Tuai Pro Kontra, Komisi III DPR Nilai OTT KPK Masih Diperlukan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi III DPR RI menilai Operasi Tangkap (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih perlu dilakukan.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menanggapi perbedaan pendapat antara Presiden KPK Nawawi Pomolango dan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkait OTT.

“Sebagai mitra kerja KPK, Komisi III memandang OTT saat ini masih diperlukan. Karena benar apa yang disampaikan Presiden KPK, maling masih banyak,” kata Sahroni kepada wartawan, Kamis (13/6/). 2024).

Politisi Partai NasDem itu menyebut mekanisme pencegahan korupsi yang ada saat ini belum cukup kuat.

Maka menurutnya, sambil terus melakukan inovasi di bidang pencegahan, OTT harus terus digenjot agar upaya pemberantasan korupsi tidak melemah. 

“Bagaimana orang mencuri uang negara kita? Biarkan saja,” ujarnya.

Sahroni juga menyebutkan beberapa inovasi dalam menghentikan KPK, salah satunya adalah Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). 

Menurut Sahroni, selain ingin melestarikan budaya OTT, KPK juga terus berupaya menciptakan sistem pencegahan yang matang.

“Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong kementerian dan lembaga untuk melakukan pembelian melalui katalog elektronik, sehingga penipuan dapat dengan mudah dikendalikan dan dikurangi. Dengan demikian transparansi dan digitalisasi semakin digencarkan. Sistemnya sudah matang, tidak mungkin suatu saat kita tidak membutuhkan OTT lagi,” kata Sahroni.

Sebab menurut Sahroni, ketika mekanisme pencegahan korupsi sudah matang dan matang, maka para pelaku korupsi tidak akan mampu lagi melakukan atau bahkan mencoba melakukan korupsi.

“Ya, ke depan, ketika sistem sudah rumit, tikus-tikus koruptor tidak akan lagi mencari celah. Padahal, itulah cara pemberantasan korupsi yang paling efektif, yang kita semua harapkan,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut operasi OTT adalah metode desa. 

Pernyataan Luhut kemudian dijawab oleh Ketua KPK RI Nawawi Pomolango. 

Menurutnya, digitalisasi yang disebutkan Luhut tidak akan menjamin terbebasnya tindak pidana korupsi. 

Nawawi juga mengatakan, tindak pidana korupsi masih merajalela di tengah meningkatnya digitalisasi di Indonesia.

Kenyataannya digitalisasi belum bisa menjawab semuanya. Negara ini masih disibukkan dengan persoalan korupsi. Padahal digitalisasi sudah begitu maju, kata Nawawi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/). . 2024).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *