Veto Keanggotaan Palestina di PBB, AS Pertimbangkan Angkut Pengungsi Gaza ke Negara Mereka

Dengan memveto keanggotaan Palestina di PBB, AS mempertimbangkan untuk memulangkan pengungsi Gaza

TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS), negara yang berulang kali menggunakan hak veto untuk mencegah Palestina diakui sebagai negara anggota PBB, akan mempertimbangkan untuk menerima pengungsi Gaza ke negaranya.

Pertimbangan AS mencakup syarat agar pengungsi Gaza dapat meninggalkan daerah kantong Palestina yang terkepung di Mesir.

Persyaratan lainnya adalah pengungsi Gaza harus memiliki hubungan keluarga dekat dengan warga negara Amerika atau penduduk tetap Amerika Serikat.

Dikutip oleh Anadolu dalam laporan CBS, para pejabat senior di lembaga-lembaga federal AS telah membahas penerapan berbagai opsi untuk memukimkan kembali warga Palestina dari Gaza yang anggota keluarganya adalah warga negara atau penduduk tetap AS. Hal itu terungkap melalui sejumlah dokumen internal dalam laporan pemerintah federal AS.

Menurut laporan tersebut, salah satu usulan yang muncul adalah menggunakan Program Penerimaan Pengungsi AS untuk memberikan suaka kepada mereka yang melarikan diri dari Gaza ke Mesir.

Laporan itu juga mengatakan perlunya berkoordinasi dengan Mesir untuk mengeluarkan lebih banyak warga Palestina dari Gaza dan memperlakukan mereka sebagai pengungsi jika mereka memiliki kerabat yang merupakan warga negara Amerika. Sebuah kamp pengungsi di Rafah di Jalur Gaza selatan dekat perbatasan dengan Mesir pada 28 April 2024. (AFP) Deportasi lunak

Niat AS telah menimbulkan kekhawatiran bahwa metode tersebut merupakan pengusiran yang canggih terhadap warga Palestina dari tanah dan rumah mereka.

Israel dan Amerika Serikat secara bersamaan dan terus menerus terus mendorong diskusi mengenai masa depan Gaza pascaperang.

Meskipun agresi Israel yang tidak pandang bulu terus berlanjut, Amerika Serikat mempunyai sejarah yang terus menentang upaya internasional untuk mendapatkan keanggotaan Palestina di PBB.

Amerika Serikat pada Kamis (18 April 2024) memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait upaya Palestina menjadi anggota resmi PBB.

Rancangan resolusi ini diperkenalkan oleh Aljazair. Dalam pemungutan suara tersebut, rancangan resolusi yang diajukan ke Majelis Umum PBB tentang penerimaan Negara Palestina sebagai anggota PBB mendapat 12 suara mendukung, 2 abstain, dan 1 suara menentang.

Sementara itu, Palestina telah menyandang status sebagai negara pengamat non-anggota PBB sejak tahun 2012.

Mereka telah melakukan lobi selama bertahun-tahun untuk mendapatkan keanggotaan penuh di PBB, yang berarti pengakuan atas negara Palestina.

Lalu apa alasan veto AS? Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood mengatakan PBB bukanlah tempat untuk mengakui Negara Palestina.

Ia mengatakan, pengakuan terhadap Negara Palestina harus merupakan hasil perjanjian damai dengan Israel. Robert Wood menegaskan, posisi AS tidak berubah, yakni terus mendukung solusi dua negara.

“Pemungutan suara ini tidak mencerminkan penolakan AS terhadap negara Palestina, namun pengakuan hanya datang dari negosiasi langsung antara kedua belah pihak,” katanya setelah pemungutan suara pada hari Kamis, menurut AFP ”.

Seperti diketahui, setiap permohonan keanggotaan PBB harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Dewan Keamanan dan kemudian dukungan mayoritas Majelis Umum.

Veto AS ini muncul ketika Palestina dan negara-negara Arab lainnya meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengusulkan menjadi anggota penuh.

Menurut perkiraan Palestina, mayoritas dari 193 negara anggota PBB, atau lebih tepatnya 137 negara, telah mengakui Negara Palestina secara sepihak.

Kali ini, Otoritas Palestina juga mengecam Amerika Serikat yang memveto upaya Palestina untuk menjadi anggota resmi PBB.

Mereka menyebutnya sebagai “agresi” yang telah mendorong Timur Tengah ke “jurang yang dalam.”

“Kebijakan AS adalah agresi terang-terangan terhadap hukum internasional dan mendorong berlanjutnya perang genosida terhadap rakyat kami…mendorong kawasan ini semakin ke jurang,” kata kantor rumah pemimpin Palestina Mahmud Abbas dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, utusan khusus Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mengutuk fakta bahwa Dewan Keamanan PBB belum mempertimbangkan keanggotaan penuh Palestina di PBB, dan menyebutnya sebagai tindakan yang “tidak etis”.

Israel terus mengebom Gaza sejak kelompok perlawanan Palestina, Hamas, melancarkan serangan lintas batas pada 7 Oktober 2023.

Sejak itu, lebih dari 34.500 warga Palestina tewas, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu, puluhan ribu lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan dasar.

Israel dituduh oleh Mahkamah Internasional (ICC) melakukan genosida.

Pada bulan Januari, ICC mengeluarkan keputusan sementara yang memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk memastikan penyediaan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil di Gaza.

(oln/anadolu/afp/kmps/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *