Reporter TribuneNews Mario Christian Sumampo melaporkan.
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Ahmad Sadzali, seorang guru, bersama lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menggugat undang-undang pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (15/7/2023). .
Mereka mendalami Pasal 523 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
Dalam sidang perkara Nomor 59/PUU-XXII/2024 yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Ahmed mengatakan ketentuan yang akan diuji bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28. . . Pasal (1) UUD. NRI pada tahun 1945. Sebab tidak memberikan kepastian hukum kepada relawan yang melakukan tindak pidana kebijakan moneter pada saat pemilu. Pemohon menilai keberadaan relawan kampanye dengan membatasi keberadaan pasal ini pada subjek pelaku pidana jika melakukan tindak pidana kebijakan moneter.
Selain itu, Pemohon menilai pasal ini mempersulit penugasan pertanggungjawaban kepada individu atau kelompok lain (relawan) yang terlibat secara tidak langsung dan tidak terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), namun berdampak negatif terhadap perilaku kampanye.
Dalam permohonannya, pemohon menggunakan pembagian uang tunai yang dilakukan Miftah Maulana Habibur Rahman atau Gus Miftah untuk Pemilu 2024.
Pasal 523 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak memberikan kepastian hukum kepada relawan yang melakukan kejahatan kebijakan moneter karena merupakan subjek yang terbatas. termasuk Gus Miftah dan relawan calon presiden dan wakil presiden seperti Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Rakah yang melakukan kejahatan kebijakan moneter, menurut Ahmed dkk.
Selain itu, isi petisi menyebutkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawasalu) Provinsi Pamekasan, Jawa Timur, menetapkan praktik penyaluran dana yang dilakukan Gus Miftah diduga merupakan tindak pidana pemilu karena melanggar pasal. 523 Melanggar hukum. TIDAK. 7 Tahun 2017 tentang pemilu.
Namun untuk lebih jelasnya, Gus Miftah bukanlah Kelompok Kampanye Nasional (TKN) kedua calon tersebut, melainkan hanya relawan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, sehingga tidak bisa. didenda Karena pasal 523 (1) dan (2) undang-undang saat ini memuat frasa “setiap pengurus, peserta dan/atau kelompok kampanye”, yang melanjutkan isi permintaan.
Menurut para pemohon, hukuman tersebut tidak dapat diterapkan kepada pelaku kejahatan kebijakan moneter. Oleh karena itu, mereka meminta hakim Mahkamah Konstitusi mengubah frasa “pelaksana, peserta, dan/atau kelompok kampanye Pemilu” pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal 523 menjadi “setiap orang”.
Pasal 523 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan 7/2017 tentang Pemilu berbunyi sebagai berikut.
(1) Penyelenggara kampanye Pemilu, peserta kampanye Pemilu, dan/atau kelompok mana pun yang secara terang-terangan menjanjikan atau membayarkan uang atau imbalan lain kepada peserta kampanye Pemilu, baik langsung maupun tidak langsung, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf J. ., dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupee).
(2) Penyelenggara Kampanye Pemilu, peserta dan/atau kelompok dengan sengaja menjanjikan atau menawarkan, baik langsung maupun tidak langsung, imbalan berupa uang atau materi lainnya kepada pemilih pada masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2), akan diberikan maksimal 4 kali hukuman penjara. (empat tahun) dan denda sebesar Rp48.000.000,00 (Empat puluh delapan juta Rupee).