Tujuh Rekomendasi Praktik Perkebunan Sawit Berkelanjutan untuk Kurangi Emisi Karbon

Dilansir reporter Tribun News, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Industri perkebunan kelapa sawit Indonesia saat ini merupakan yang terbesar di dunia dari segi luas dan produksi.

Selain itu, industri kelapa sawit Tanah Air juga mendapat perhatian internasional karena Indonesia dinilai berperan penting dalam pengelolaan emisi karbon dioksida global. Namun, terdapat perdebatan mengenai apakah perkebunan kelapa sawit benar-benar mengurangi atau meningkatkan emisi CO2.

Pasalnya, perkebunan kelapa sawit berpotensi meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Hal ini karena lebih dari 80% hilangnya hutan disebabkan oleh pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Tindakan ini tentu akan berdampak besar terhadap iklim global.

Oleh karena itu, para pemangku kepentingan di industri kelapa sawit harus mengadopsi pendekatan berkelanjutan dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit, menjadikannya solusi penting untuk mengurangi gas rumah kaca dan meningkatkan kredit karbon.

Profesor PhD. inframerah Reni Mayerni.M.P., Deputi Bidang Riset Strategis Lemhanas RI, saat diskusi panel (SGD) bertajuk “Strategi Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kredit Karbon dan Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca” yang diselenggarakan di Gedung Lemhanas Jakarta, Senin tanggal 29 April 2024 dengan 7 rekomendasi.

Ketujuh rekomendasi tersebut ditujukan bagi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan untuk meningkatkan kredit karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Tujuh saran dari Profesor Dr. inframerah Reni Mayerni adalah:

1. Meningkatkan penyediaan lahan untuk mendukung pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.

2. Memperkuat penelitian dan penggunaan teknologi inovatif dalam industri kelapa sawit untuk mengurangi emisi karbon.

3. Meningkatkan daya saing kelapa sawit melalui strategi branding.

4. Meningkatkan pengendalian dan pengelolaan data karbon kelapa sawit.

5. Meningkatkan efektivitas regulasi dan penegakan hukum kelapa sawit dan perlindungan lingkungan hidup.

6. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

7. Memperkuat kerja sama antarlembaga untuk memperkuat daya saing kelapa sawit.

Lokakarya panel ini diselenggarakan oleh Yayasan Bentang Merah Putih bekerja sama dengan LBPDPKS dan Lembaga Ketahanan Nasional Indonesia (Lemhanas).

Acara tersebut diresmikan oleh Wakil Gubernur Rhode Island, Lemhanas, Letjen TNI Eko Margiyono. Ia menegaskan, kelapa sawit kini menjadi penopang penting perekonomian Indonesia.

Oleh karena itu, penting untuk mendukung pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan untuk meningkatkan kredit karbon dan meminimalkan emisi gas rumah kaca.

Oleh karena itu, hasil dollar Singapura diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ketahanan negara, khususnya di bidang perekonomian.

Kecuali profesor. PhD. inframerah Reni Mayerni, M.P., Associate Director Riset Strategis, Lemhanas RI, SGD, turut memperkenalkan pembicara Dr. IR. Musdalifah Machmud M.T., Panel Pakar Konektivitas, Pengembangan Jasa dan Sumber Daya Alam Dr. Ruandha Agung Sugardiman, MSc, Direktur Departemen Perencanaan Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Profesor Ari D Pasek, MSc, Kepala Laboratorium Termodinamika Kelompok Keilmuan Konversi Energi ITB; Rizaldy Boer, Direktur, Pusat Pengelolaan Iklim, Peluang dan Risiko, IPB Asia Tenggara dan Pasifik, dan Triana Meinarsih, Kepala Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia, Litbang dan Pengembangan Infrastruktur, Kementerian Keuangan, BPDPKS.

Respondennya adalah Dr. Basuki Sumawinata dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit Balai Penelitian Pertanian Bogor, Dr. Bandung Sahari dari GAPKI dan Istiana Maftuchah, wakil direktur Biro Pengawasan Perdagangan Karbon.

Yohana E. Hardjadinata, Presiden Yayasan Bentang Merah Putih, berharap SGD ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat untuk produksi film berjudul “Kisah Tentang Kami: Cinta Sawit”. Berlatar belakang kehidupan di perkebunan kelapa sawit, film ini bertujuan untuk memberikan soft diplomacy kepada dunia tentang minyak sawit Indonesia dan perannya dalam perdagangan karbon dan gas rumah kaca.

Ia menegaskan, Indonesia merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Selain dikenal sebagai penghasil minyak sawit terbesar.

Ia juga mengingatkan bahwa perkebunan kelapa sawit berpotensi meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK). Sebab, lebih dari 80% hilangnya hutan disebabkan oleh pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Tindakan ini tentu akan berdampak besar terhadap iklim global.

Oleh karena itu, penting untuk melakukan pendekatan berkelanjutan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit sehingga dapat menjadi solusi penting untuk mengurangi gas rumah kaca dan meningkatkan kredit karbon.

Pendekatan ini mengoptimalkan produksi minyak sawit dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan sosial.

“Perlu mengkaji strategi pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan untuk meningkatkan pendapatan kredit karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca,” ujarnya.

Diharapkan dengan menerapkan strategi pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di lahan terdegradasi, Indonesia dapat mencapai kesejahteraan rendah karbon, melestarikan hutan hujan tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati dan cadangan karbon, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

“Hal ini juga merupakan bagian dari upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi dampak perubahan iklim,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *