Video Mantan Wakapolri Klaim Temukan Bukti Digital Vina dan Eky, Yakin Peristiwa Cuma Karangan

TRIBUNNEWS.COM – Mantan Wakil Kapolri Comzen Pol Poorn Ogroseno mengaku telah mengumpulkan barang bukti digital dalam kasus Vina.

Menurut analisis mereka, seharusnya TKP pembunuhan Vina dan Eki diperluas ke empat lokasi lagi.

Berdasarkan isi putusan, ada tiga TKP dalam kasus Vina, yakni di depan Jembatan Layang Talun, Jalan Perjuwangan, dan SMPN 11 Sirban.

Menurut dia, TKP terkini diduga berada di dalam rumah atau gedung.

Untuk berita selengkapnya, tonton video di atas. 

“Iya, sekarang kalau ada TKP yang ada orang dibunuh di satu tempat, dibunuh di taman, dibiarkan saja di sana, buat apa dipindahkan lagi ke jembatan layang?”

“Kalau TKP di dalam gedung atau rumah, kemungkinan besar akan dipindahkan ke jalan layang. Tapi kalau sudah di taman, biarkan saja di sana,” Ogroseno mengutip Nusantara TV, Jumat (8/2). . /2024).

Ia menilai, seluruh peristiwa perusakan yang terjadi belakangan ini hanyalah fiksi belaka.

Pasalnya, banyak kejanggalan yang terjadi pada fakta kasus ini.

Tidak ditemukan bukti darah yang membuktikan pembunuhan di tiga TKP.

Dia menganalisis, kedua korban meninggal di dalam rumah atau gedung.

Sebuah rumah dapat diselidiki menggunakan metode investigasi kejahatan ilmiah untuk menemukan darah, rambut, dll.

Selain itu, ia mengatakan ada TKP baru karena banyaknya fakta yang ditemukan dari barang bukti digital di media sosial Facebook.

Ogrocene menduga pelaku dan korban saling kenal. Tugas penyidik.

Ogroceno juga berbicara tentang peran penyidik ​​dalam kasus Viña Cireban tahun 2016.

Menurut Ogroceno, penyidik ​​kasus Viña Cireban tahun 2016 diancam dengan pemberhentian tidak hormat, yaitu hukuman berat jika melakukan kesalahan dalam menangani kasus tersebut.

Nasib penyidik ​​(kasus Vina) pasti suatu saat akan mendapat sanksi tegas. Sanksi tegasnya adalah pemecatan tidak hormat atau PTDH. Sidang Kode Etik, kata Ogroseno dalam siaran Nusantara TV. Tribun Jakarta memberitakan, Minggu (28/7/2024).

Meski demikian, Ogroseno menyarankan agar penyidik ​​dilibatkan terlebih dahulu untuk mengungkap kasus tersebut.

Tujuannya adalah untuk memfasilitasi rekonstruksi kasus-kasus yang dilanda penyimpangan.

“Penyelidik ini untuk sementara akan bergabung dengan tim gabungan penuh pusat sehingga mereka bisa menjawab ‘mengapa’, itu saja untuk saat ini. Sebaiknya kita bicara dulu tentang bagaimana merekonstruksi kasus ini secara menyeluruh. Tindakan lebih lanjut terkait masalah kode.”

“Tapi kalau diproses (disetujui) berarti kasusnya sudah selesai, sehingga posisi Peggy sama seperti saat dibebaskan,” ujarnya.

Selain itu, semakin terungkap bahwa kejadian tersebut tidak didasari cinta.

Ogroseno menduga kematian Vina dan Eki ada kaitannya dengan karier aktif Inspektur Rudiana di kepolisian.

“Kalau dilihat situasinya seperti kecelakaan, tapi mengarah pada pendengaran, yaitu terdengar seperti masalah cinta, tapi ternyata Peggy dan penjahatnya tidak memiliki hubungan cinta seperti di film, jadi untuk misal targetnya Eki, Salahkah Eki?”

“Kalau hanya soal paternitas, maka ada masalah dengan paternitas. Kenapa Eki dianiaya hingga akhirnya berujung pada kematian?” Soal Propam, dia tidak menyadarinya.

Ogroseno mengkritik Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dan Inspeksi Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri karena tidak mematuhi kode etik Inspektur Rudiana saat memeriksanya.

Bagi seorang purnawirawan jenderal, Ogroseno yang hanya menganalisa dari luar saja sudah bisa membaca banyaknya pelanggaran yang dilakukan Inspektur Rudiana dalam kasus Cireban Vina.

“Kalau Propam dicermati, bubarkan Propam di Mabes Polri. Sejak awal Irjen Rudiana banyak melakukan pelanggaran etika profesi,” kata Oegroseno kepada Nusantara TV yang tayang, Minggu (28/7/2024).

Ogroseno melanjutkan, pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan oleh Rudiana, antara lain dengan membawa Liga Akbar ke kantor polisi dan memberinya instruksi, mencurigai beberapa tersangka penjahat, dan melakukan sendiri penyidikan narkoba.

“Kemudian dia membuat laporan hanya empat hari setelah kejadian. Dia juga tidak meminta dilakukan autopsi terhadap anaknya yang juga menjadi korban. Hanya itu yang ditemukan,” jelas Ogroseno. Menjadi ironis

Pada tahun 2016, Ogroceno dikritik oleh Irjen Polisi (purn) Benny Mamoto, Ketua Harian Kompolnas, atas pernyataannya tentang mafia di balik kasus Vina dan Eki di Sirban.

Sebelumnya, Ogroseño mengaku mafia berada di balik kasus Viña karena melihat kondisi kedua korban yang memprihatinkan.

Menurut Benny, pernyataan Ogroseno justru semakin membingungkan masyarakat.

Benny tidak secara eksplisit menyebut nama Ogrosene saat menyebutkan hal tersebut.

Namun, para pengamat berpendapat bahwa mafia berada di balik kasus Viña.

Benny awalnya mengatakan banyak pengamat yang membuat bingung masyarakat dengan pernyataannya.

Benny pun tak segan-segan mengatakan pernyataan pengamat itu hanya omong kosong belaka.

“Kebanyakan pengamat selalu mengawali pernyataannya dengan ‘mungkin, ya, ya,’” Benny Mamoto dikutip di YouTube tvOneNews, Selasa (23/7/2024).

“Pada akhirnya kalau dicermati iklannya, bukan nilainya itu sendiri, tapi apa yang membuat atau menciptakannya,” jelasnya.

Barulah, kata Ogroseno, Benny mencontohkan seorang pengamat yang melontarkan pernyataan tidak masuk akal bahwa kasus Viña melibatkan mafia.

Misalnya dibalik itu ada mafia. Kita semua tahu apa itu mafia, jelasnya.

Baca juga: Susno Ungkap Dua Hal yang Masih Diragukan dalam Kasus Vina, Termasuk Penyebab Meninggalnya Duadzi

Untuk itu, Benny berharap para pengamat bisa mengeluarkan pernyataan yang lebih cerdas dalam menyikapi permasalahan tersebut.

“Para pengamat ini harusnya sedikit lebih pintar dalam mengeluarkan pernyataan, menganalisis, lebih baik mengedukasi masyarakat,” ujarnya.

Meski demikian, Benny mengakui ada kelemahan dalam penanganan penyidik ​​terhadap kasus Vina Sirban.

Kelemahan ini terbuka untuk diperdebatkan oleh berbagai pihak.

“Kami melihat ada kelemahan dalam penyidikan kasus ini, terutama dari sisi prosedur SCI,” ujarnya.

“Di sinilah keputusan akhir diambil, namun masih menjadi perdebatan,” kata Benny Mamoto.

Dulu, Ogroseno menganggap mafia berada di balik kasus Vina dan Eki karena menganggap pembunuhan itu terlalu sadis.

Menurutnya, hal tersebut bukanlah bentuk balas dendam yang biasa dilakukan manusia.

Karena itulah dia mengira ada mafia di balik kasus ini.

Namun Ogroseno belum bisa memastikan mafia apa yang terlibat dalam kasus ini.

Berdasarkan analisis mereka, tampaknya di balik pembunuhan Vina dan Eki yang terjadi delapan tahun lalu, ada kesepakatan narkoba.

“Kami banyak melakukan analisa saat itu, kalau dia sadis seperti ini, dia bukan manusia normal yang punya keinginan balas dendam, bukan, dia mafia,” kata Ogroseno, dikutip dari YouTube Abraham Samad Speak Up , pada hari Selasa.

