TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan politikus Partai Golkar Wanda Hamida mengaku belum ingin kembali terjun ke dunia politik saat ini.
Wanda mengatakan, saat ini seluruh partai (parpol) di Indonesia belum melakukan check and balances.
“(Kembali ke politik) bukan waktu yang tepat,” kata Wanda kepada wartawan di Jakarta, Kamis (22/08/2024).
“Sejauh ini semua partai sama.” “Tidak ada satu pun dari mereka yang memiliki checks and balances,” tambahnya.
Wanda menegaskan dirinya akan terus mengikuti demokrasi sepenuhnya untuk saat ini.
Ia mengaku kecewa dengan keputusan pemerintah yang melindungi masyarakat (ormi) dengan membagikan izin pertambangan.
Di sisi lain, permasalahan sosial di kalangan penduduk kecil menunjukkan bahwa negara tidak mampu melindungi rakyatnya.
Dia menjelaskan: “Lihatlah korban anak muda. Pengangguran semakin meningkat, generasi muda kita mendapat kabar duka karena terjerumus ke pinjaman online, karena pemerintah tidak bisa melindungi masyarakatnya dari pinjaman. Meski itu mudah.”
“Kalau kita tidak melawan, apa jadinya (Indonesia). Sedangkan rakyat bawah kelaparan, mati dibunuh, dikejar debt collector. Mereka mati karena pencurian, laki-laki dan perempuan dibunuh, jika tidak, mereka mati kelaparan.”
Ia mengatakan masyarakat harus melawan permasalahan yang ditimbulkan oleh elite politik.
Seperti disinggung sebelumnya, Wanda Hamida, mantan politikus Partai Golkar, mengutarakan alasannya keluar dari partai berlambang pohon beringin tersebut.
Wanda mengatakan awalnya berharap partai politik (parpol) bisa menjalankan tugasnya sebagai check and balance.
Bukan hanya Golkar, lanjutnya, kini semua partai menjadi corong utama.
Wanda saat ditemui di Jakarta, Kamis (22/8/2024), mengatakan, “Sayang, apa yang kamu lihat sekarang?” “Mereka (parpol) jadi mulut besar ya.”
“Dan saya tidak hanya bicara soal Golkar saja lho. Saya bicara semua partai, terutama Golkar,” imbuhnya.
Menurut Wanda, ada dua partai politik besar di Indonesia, PDI Perhuangan dan Golkar.
Namun, ia menyayangkan Golkar tidak memenuhi harapannya karena mudah mempengaruhi Partai Beringin.
Hal ini diduga terkait dengan isu peran Presiden Joko Widodo dalam mundurnya Erlanga Hartarto sebagai Ketum Golkar dan terpilihnya bersama Bahlil Lahadalia sebagai penggantinya.
Bagaimana dengan partai besar (Golkar), awalnya saya yakin Golkar akan menjadi partai modern yang tidak mudah untuk diikuti. Kalau pragmatis, saya paham betul Goljar itu partai praktis. Mudah bagi Jokowi untuk melakukan sesuatu, tapi yang jelas mudah.
Selain itu, Wanda juga membantah alasan keluar dari Golkar karena dugaan keterlibatan Erlanga Hartarto dalam kasus korupsi penyediaan bahan ekspor dan CPO serta turunannya, korupsi pengelolaan sawit di Badan Pengelola Dana Sawit Nafta ( BPDPKS), dan korupsi impor yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kementerian Perdagangan).
– Ya. untuk kongres.”
Sedangkan untuk Bahlil Lahadalia yang terpilih dan mendapat pujian. Wanda sepertinya tidak setuju dengan hal ini.
Wanda Hamida berkata: “Ini adalah negara demokratis, bukan negara paksaan. Jika Anda bercanda, ini bukan monarki yang didirikan secara sewenang-wenang, bukan.” Pada Kamis (22 Agustus 2024), mantan politikus Partai Golkar Wanda Hamidah mengikuti acara di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta. (Tribunnews.com/Ibriza)
Seperti diketahui, politikus Wanda Hamidah mengumumkan pengunduran dirinya dari Partai Golongan Karya (Golkar).
Hal itu diungkapkan Wanda Hamida pada Rabu (21/08/2024) melalui laman Instagram pribadinya.
Wanda menulis: “Saya anggota Golkar. Saya tidak ingin berada di dalamnya, sisi sejarah yang salah. Saya sangat mencintai negara saya.”
Di sela-sela postingan media sosialnya, Wanda memposting sejumlah hal yang “sangat mendesak” yang sedang viral di media sosial.
Pengumuman mundurnya Wanda Hamida di Golkar ini terungkap setelah Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg) menolak putusan Mahkamah Konstitusi (CJ) terkait tuntutan pemilihan pejabat daerah di Pilkada.
Selain itu, di saat yang sama, Erlanga Hartarto mengundurkan diri dari jabatan Direktur Eksekutif Partai Golkar dan digantikan oleh pegawai Golkar yang juga Sekretaris Presiden Jokowi, Bahlil Lahadalia.