TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg) DPR RI langsung bersidang setelah Mahkamah Konstitusi (MC) mengeluarkan Putusan 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pemilihan kepala daerah.
Pertemuan dengan Baleg ini jelas kontroversial.
Keputusan pertama terkait batasan usia.
Baleg DPR sepakat menggunakan putusan Mahkamah Agung (MA) ketimbang putusan NC untuk menerapkan DIM dalam RUU Pilkada.
Dengan demikian, syarat usia minimal 30 tahun bagi calon gubernur-presiden dan 25 tahun bagi calon bupati-wakil bupati atau calon walikota-presiden hanya berlaku pada saat inisiasi dan tidak pada saat pendaftaran.
Urutan kedua menyangkut aturan pencalonan calon pemegang kursi DPR RI dan partai non-eksekutif.
Baleg DPR RI menyetujui syarat jumlah kursi bagi politisi untuk memilih kepala daerah pada Pilkada 2024.
Keputusan tersebut menyebutkan, sesuai perubahan Pasal 40 UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, partai politik atau gabungan partai politik yang mempunyai kursi di DNRD dapat mendaftarkan calonnya jika memperoleh 20 persen dari total suara. jumlah kursi atau 25 persen dari suara sah yang dikeluarkan dalam pemilihan umum DPRD.
Baleg DPR RI menyetujui syarat jumlah kursi bagi politisi untuk memilih kepala daerah pada Pilkada 2024.
Dalam keputusan yang disetujui dalam rapat kelompok kerja (panja) DPR Balega, pemerintah dan DPD RI sepakat menerima keputusan Mahkamah Agung (MC) kemarin.
“Menyikapi putusan MA yang dibuat beberapa waktu lalu. Jadi kami mendapat bantuan dari Sekda. Artinya, ini hanya revisi redaksi, dan ada beberapa hal lagi yang diubah,” kata Pakar DPR RI. Balega Widodo saat pemaparan rapat kelompok kerja yang digelar di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21 Agustus 2024).
Sementara itu, Widodo menguji ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Pilkada 10 Tahun 2016 (Pilkada) yang diubah sebagai berikut:
(1) Partai politik atau gabungan perwakilan dapat mengajukan pasangan calon apabila memenuhi syarat untuk memperoleh sekurang-kurangnya dua puluh persen (20 persen) kursi DPRD atau dua puluh lima persen (25 persen) kursi DPR. kursi yang sah. suara dalam pemilihan anggota Majelis di daerah pemilihan di daerah yang terkena dampak.
(2) Partai politik atau organisasi partai politik yang tidak mempunyai kursi di DPRD provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon presiden dengan ketentuan sebagai berikut:
A. negara bagian dengan jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap sebanyak 2.000.000 politisi atau koalisi politisi yang berpartisipasi dalam pemilu harus menerima setidaknya 10 persen-an-OAN-Pemungutan suara adalah sah di negara bagian ini.
B. Di negara bagian yang jumlah penduduknya lebih dari 2.000.0000 hingga 6.000.000 jiwa dalam daftar pemilih tetap, pemerintah atau gabungan pemerintah yang ikut serta dalam pemilu harus menerima sedikitnya 8,5 persen suara sah di negara bagian tersebut.
V. Di negara-negara bagian yang memiliki daftar pemilih permanen antara 6.000.000 juta hingga 12.000.000 jiwa, partai politik atau koalisi partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu harus menerima setidaknya 7,5 persen suara sah di negara bagian tersebut.
E. Negara-negara dengan populasi dalam daftar pemilih permanen lebih dari 12 juta politisi atau koalisi politisi yang berpartisipasi dalam pemilu harus menerima setidaknya 6,5 persenpemungutan suara yang sah di negara bagian ini.
Baca juga: Istana Hormati Keputusan Knesset dan Anggota DPR Soal Usia Pimpinan Daerah
Berdasarkan penjelasan tersebut, Wakil Ketua DPR R.I mengamini seluruh poin tersebut. Baleg dan Ketua Majelis Panjan Ahmad Baidovi alias Avik.
Fakta bahwa keputusan pengadilan banding mencopot partai-partai yang tidak dapat memilih di distrik tersebut. Sehingga mereka dapat mendaftar ke Partai Komunis Ukraina, yang sebelumnya dilakukan dengan “Tidak”. Mungkin dia akan setuju, bukan?” – kata Aviek.
“Saya setuju,” lanjutnya.
Dengan demikian, PDIP bisa saja terancam tidak bisa memilih dalam jumlah besar untuk maju dalam pilkada, termasuk di Jakarta.
Pasalnya, di Jakarta, PDIP meraih 15,65 persen kursi atau kurang dari 20 persen kursi pada konteks (1).
Perilaku PDIP: Ikuti keputusan MK Azaz
Anggota DPR R.I.Baleg dari pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) T.B. Hasanuddin mengatakan hal itu dalam rapat gugus tugas yang membahas perubahan UU Nomor 1. semua kelompok.
Dia mengatakan, di hadapan masing-masing panitia penasehat, ketua rapat biasanya langsung menyetujui pembahasan, termasuk ketika PDIP ingin mengutarakan pendapatnya.
Pengurus PDIP menambahkan, mereka akan mengirimkan surat penolakan terhadap keputusan Badan Legislasi DPR RI (Baleg) mengubah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum Daerah “Tsam”.
Menurut dia, keputusan Mahkamah Konstitusi RI pada sidang kemarin atas gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora harus ditindaklanjuti dan dilaksanakan.
Dengan demikian, PDIP akan mengikuti prinsip yang diusung MC (*).