TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada Minggu (23 Juni 2024), Kota Jakarta kembali dinobatkan sebagai kota dengan kualitas udara terburuk ketiga di dunia, setelah Beijing (China) dan Kinshasa (Kongo).
Berdasarkan data resmi IQAir. Pukul 05.40 WIB jumlah partikulat 2,5 dan konsentrasi 74 mikrogram per meter kubik.
Nilai ini 14,8 kali lebih tinggi dibandingkan pedoman tahunan WHO untuk kualitas udara.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komite Energi DPR Eddy Soparno menegaskan kualitas udara di banyak kota di Indonesia sangat memprihatinkan dan proses transisi energi perlu segera dilaksanakan.
“Kualitas udara di Jakarta, Surabaya, Bandung, Bogor, Tangsel, dan lain-lain masuk dalam kategori bahaya kesehatan. Jika tidak dilakukan tindakan serius, dampak negatifnya akan semakin meluas. Bagi saya, tidak ada jalan lain. pilihan. “Kita harus mempercepat program transisi energi kita,” katanya.
Ia menjelaskan, memburuknya kualitas udara di Jakarta dan kota-kota besar lainnya bukan lagi sekedar strategi business-as-usual, namun kini sudah berada pada tahap yang harus diselesaikan melalui strategi manajemen krisis.
“Pendekatan terhadap masalah ini tidak lagi bersifat bisnis seperti biasa, dan semua kepentingan bekerja sama untuk memastikan bahwa sumber energi fosil yang dominan saat ini dapat digantikan oleh energi panas bumi, hidrogen, matahari, angin, biomassa, dan sumber energi lainnya Harus mengelola krisis agar para pihak memprioritaskan, setidaknya untuk gas bumi,” jelasnya.
Sekjen PAN ini menjelaskan, selama hampir lima tahun menjabat Ketua Komite Energi DPR RI, ia selalu menegaskan bahwa percepatan transisi energi bukan hanya sekedar basa-basi saja, namun perlu diwujudkan sesegera mungkin.
“Potensi energi terbarukan di Indonesia sangat melimpah, dan akses terhadap pendanaan domestik dan internasional tidaklah sulit. Kami sepakat untuk mencapai solusi kolektif terhadap banyak permasalahan klasik yang menghambat proses transisi energi,” tegasnya.
Edhi mengakui, Indonesia saat ini menghadapi banyak kendala, antara lain surplus listrik di banyak daerah, tarif yang lebih tinggi, kebutuhan investasi yang tinggi, serta permasalahan jaringan dan transmisi.
“Namun saya tegaskan, permasalahan ini belum ada solusinya, apalagi banyak pilihan penyelesaian permasalahan tersebut yang sudah dibahas oleh pemerintah, pelaku usaha, dan oleh kami, Komite VII DPR RI, tinggal dijalankan keluar, dan harus segera dilaksanakan,” lanjutnya sebagai politikus berpengalaman. Beliau memiliki karir selama lebih dari 20 tahun di banyak institusi perbankan internasional.
Padahal, lanjut Eddy, pada tahun 2023 investasi di sektor energi terbarukan akan relatif rendah. Sama sekali tidak mungkin hal ini terulang kembali di tahun 2024, apalagi menjadi tren di tahun-tahun mendatang.
“Secara pribadi, para pengambil keputusan duduk bersama untuk merumuskan solusi dan hasil jangka pendek yang akan berfungsi sebagai panduan untuk mengurangi energi fosil dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Kami percaya bahwa merancang platform keuangan dan operasional perlu dilakukan.” BPBD DKI menyiapkan teknologi modifikasi cuaca untuk mengatasi pencemaran.
Di tempat terpisah, Pemprov DKI Jakarta terus berupaya menurunkan tingkat polusi, salah satunya dengan memperkenalkan teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Sekretaris Jenderal Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Aji mengatakan, pihaknya siap berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Kami akan berkoordinasi dengan BNPB dan BMKG mengenai instruksi Pj Gubernur untuk menerapkan TMC di Jakarta seiring dengan kondisi atmosfer di Jakarta yang belakangan ini semakin memburuk,” ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (24/6/2024).
Bahkan, BMKG disebut Isnawa juga telah membentuk anggota parlemen yang khusus menangani perubahan iklim.
“Oleh karena itu, diharapkan bahwa hal ini dapat membantu dalam diskusi yang lebih teknis mengenai pelaksanaan operasi TMC di masa depan di Jakarta,” kata Isnawa.
Isnawa menjelaskan, penerapan TMC untuk mengatasi cuaca ekstrem dan polusi udara bukanlah hal baru bagi Jakarta.
Sebelumnya, pada tahun 2022, tim gabungan BMKG, BNPB, TNI AU, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penyemaian garam di sekitar Jakarta untuk mengatasi risiko kejadian cuaca ekstrem.