TRIBUNNEWS.COM – Pengeboman tank Israel di kawasan Rafah Jalur Gaza mengancam nyawa 700.000 perempuan dan anak perempuan Palestina yang mengungsi di kawasan tersebut.
Pernyataan tersebut dikeluarkan UN Women setelah pasukan Israel melancarkan serangan darat ke Rafah.
“Operasi darat Israel akan semakin memperburuk situasi di Rafah,” kata badan PBB tersebut seperti dikutip Al Arabiya.
“Jika serangan terus berlanjut, risiko kematian dan cedera pada 700.000 perempuan dan anak perempuan yang tinggal di Rafah akan meningkat,” tambahnya.
UN Women memperkirakan lebih dari 10.000 perempuan telah meninggal sejak invasi dimulai pada Oktober tahun lalu.
Termasuk 19.000 anak yatim piatu dan 6.000 ibu-ibu.
Selain itu, data survei yang dikumpulkan oleh UN Women menemukan bahwa 93% responden mengatakan mereka merasa tidak aman di rumah atau di kamp pengungsi.
Dikatakan bahwa lebih dari 80% wanita mengalami depresi.
Pada saat yang sama, 66% mengatakan mereka tidak bisa tidur, dan lebih dari 70% mengatakan mereka khawatir dan mengalami mimpi buruk.
Direktur Eksekutif Perempuan PBB Sima Bachus mengatakan: “Perempuan dan anak perempuan di Rafah, seperti wilayah Gaza lainnya, terus-menerus hidup dalam keputusasaan dan bahaya.
“Serangan darat akan mengakibatkan eskalasi yang tak tertahankan yang dapat membunuh ribuan warga sipil dan memaksa ratusan ribu orang mengungsi,” tambah Bacchus. Perbatasan Rafah ditutup
Rafah mulai ditutup setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan warga Palestina meninggalkan Rafah dan pindah ke Muwash, di perbatasan Palestina-Mesir.
Tak lama kemudian, tank-tank Israel mulai memasuki wilayah selatan Palestina.
Menurut seorang pejabat keamanan Palestina yang tidak disebutkan namanya, tank-tank Israel mencapai sekitar 200 meter dari titik penyeberangan Rafah, tepat di sebelah perbatasan Mesir.
Juru bicara Penyeberangan Perbatasan Wael Abu Omar mengatakan pengiriman bantuan ke Gaza terhenti karena serangan dan serangan tank Israel.
“Pergerakan orang dan aliran bantuan ke Gaza terhenti total,” kata Omar.
Meskipun ada kritik dari banyak pemimpin dunia, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa serangan darat di Rafah bertujuan untuk menguasai perbatasan Palestina-Mesir.
Sementara itu, Hamas meyakini perang tersebut akan berdampak negatif terhadap situasi kemanusiaan di Rafah yang saat ini dipenuhi pengungsi.
Hal serupa juga diungkapkan Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan Nasional Gaza.
Mengutip CNN International, Kementerian Dalam Negeri Gaza memperingatkan bahwa penutupan perbatasan Rafah akan memperburuk krisis kemanusiaan.
Meskipun Rafah adalah salah satu tempat penampungan pengungsi terpenting di Palestina, Rafah memiliki kemampuan untuk mengisolasi Gaza dari dunia luar.
(Tribunnews.com/Namira Yunia)