TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wisma, meski memiliki pintu atau kamar kurang dari 10, tetap dikenakan pajak.
Hal ini diatur dengan Keputusan Provinsi DKI Jakarta No. 11 Tahun 2010 tentang pajak hotel.
Peraturan tersebut menjelaskan bahwa hotel adalah penyelenggara jasa liburan termasuk jasa terkait lainnya dengan berbayar, yang meliputi motel, losmen, wisma wisata, wisma wisata, wisma, wisma dan sejenisnya, serta wisma yang berjumlah lebih dari 10 (sepuluh). ) kamar.
Namun setelah adanya SK Daerah Provinsi DKI No. 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, nomenklatur pajak hotel diubah menjadi PBJT untuk jasa perhotelan.
Meski istilah penginapan tidak lagi muncul dalam peraturan daerah baru ini, namun ada istilah baru dalam peraturan daerah ini, yaitu rumah tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel dan tidak lagi mengatur batas atas atau bawah jumlah kamar dalam a. rumah kos yang akan ditetapkan sebagai fasilitas pajak daerah.
Dengan demikian, rumah kos dapat dikatakan sebagai tempat tinggal pribadi yang berfungsi sebagai hotel karena menyediakan tempat tinggal sementara dengan fasilitas hotel.
Meski cakupan dan layanan yang diberikan berbeda.
Secara umum keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu memberikan akomodasi kepada individu atau kelompok yang membutuhkan.
Fasilitas yang tersedia juga memungkinkan untuk berbagi, berupa tempat tidur, kamar mandi, dan fasilitas tambahan seperti gym, kolam renang, dan layanan concierge.
Oleh karena itu, wisma dapat dimasukkan dalam kategori rumah tinggal pribadi yang berfungsi sebagai hotel. Sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (1) UU HKPD dan Pasal 47 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Penyediaan Rumah Tinggal Pribadi kepada beroperasi sebagai hotel, ini salah satu “jenis layanan hotel yang menjadi sasaran layanan hotel PBJT,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Bapenda Pendapatan DKI Jakarta Morris Danny dalam keterangannya, Selasa (9/3/2024).
Morris melanjutkan, Pajak Barang dan Jasa (GST) dibayarkan berdasarkan konsumsi barang dan jasa tertentu.
Tarif PBJT untuk jasa katering sebesar 10 persen dibebankan kepada subjek pajak yaitu konsumen barang dan jasa tertentu, dalam hal ini kepada penyewa akomodasi.
PBJT akan ditagih atas jasa katering yang dikenakan pajak.
Jadi misalnya harga sewa kamar adalah Rp 100.000 per bulan, dan yang harus dibayarkan penyewa kepada pemiliknya adalah Rp 110.000 per bulan.
Rinciannya, omzet pemilik guest house sebesar Rp100.000 dan PBJT jasa katering yang harus dibayarkan ke pemerintah daerah sebesar Rp10.000.
Ingatlah bahwa fasilitas perpajakan daerah dan tujuan perpajakan pusat berbeda dan tidak akan tumpang tindih.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak atas penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan dijelaskan bahwa penghasilan dari wisma atau wisma tidak termasuk sebagai penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan. , tetapi diklasifikasikan sebagai pendapatan bisnis.
Pengenaan pajak dalam nomor 23 tahun 2018, usaha rumah tinggal atau wisma diatur dengan Peraturan Pemerintah dalam undang-undang ini yang menjelaskan bahwa pajak penghasilan usaha yang diterima atau diterima oleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu tidak melebihi Rp 4,8 miliar. satu tahun pajak, maka pajak penghasilan final dihitung atas penghasilan yang direalisasikan dengan tarif 0,5 persen.
Kemudian pengaturan terkait pajak penghasilan juga terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pasal 4 ayat (2) huruf e menjelaskan bahwa penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan usaha yang diperoleh atau diperoleh Wajib Pajak. dengan jumlah omzet tertentu.
Kemudian pada Pasal 7 ayat (2a) dijelaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu tidak dikenakan pajak penghasilan atas sebagian peredaran bruto sampai dengan RAI 500 juta dalam satu tahun pajak.
Sehingga penghasilan usaha yang diterima atau diterima oleh Wajib Pajak yang penghasilan usahanya Rp 500 juta tidak dikenakan pajak atau dibebaskan pajak.
Misalnya Pak Guido mempunyai wisma dengan 10 kamar dengan pendapatan Rp 600 juta per tahun.
Jadi perhitungan pajak rumah tinggal Pak Guido adalah sebagai berikut:
Penghasilan kena pajak = RAI 600 juta – Rp 500 juta
Dari perhitungan tersebut, Pak Guido wajib membayar pajak sebesar Rp 500.000 per tahun.
Berdasarkan penjelasan dan perhitungan di atas, pajak atas kegiatan akomodasi tidak dikenakan pajak berganda.
Untuk itu, sebagai pemilik kost atau pengusaha kos hendaknya memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan sebagai bentuk kontribusi kepada negara.
“Mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku juga dapat memberikan rasa aman dan menghindari risiko sanksi yang mungkin timbul di kemudian hari,” kata Morris Danny.