan mulai menganiaya korban hingga disuruh melakukan berbagai serangan fisik.
Aksi perundungan dikatakan mencapai puncaknya ketika pelaku berinisial R, C, K, dan KE bergantian memukul RE.
Akibat kejadian tersebut, korban mengalami luka memar, dirawat di RS Pertamina dan mengalami trauma jangka panjang.
Agustín menemukan pesan ini dalam wawancara dengan RE. RE berbicara blak-blakan tentang apa yang dialaminya.
Akibat perundungan tersebut, RE mengalami depresi berat, tidak mau bertemu orang, dan memiliki pikiran untuk bunuh diri. Bahkan, menurut pengakuan orang tua RE, anaknya kerap berteriak jika mengingat kejadian tersebut.
Para orang tua di RE tidak ingin anaknya mengalami perundungan yang lebih parah dan meminta kejelasan dari pihak sekolah.
“Orang tua korban hanya ingin anaknya selamat,” ujarnya.
Universitas Konkuk Simprug membantah adanya intimidasi
Menanggapi meningkatnya jumlah kasus, Sekolah Sinpragg Universitas Konkuk dengan keras membantah bahwa mahasiswanya menjadi sasaran perundungan atau pelecehan seksual selama perkuliahan.
“Berdasarkan CCTV yang ada, kami melihat tidak ada pemukulan, perundungan, atau pelecehan seksual.
Diketahui, tim manajemen dan kuasa hukum Konkuk University telah memeriksa rekaman CCTV pada 30 hingga 31 Januari 2024, serta rekaman video seorang mahasiswa yang hadir pada saat kejadian.
Pengacara Universitas Jianguo juga membenarkan bahwa insiden tersebut hanyalah perkelahian biasa antar mahasiswa.
“Dari CCTV yang kami lihat, yang terjadi siswa tersebut menyetujui tinju tersebut. Jadi mereka akan bertarung, berkumpul dan tidak ada pukulan. Jadi itu pertarungan satu lawan satu dan kemudian selesai, “ucap Otto.
Kebijakan tanpa toleransi
Konkuk University mengaku telah menskors pelaku dan memberikan kebebasan penyelidikan kepada jurnalis tersebut agar ia tetap bisa menikmati haknya sebagai mahasiswa.
“Kinkuk University dan manajemennya sudah memberikannya kepada staf terkait. Jika merasa risih atau ada urusan dengan temanmu, pihak sekolah akan mengajaknya belajar sendiri, terpisah dari orangnya (tersangka). Bahkan disediakan secara online,” jelas Otto.
Tim kuasa hukum Universitas Konkuk menyesalkan laporan dan tuduhan palsu yang dilayangkan terhadap mereka.
Sebagai sekolah yang menerapkan kebijakan zero-tolerance, Konkuk University tidak pernah memberikan toleransi atau membiarkan terjadinya perundungan di lingkungan sekolah.
“Tuduhan-tuduhan yang seolah-olah memaafkan Konkuk University, apapun kejadian ini, kami tolak dengan tegas. Kalau dikatakan Konkuk University memaafkan bullying, kami tolak dengan tegas. Kalau dikatakan kami membiarkan pelecehan seksual terjadi di sini, kami menolak dengan tegas. Itu tanggung jawab manajemen Universitas Konkuk dan mereka mengambil semua tindakan yang diperlukan,” kata Otto.
Terakhir, Biro Baru Jianguo mengatakan bahwa mereka selalu kooperatif dan bersedia memberikan bukti ketika polisi membutuhkannya.