Laporan Bayu Indra Permana dari Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tsania Marwa mendapat gelar master di bidang psikologi setelah menyelesaikan gelar masternya.
Dalam disertasinya, Tsania Marwa berbagi pengalamannya mengenai dampak perceraian orang tua tanpa hak asuh.
Namun ia menegaskan, isinya tidak sepenuhnya berdasarkan pengalaman pribadi, karena penguji perlu menjelaskan relevansi karya ilmiah tersebut.
“Sebenarnya (latar belakang) itu karena pengalaman pribadi, tapi itu tidak cukup, karena panduan saya tentu saja, ‘Apa terburu-buru?’ Saya melihat, oleh karena itu, fenomena perceraian yang semakin hari semakin meningkat di Indonesia menjadi landasan tesis ini, jelas Tsania Marwa di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (20/10/2024).
“Karena angka perceraian semakin meningkat, masalah hak asuh juga ada, dulu di Indonesia tidak ada persyaratan hukum dan sekarang alhamdulillah sudah terang dengan hasil MK, dan alhamdulillah atas hasil saya. tesisnya sesuai dengan hipotesis saya,” jelasnya.
Saat Tsanya sedang mengerjakan tesisnya, ia menjelaskan bahwa ia tidak hanya bisa membicarakan masalah pribadi, tetapi juga membutuhkan penelitian ilmiah.
Pengalaman pribadinya dijadikan dasar dan inspirasi untuk memulai penelitian.
“Mungkin banyak yang mengira skripsi itu tentang kehidupan, tapi saya tegaskan tidak. Skripsi itu artikel ilmiah, semuanya hasil penelitian sebelumnya,” jelas Tsania.
Dalam disertasinya, ia akhirnya membahas dampak orangtua yang terpisah dari anaknya.
“Saya masih mencari inspirasi, ada efek psikologisnya kalau orang tua berpisah dengan anaknya, jadi observasi saya ada efek psikologisnya, stres, cemas, dan susah tidur,” lanjutnya.
Sekadar informasi, Tsania Marva terus berjuang mendapatkan hak asuh kedua anaknya usai berpisah dengan Atalarik Syach.
Namun sejak bercerai dan berpisah, ia memberikan tunjangan anak hingga Tsania Marwa mengambilnya.
Ia mengaku sudah pasrah dan tak mau menempuh jalur hukum demi mendapatkan hak asuh Rambut Atalarik untuk kedua anaknya.