VIDEO Kata Menkominfo Soal Revisi UU Penyiaran: Jangan Sampai Ada Upaya-upaya Pembungkaman Pers

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Informatika (Mankominfo) Budi Ari Setiadi buka suara soal revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Budi menegaskan, pemerintah tidak ingin undang-undang penyiaran menghambat pers Tanah Air.

Sebab, pemerintah harus menjaga kebebasan pers dan bagaimana meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.

Hal itu disampaikan Budi Ari usai menghadiri Mata Local Fest 2024 yang diselenggarakan Tribune Network di Hotel Menara Peninsula, Jakarta pada Jumat (17/5/2024) malam.

Budi Ari Setiadi mengaku belum menerima secara resmi Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Budi Ari memastikan RUU UU Media telah mengakomodasi rekomendasi semua pihak, khususnya insan pers, untuk mencegah konflik.

Ia meyakinkan pemerintah akan menolak segala upaya untuk membungkam pers.

Menurutnya, jurnalisme yang berkualitas lahir dari investigasi. Pemerintah tidak ingin UU Penyiaran menjadi wadah baru untuk membungkam pers Indonesia.

“Jangan ada upaya untuk membungkam pers, kita butuh jurnalis yang berkualitas, itu rumor, itu emosi, yang pasti investigasi,” kata Budi Ari.

Sebelumnya, revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran kini tengah dalam proses harmonisasi di Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg) DPR RI. Sejumlah pasal di Indonesia dinilai menghambat kebebasan pers.

Diantaranya adalah Pasal 56 Ayat 2 Pasal C yang melarang siaran swasta oleh jurnalis investigatif.

Kemudian, uji coba UU Media juga berpeluang adanya kesatuan kekuatan penyelesaian sengketa jurnalistik antara KPI dan Dewan Pers.

Hal tersebut tertuang dalam pasal 25 ayat q yaitu penyelesaian perselisihan antar jurnalis khususnya di bidang penyiaran dan pasal 127 ayat 2 yang penyelesaian perselisihan terkait kegiatan media penyiaran ditangani oleh Komisi Media Indonesia (KPI). . ) sesuai ketentuan. Peraturan hukum.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahu membantahnya dan mengatakan partainya dan seluruh anggota yang berpartisipasi di dalamnya menolak UU Penyiaran yang ramai diperbincangkan.

Ia mengkritisi penyusunan RUU UU Media karena bertentangan dengan UU No. 40 tidak ada hubungannya dengan media.

“(Hal ini) mencerminkan tidak mengintegrasikan kepentingan menghasilkan jurnalisme yang berkualitas sebagai produk penyiaran, termasuk distorsi-distorsi yang akan dilakukan oleh platform tersebut,” ujarnya di Gedung Dewan Pers, Selasa (14/14/14). 5/2024) )).

Ia menilai, undang-undang penyiaran berarti media tidak akan bebas, independen, dan tidak akan menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas.

Pasalnya, dari sisi pemberitaan, Dewan Pers menilai jika perubahan ini terus dilakukan, maka beberapa aturan akan menjadikan media sebagai jurnalis yang buruk, media yang tidak profesional dan independen, ”ujarnya.

Menurut dia, proses RUU media melanggar putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 yang merupakan pembuatan peraturan yang harus melibatkan partisipasi bermakna.

Artinya harus ada partisipasi masyarakat, hak masyarakat untuk didengar pendapatnya, hak masyarakat untuk diperhatikan pendapatnya, katanya.

Ia mengatakan, Dewan Pers dan anggota yang hadir bukan bagian dari penyusunan RUU Media.

Di sisi lain, ia dengan tegas menyatakan UU Penyiaran bertentangan langsung dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sebab, UU Penyiaran mengatur larangan menyiarkan berita investigasi swasta.

“Karena kita tidak begitu mengakui, dengan UU 40, terjadi penyensoran, pelarangan dan pelarangan penayangan karya jurnalistik yang berkualitas,” kata Ninik.

Nantinya, ketika RUU UU Media mengatur penyelesaian sengketa jurnalis, justru ditangani oleh badan yang tidak berwenang menyelesaikan etika kerja jurnalistik.

“Kewenangan melakukan kerja jurnalistik ada pada Dewan Pers, dan itu sudah jelas dalam undang-undang,” kata Ninik.

Ninik menghimbau agar penyusunan peraturan perundang-undangan perlu diselaraskan agar tidak tumpang tindih.

Selain itu, jelasnya, aturan penyelesaian sengketa jurnalistik juga diatur dalam Perpres Nomor 32 Tahun 2024.

“Pemerintah mengakui, mengapa rancangan resolusi sengketa pers ini diserahkan kepada jurnalis?” Katanya (Tribunnews.com/Dennis Destryawan/Ibriza Fasti Ifhami)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *