TRIBUNNEWS.com – Pejabat Israel Sharon Haskel menuduh pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah sebagai “serigala berbulu domba”.
Haskell mengangkat kolase foto al-Julani saat jumpa pers, Selasa (17/12/2024), mengimbau masyarakat tidak disesatkan oleh tokoh al-Julani dan HTS.
Ia juga mengatakan HTS adalah organisasi teroris dan sangat berbahaya bagi Barat.
“Jangan tertipu dengan upaya menutup-nutupi fakta, (kelompok) pemberontak di Suriah adalah pihak yang jahat.”
“Bahkan jika mereka mengganti namanya, kami tahu siapa mereka, sifat asli mereka. Kami memahami (juga) betapa berbahayanya mereka bagi Barat,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Haskell seperti dikutip Times of Israel. .
“Itu (HTS) adalah organisasi teroris dan serigala berbulu domba,” tegasnya.
Sementara itu, di hari yang sama, Israel menyerang Saida di Golan yang diduduki, serta desa tetangga Mukraz, yang terletak di perbatasan administratif antara Daraa dan Kunitra.
Enam hari berturut-turut, Israel terus maju ke wilayah Suriah.
Sekarang, menurut al-Mayadeen, Israel menguasai sebagian Gunung Hermon di Suriah.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dilaporkan telah menduduki “zona penyangga” di Dataran Tinggi Golan yang diduduki.
Selain itu, perebutan sumber daya air tawar utama oleh Israel di Suriah selatan, khususnya Cekungan Yarmouk, merupakan perubahan strategis dalam kendali infrastruktur penting. HTS ingin Israel mundur
Mantan Muhammad al-Julani, yang kini lebih dikenal dengan nama lahir Ahmed al-Shara, menegaskan tidak akan membiarkan negaranya menjadi “basis” perang melawan Israel “atau negara mana pun”.
Dia juga meminta Israel untuk mengakhiri serangan udaranya dan menarik diri dari wilayah pendudukan Suriah.
Al-Jolani mengatakan dalam wawancara eksklusif dengan The Times pada Senin, 16/12/2024: “Pembenaran Israel (mengambil alih Suriah) adalah karena Hizbullah dan angkatan bersenjata Iran. Pembenaran itu sudah tidak ada lagi.”
Selain itu, Al-Julani mengatakan pihaknya tidak ingin berkonflik dengan siapapun, termasuk Israel.
Oleh karena itu, al-Jolani kembali menegaskan bahwa dia tidak akan membiarkan Suriah dijadikan basis serangan.
Kami tidak ingin konflik dengan Israel atau pihak lain.
“Kami tidak akan membiarkan Suriah digunakan sebagai platform serangan.”
“Rakyat Suriah harus istirahat, serangan harus dihentikan. Israel harus mundur dari posisi sebelumnya,” tegasnya. Jatuhnya rezim al-Assad
Setelah puluhan tahun dikuasai Presiden Suriah Bashar al-Assad, ibu kota Damaskus jatuh ke tangan oposisi pada Minggu (7/12/2024). Kelompok oposisi bersenjata terlibat dalam perjuangan berlarut-larut untuk menggulingkan rezim al-Assad, menurut Middle East Monitor.
Pasca eskalasi konflik pada 27 November 2024, rezim al-Assad kehilangan kendali atas banyak wilayah mulai dari Aleppo dan Idlib hingga Hama.
Ketika jalan-jalan di Damaskus akhirnya direbut, pasukan rezim mulai mundur dari gedung-gedung dan jalan-jalan pemerintah. Sementara itu, kekuatan oposisi memperkuat pusat kota.
Penyerahan Damaskus kepada oposisi secara resmi mengakhiri 61 tahun kekuasaan Assad.
Al-Assad dan keluarganya diketahui melarikan diri dari Suriah setelah oposisi menguasai Damaskus.
Rezim al-Assad dimulai ketika Partai Ba’ath Sosialis Arab berkuasa di Suriah melalui kudeta pada tahun 1963.
Pada tahun 1970, ayah al-Assad, Hafez al-Assad, mengambil alih kekuasaan melalui kudeta di dalam partainya.
Setahun kemudian, Hafez al-Assad resmi menjadi presiden Suriah.
Dia tetap berkuasa sampai kematiannya pada tahun 2000, ketika dia digantikan oleh Assad.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)