TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemimpin Gereja Katolik Dunia sekaligus Kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus, telah meninggalkan Indonesia dan melanjutkan perjalanan apostoliknya ke Papua Nugini, Jumat (6/9/2024).
Meski telah meninggalkan Indonesia, banyak cerita menarik dari persiapan hingga Paus Fransiskus mengakhiri kunjungan apostoliknya.
Kisah menariknya adalah tentang keselamatan Paus Fransiskus selama berada di Indonesia. Pilihan mobil yang ditunggangi Paus Fransiskus saat Misa Kudus di Gelora Bung Karno (GBK) pada Kamis (5/9/2024), salah satunya.
Koordinator Acara dan Non Liturgi Perayaan Ekaristi Gelora Bung Karno (GBK), Muliawan Margadana menceritakan kisah di balik pemilihan mobil MV3 Maung ‘Tangguh’ besutan PT Pindad.
Jadi syaratnya (mobil Paus ada tiga), yaitu sederhana, bukan mobil antipeluru, dan kaca jendelanya bening.
Karena Paus Fransiskus mau sapa orang, jadi tidak mau tertutup, kata Muliawan dalam wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribune Network Febby Mahendra Putra, Jumat (6/9/2024).
Pada misa di GBK, mobil Maung yang ditumpangi Paus tidak tertutup atau terbuka, berbeda dengan yang diperlihatkan ke publik.
“Vatikan sendiri dari awal sudah mengatakan harus terbuka. Syaratnya harus terbuka,” jelas Muliawan.
Tak hanya itu, Vatikan menolak usulan pembuatan sekat atau pembatas setinggi 2 meter di sekeliling mobil Maung yang akan dilalui Paus Fransiskus selama berada di GBK.
Pembagian itu diusulkan demi keselamatan Paus Fransiskus.
“Di GBK, kami juga mengusulkan pembatas setinggi 2 meter. Sterilisasi memang seperti itu, tapi dengan cepat ditolak oleh pihak keamanan Vatikan.”
“Vatikan langsung menolak karena ingin berkomunikasi dengan masyarakat. Jadi misalnya pagarnya hanya boleh 1,5 meter,” kata Muliawan.
Cerita berlanjut yakni tentang pemilihan sopir Paus Fransiskus semasa berada di Indonesia.
Vatikan menegaskan bahwa pengemudinya harus dari Vatikan. Sementara itu, Indonesia menyatakan harus Pasukan Keamanan Presiden Indonesia (Paspampres).
“Pihak Indonesia bilang sopirnya harus Paspampres. Karena yang tahu rumahnya aman, kalau ada apa-apa di jalan dan sebagainya,” jelasnya.
“Dan tentu saja harus ada kompromi. Jadi pengemudi yang digunakan adalah pejabat Vatikan yang sudah dilatih terlebih dahulu untuk mengetahui jalan yang akan diambilnya.”
Termasuk kendaraannya. Jadi disesuaikan dengan situasi saat ini, ujarnya.
Cerita berlanjut dengan terpilihnya mobil Innova Zenix sebagai kendaraan Paus Fransiskus selama berada di Indonesia.
Ia menjelaskan, tidak ada preferensi khusus terkait merek sebenarnya. Kecuali mobil itu perlu sederhana.
“Sebenarnya tadi ada pilihan. Misalnya ada pilihan mobil seperti Alphard mini dan sebagainya. Tapi jendelanya tidak bisa diturunkan seluruhnya.”
Lalu ada juga beberapa pertanyaan lain, misalnya tinggi badan, kesulitan Bapa Suci dan lain sebagainya.
“Jadi akhirnya kami menemukan opsi yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.”
“Dan juga Hybrid ya. Karena itu ensiklik Laudato Si. Jadi itu unsur-unsur yang mendefinisikan kendaraan ini,” jelasnya.
Lalu timbul pertanyaan, sebenarnya siapa pemilik mobil tersebut?
“Itu milik kedutaan Vatikan. Karena tidak bisa diperjualbelikan, tidak bisa dijadikan simbol khusus atau semacamnya. Jadi resmi menjadi milik kedutaan,” ujarnya.
Jadi kalau ada yang mau beli mobil tidak bisa, ujarnya kemudian.
Menurut dia, kisah menarik lainnya terjadi saat Paus Fransiskus baru saja tiba di Bandara Soekarno-Hatta dan hendak menaiki mobil Innova Zenix.
“Semuanya direncanakan dengan baik. Dia (Paus) datang tiba-tiba dan meminta duduk di barisan depan. Skenarionya tidak seperti itu.”
Jadi berubah total, berubah total. Jadi keamanan harus beradaptasi, ujarnya.
Terakhir soal akomodasi semalam, Paus Fransiskus sendiri memilih Kedutaan Besar Vatikan, meski pemerintah Indonesia menyediakan hotel bintang lima.
“Karena dia bertanya di rumah.”
“Pemerintah Indonesia menyediakannya di hotel-hotel berbintang dan sebagainya. Jadi dipakai oleh pasukannya.”
“Tetapi Bapa Suci sendiri tetap ingin tinggal di rumahnya yang sederhana. Kami juga melihat kamarnya sangat sederhana,” jelasnya.
Selengkapnya, simak wawancara eksklusif Direktur Berita Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Muliawan Margadana di Channel YouTube Tribunnews (*/andri malau)