“Tapi saya tidak tahu apa itu mafia. Apakah mafia ada hubungannya dengan ada atau tidaknya bisnis, atau mungkin berkaitan dengan narkoba dan sejenisnya?”

Apalagi mendengar dan melihat keadaan tubuh Eki saat itu sungguh mengenaskan.

Menurut dia, kedua korban terlebih dahulu disiksa, kemudian dipasang helm, dan kemudian dibuang ke jalan layang Talun pada 27 Agustus 2016.

“Kalau helmmu masih utuh, tapi lukanya serius, kenapa tidak dipukul dulu baru dipakai helmnya?”

“Selain dipukuli dan disiksa, mereka masih hidup, setengah hidup, setengah mati hingga akhirnya meninggal,” kata Ogroceno.

Tak hanya itu, menurut Ogroseno, motif pembunuhan Vina dan Eki juga tidak biasa.

“Pasti ada latar belakang pembunuhan dua anak manusia ini dengan cara yang sadis. Motifnya luar biasa, tapi menurut saya sangat sadis,” ujarnya.

Mantan Bareskrim Polri Susno Duadzi yakin 100 persen kasus Vina bukan pembunuhan, sebaliknya mantan Bareskrim Polri Susno Duadzi meyakini kasus Vina dan Eki bukan pembunuhan. Tapi sebuah risiko.

“Kalau saya bilang 100 persen kecelakaan, sampai saat ini belum ada yang membuktikan itu tindakan pidana,” kata Susno.

Susno menjelaskan, bukti kecelakaan sudah ada dan hanya ada satu sepeda motor yang menuju tempat kejadian perkara (TKP) yang berada di dekat jembatan layang Talun.

“Sepeda motor, dagingnya, lalu lokasi korban, darahnya menumpuk di sana. Setelah itu, TKP Kabupaten Syrban menjadi wilayah hukum Polres Kabupaten Syrban, bukan Polsek Syrban Kota,” jelasnya, Senin (22/7/2024). ), dikutip TribunnewsBogor.com.

“TKPnya ada satu, bukan dua atau tiga tempat,” ucapnya.

Jika Vina dan Eki tewas, Susno mengaku aneh karena saat Vina ditemukan masih hidup.

“Bagaimana bisa seorang pembunuh menyelamatkan nyawa orang yang dibunuhnya? Vina masih hidup kan? Kenapa tidak membunuhnya? Lalu mengapa membunuh orang di tiga tempat? Bunuh dia, perkosa dia di belakang showroom dan bawa dia kembali ke jembatan, apa apa?” jelas Susno.

Namun temuan polisi Sirban menunjukkan bahwa kasus tersebut adalah kecelakaan.

“Polres Cyrban sudah memprosesnya dengan baik. Kalau itu pembunuhan, ayo siapa yang bisa membuktikannya? Tidak akan terbukti sampai kiamat kawan, itu bukan pembunuhan,” ujarnya.

Seperti diketahui, dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki di Sirban, hakim mengadili dan memvonis delapan pelaku.

Mereka adalah Rivaldi Aditya Vardana, Eko Randani (Koplak), Hadi Saputra (Bolong), Eka Sandy (Tivul), Jaya (Kliwon), Supriyanto (Kasdul), Sudirman, Saka Tatal.

Tujuh orang divonis penjara seumur hidup, namun Saka Tatal yang baru menjalani hukuman delapan tahun penjara karena masih di bawah umur saat kejadian itu terjadi, kini sudah bebas pada tahun 2020 dan tengah menghadapi Peninjauan Kembali (PK). Sebuah cobaan untuk mengembalikan nama baiknya.

Belakangan, tiga orang yakni Peggy alias Perong, Andy, dan Danny dinyatakan buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Sebelumnya, Polda Jabar menangkap Pegi Setiawan sebagai tersangka pembunuhan Wina dan Eki.

Namun lama kelamaan, Peggy mampu membuktikan melalui pemeriksaan praperadilan bahwa dirinya bukanlah sosok seperti buronan kasus Vina.

Sementara dua DPO Andy dan Dani telah diberhentikan atau diberhentikan oleh Polda Jabar karena dianggap fiktif.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com dengan judul Mantan Wakil Kapolri Bisa Diberhentikan Karena Tak Hormat Tugas Penyidik ​​​​Kasus Vina Cireban 2016.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *