Turki Kecam Keputusan Knesset Israel Tolak Pembentukan Negara Palestina

TRIBUNNEWS.COM – Türkiye mengutuk diadopsinya resolusi di Parlemen Israel atau Knesset yang menentang pembentukan negara Palestina.

Ankara menyebutnya sebagai tanda pengabaian Israel terhadap hukum internasional, TRT World melaporkan.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri pada Kamis (18/07/2024), “Disahkannya resolusi parlemen Israel yang menolak berdirinya negara Palestina merupakan tanda lain bahwa Israel mengabaikan hukum dan perjanjian internasional.”

Kementerian Luar Negeri Turki menekankan bahwa pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur dalam perbatasan tahun 1967 merupakan persyaratan hukum internasional.

Kementerian mengutuk provokasi Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Givir, yang didorong ke Masjid Al-Aqsa oleh pasukan keamanan Israel pada Kamis (18 Juli 2024).

“Israel harus menghentikan tindakan yang semakin meningkatkan ketegangan di kawasan,” katanya.

Knesset Israel mengesahkan resolusi tersebut dengan suara mayoritas 68-9.

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa pembentukan negara Palestina “akan mengancam keberadaan Negara Israel dan warganya di jantung Tanah Israel, melanggengkan konflik Israel-Palestina dan merusak stabilitas regional.”

Pemungutan suara tersebut dilakukan pada hari Minggu, ketika Netanyahu dijadwalkan terbang ke Washington untuk bertemu Presiden AS Joe Biden dan berpidato di Kongres, App News melaporkan. Pejabat Otoritas Palestina mengutuk keputusan Israel

Presiden Otoritas Palestina Hussein al-Sheikh mengutuk keputusan tersebut di media sosial.

Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina mengutuk keputusan Knesset Israel

Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, mengutuk penerapan resolusi tersebut.

“Tidak ada partai Zionis, baik di pemerintahan maupun oposisi, yang menentang keputusan ini,” tulisnya kepada X.

Keputusan ini merupakan deklarasi resmi penolakan perdamaian dengan Palestina dan berakhirnya Perjanjian Oslo, tulis Barghouti.

Perjanjian Oslo, yang pertama kali ditandatangani antara para pemimpin Palestina dan Israel pada tahun 1993, menyerukan keberadaan negara Palestina yang berdaulat di samping negara Israel.

Namun, Israel terus melakukan kebijakan seperti membangun permukiman ilegal di tanah Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan blokade total terhadap Gaza.

Pada bulan Februari, Knesset mendukung keputusan pemerintah untuk tidak mengakui Otoritas Palestina secara sepihak.

Sementara itu, setidaknya 38.848 warga Palestina tewas dalam pertempuran hari ke-286 Israel di Gaza.

Sebanyak 89.459 orang lainnya terluka, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

Lebih dari 10.000 orang terkubur di bawah reruntuhan dan lebih dari 9.500 orang disandera di Tel Aviv.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *