Ubah Aturan Usia Calon Kepala Daerah, Pengamat: MA Seharusnya Bekerja Sesuai Fungsinya

Laporan jurnalis Tribunnews Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menyoroti putusan Mahkamah Agung (MA) tentang syarat minimal usia calon kepala daerah.

Dengan putusan tersebut, Mahkamah Agung menetapkan calon pejabat tertinggi daerah (walikota dan wakil walikota) dapat mendaftar jika berusia di bawah 30 tahun dan telah mencapai usia tersebut pada saat dilantik.

Jamil mengatakan keputusan ini mengejutkan karena Mahkamah Agung bertindak sebagai pengambil keputusan. 

Padahal, MA bukan lembaga pengatur, hanya mempunyai kewenangan menguji materil, kata Jamil dalam keterangannya, Jumat (31/05/2024).

Hak untuk melakukan pemeriksaan ahli pada hakekatnya adalah hak untuk memeriksa/mengevaluasi norma hukum suatu undang-undang secara obyektif menurut muatannya (materiil) dan apakah bertentangan dengan dokumen normatif yang lebih tinggi.

Terkait hal itu, dia mengatakan MA hanya memutus uji materi peraturan perundang-undangan di bawah UU. Sementara itu, KPU berhak mengeluarkan peraturan, namun harus mendapat izin DPR.

Ia mencatat, putusan MA Nomor 23-P/HUM/2024 sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MC) terkait usia calon presiden dan wakil presiden. Mahkamah Konstitusi juga hanya berhak menjalankan kontrol yudisial dan tidak menerbitkan dokumen normatif.

Oleh karena itu, sungguh ironis kalau MA selain menetapkan usia pemimpin daerah juga mengubah aturan. Di sini MA sudah berfungsi sebagai lembaga regulator,” kata Jamil.

Oleh karena itu, menurutnya, hendaknya Mahkamah Agung memutus perkara sesuai dengan tugasnya saja dan tidak boleh melakukan hal-hal yang bukan merupakan tugasnya.

“Jika ini terus berlanjut, Mahkamah Agung tidak akan berfungsi lagi. Ini jelas berbahaya bagi kehidupan bangsa dan negara,” jelas Jamil.

Diketahui, Mahkamah Agung mengabulkan tuntutan Partai Garuda mengenai batasan usia minimal calon kepala daerah.

Hal itu diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 yang diterbitkan pada Rabu (29/05/2024).

“Mosi Penggugat untuk menggugat hak uji materi dikabulkan: Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda),” demikian bunyi putusan Mahkamah Agung yang dimuat di situs resminya.

Pasal 4(1)(d) Peraturan Nomor 9 tentang Pencalonan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2020, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mahkamah Agung, surat KPU Republik Indonesia dan/atau walikota dan wakil walikota bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.

Melalui putusan tersebut, MA memerintahkan KPU untuk mengubah Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU dengan terlebih dahulu mensyaratkan calon Gubernur (Cagub) dan Wakil Cagub harus berusia minimal 30 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. ulang tahun mereka yang ke 30. Keputusannya, calon tersebut harus berusia lebih muda dari pasangannya hingga setelah pelantikan calon terpilih.

Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU yang dinyatakan bertentangan menyatakan:

“Sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon walikota dan wakil walikota, dan 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati dan wakil walikota, atau sekurang-kurangnya 25 tahun bagi calon walikota dan wakil walikota. wakil walikota, paling singkat 25 (dua puluh lima) tahun. pasangan calon”,

Namun Mahkamah Agung mengubah pasal a quo sebagai berikut:

“… batasan usia minimal 30 (tiga puluh) tahun bagi calon walikota dan wakil walikota, 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati dan wakil atau calon walikota. Diawali dengan pelantikan wakil walikota, pasangan calon terpilih.

Selain itu, KPU Mahkamah Agung RI terhadap calon peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota sesuai Pasal 4 ayat (1) d PKPU Nomor 9 memerintahkan untuk dipatuhi. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *