TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pusat Komunikasi Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran menerbitkan laporan awal hasil penyelidikan penyebab jatuhnya helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi dan tujuh orang yang mengikutinya pada Minggu. 19/5/2024).
Helikopter tersebut jatuh saat kembali ke Iran usai menghadiri upacara pembukaan bendungan di perbatasan Iran dan bekas negara Azerbaijan.
Panitia investigasi mengatakan tidak ada peluru atau benda serupa pada sisa bagian helikopter tersebut. Dikutip dari TehranTimes, Jumat (24/5/2024), laporan tersebut mengungkapkan bahwa helikopter tersebut mengikuti jalur pelarian lain ketika jatuh di kawasan pegunungan.
Investigasi memastikan bahwa helikopter kepresidenan terbakar setelah jatuh di gunung.
Namun, tidak ditemukan bukti adanya tembakan atau kerusakan eksternal lainnya dalam kecelakaan tersebut.
Laporan menunjukkan bahwa helikopter Presiden Ebrahim Raisi tetap melanjutkan rute yang direncanakan dan tidak menyimpang.
Pilot helikopter kepresidenan Iran bergabung dengan dua helikopter lain yang ikut rombongan presiden satu setengah menit sebelum pesawat jatuh.
Drone Iran menemukan lokasi kecelakaan pada pukul 05:00 pada hari Senin, dan tim penyelamat tiba segera setelahnya.
Investigasi juga memastikan bahwa tidak ada kasus mencurigakan yang diamati dalam diskusi di platform kendali dengan awak helikopter.
Informasi lebih rinci akan dipublikasikan setelah pengujian dan konfirmasi oleh para
Pusat Komunikasi Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran juga meminta masyarakat tidak berpikir tanpa gambaran akurat mengenai kerusakan helikopter yang ditumpangi Raisi.
Tim khusus investigasi jatuhnya helikopter Raisi dibentuk oleh Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Iran, Jenderal Mohammad Bagheri, satu hari setelah kejadian.
Jenderal Mohammad Bagheri menunjuk Jenderal Ali Abdollahi, Wakil Kepala Staf Angkatan Bersenjata, untuk memimpin penyelidikan.
Tim khusus ini bertugas menyelidiki seluruh aspek kecelakaan untuk mengetahui penyebab kecelakaan.
Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran menolak penggunaan drone Turki dengan menyelidiki lokasi jatuhnya pesawat Presiden Ebrahim Raisi dan menunjukkan cara kerja drone tersebut.
Pada Senin pagi, Anadolu Agency Turki melaporkan bahwa sebuah helikopter mencegat pesawat tak berawak Iran.
Militer Iran mengatakan mereka tidak dapat mengerahkan drone canggihnya, yang dilengkapi dengan radar buatan, karena mereka berada di bagian utara Samudera Hindia pada saat itu.
Lokasi jatuhnya pesawat, tempat ditemukannya jenazah Presiden Raisi dan Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian serta pejabat lainnya, ditemukan pada Senin pagi oleh pasukan penyelamat Iran dan drone yang diambil dari Samudera Hindia.
Informasi yang dibagikan oleh drone Turki tersebut kemudian dilaporkan berjarak 7 km (4 mil).
Militer Iran mengatakan mereka memilih Turki di antara “negara-negara sahabat” untuk membantu operasi penyelamatan karena kedekatannya dengan lokasi bencana di barat laut negara itu. Kecelakaan helikopter itu menewaskan sembilan orang, termasuk Presiden Ebrahim, Menteri Luar Negeri Iran Hossein. Amir-Abdollahian.
Kecelakaan itu terjadi usai Presiden menghadiri acara peresmian bendungan yang dibangun bersama pemerintah Azerbaijan.
Sebuah helikopter yang membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi jatuh saat kembali dari provinsi timur Azerbaijan.
Raisi sebelumnya bertemu dengan Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, untuk meresmikan proyek penghubung bendungan kompleks pembangkit listrik tenaga air Giz Galasi.
Jenazah Presiden Ebrahim Raisin dimakamkan pada Kamis (23 Mei 2024) di kampung halamannya, Masyhad, di timur laut Iran.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah mengumumkan bahwa Wakil Presiden Iran Mohammad Mokhber akan menjabat sebagai Presiden sementara menggantikan Ebrahim Raisi selama 50 hari.
Pemerintah Iran akan menyelenggarakan pemilihan presiden pada 28 Juni 2024, menyusul meninggalnya Presiden Iran Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter pada Minggu lalu.(*)