Ukraina Diklaim Kehilangan 111.000 Tentara Tahun Ini, Pasien AIDS & TBC Dipaksa Ikut Wajib Militer

TRIBUNNEWS.COM – Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan lebih dari 111.000 tentara Ukraina tewas sejak awal tahun ini.

Hal itu disampaikan Shoigu saat rapat Kabinet pada Jumat (4 Mei 2024).

Dikutip Russia Today, Shoigu mengatakan pasukan terus menghancurkan pertahanan Ukraina di sepanjang garis pertahanan.

Menurutnya, Rusia telah menduduki wilayah seluas 547 km2 sepanjang tahun ini.

Shogu mengatakan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya mendesak Ukraina untuk mengabaikan kerugian pertempuran.

Akibatnya, Ukraina kehilangan 1.000 tentara setiap hari pada bulan April tahun lalu.

Selain itu, Shoigu mengklaim bahwa beberapa warga Ukraina terpaksa berperang di garis depan meskipun mereka tidak mau berperang. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menghadiri pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin dan perwakilan Kementerian Pertahanan, kepala badan federal dan eksekutif perusahaan industri pertahanan di Sochi, 10 November 2020. (Alexey NIKOLSKY/Sputnik/AFP)

Ia menuduh para pemimpin Ukraina berani mengorbankan rakyatnya agar bisa terus menerima bantuan keuangan dan militer dari Barat.

Rusia tak hanya membunuh banyak tentara Kiev, tapi juga menghancurkan 21.000 senjata berat milik militer Ukraina.

Pada bulan April, Shoigu memperkirakan jumlah tentara Ukraina yang terbunuh sejak dimulainya perang, atau “operasi militer khusus,” di Ukraina. Memaksa pasien HIV/AIDS masuk dinas militer

Kementerian Pertahanan Ukraina telah mengeluarkan aturan baru untuk wajib militer.

Menurut peraturan ini, penderita HIV/AIDS, TBC dan kanker serta pecandu narkoba diwajibkan untuk bertugas di tentara Ukraina.

Aturan terbaru ini menghilangkan kebijakan “kesesuaian parsial” sehingga kesesuaian warga negara Ukraina untuk dinas militer akan dinilai di kemudian hari.

Pejabat militer memutuskan apakah status kesehatan warga negara memungkinkan dia untuk berperang di garis depan atau bertugas di belakang.

Misalnya, pasien tuberkulosis hanya ditolak wajib militer jika menderita kerusakan paru-paru parah dan dapat menularkan penyakit tersebut.

Pasien kanker dan HIV-AIDS yang berada dalam remisi kemungkinan besar dianggap cocok untuk berbagai posisi tergantung pada tujuan penggunaannya.

Warga dengan kondisi kesehatan yang tidak terlalu serius akan diminta untuk melakukan pemeriksaan ulang dalam 6 bulan.

Mereka yang dianggap “terklinikalisasi” akan memiliki tugas yang lebih mudah.

Pasien dengan “perubahan sisa setelah pengobatan TBC” dapat dirujuk ke lini pertama.

Ukraina juga mengambil tindakan serupa terhadap orang-orang dengan gangguan mental.

Penderita skizofrenia, yang jarang kambuh dan menderita kecanduan narkoba ringan, memiliki tugas selain berkelahi.

Sedangkan pasien yang menderita gangguan stres pasca trauma (PTSD) ditolak total jika mengalami masalah yang serius.

Awal tahun ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengklaim bahwa Ukraina “hanya” kehilangan 31.000 tentara sejak dimulainya perang dengan Rusia.

Media Barat bahkan menggambarkan angka ini terlalu rendah.

Tentara Ukraina ingin memperkuat ratusan ribu tentaranya. Dilaporkan bahwa banyak tentara yang kelelahan berada di garis depan dan perlu diganti. Tidak ada seorang pun yang ingin menjadi tentara

Sementara itu, seorang tentara Ukraina yang bertugas di batalion Azov mengaku tidak ada yang mau bergabung dengan pasukan Ukraina.

Tentara tersebut, yang dikabarkan bernama Nico, mengungkap situasi rumit yang dialami Ukraina saat ini.

Ia mengatakan banyak warga Ukraina yang menghindari dinas militer.

“Sekarang tidak ada seorang pun yang mau bergabung dengan angkatan bersenjata Ukraina,” kata Nico kepada media lokal, seperti dikutip Sputnik News.

Nico mengaku harus berjuang meski kehilangan satu kakinya di medan pertempuran. Dia mengatakan tidak ada staf lain yang akan menggantikannya.

Telah terjadi kekurangan personel militer di Ukraina selama berbulan-bulan.

Tentara negara-negara Eropa Timur semakin lelah karena tidak dirotasi. Disiplin mereka melemah, sehingga efektivitas unit menurun.

Di sisi lain, Rusia justru lebih unggul. Pasukan Rusia berhasil menguasai sebuah desa di Republik Rakyat Donetsk dengan mudah dan nyaris tanpa perlawanan.

Nico kembali menegaskan, belum ada yang siap bertarung di lini depan.

Dalam beberapa pekan terakhir terdapat laporan bahwa beberapa tentara Ukraina menolak menerima perintah dari panglima baru Ukraina, Oleksandr Syrsky.

Syrsky kalah populer dibandingkan panglima tertinggi sebelumnya, Valery Zaluzhny.

Nico mengklaim warga Ukraina yang telah mencapai usia wajib militer akan melakukan apa saja untuk menghindari wajib militer.

“Termasuk berenang melintasi Tisza dan tenggelam di sana,” kata Nico.

Sekitar 22 warga Ukraina dilaporkan tewas dalam upaya serangan di Sungai Tisza, yang merupakan perbatasan antara Ukraina dan Rumania.

(Tribunnews/Febri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *