Tribun
Trump mengatakan dia siap untuk merundingkan kembali perjanjian nuklir Iran yang dia tarik dari masa kepresidenannya. ?
Dalam pidatonya di New York, Trump tidak merinci apa yang ingin ia capai dari kesepakatan tersebut jika ia terpilih kembali pada pemilu presiden AS 2024.
Kandidat presiden dari Partai Republik itu hanya ingin menekankan bahwa perundingan itu penting karena ancaman yang mungkin ditimbulkan Iran jika negara itu memiliki senjata nuklir. ?
“Ya, benar,” jawab mantan presiden itu ketika ditanya apakah dia akan membuat kesepakatan dengan Iran.
“Kita harus membuat kesepakatan karena konsekuensinya tidak dapat diterima,” lanjut Trump.
Pernyataan tersebut menarik perhatian banyak pihak, pasalnya Trump diketahui sangat menentang Iran semasa menjadi presiden Amerika Serikat dan kampanye politiknya selama ini. ?
Pada tahun 2018, Trump menarik diri dari perjanjian dengan Iran yang mengharuskan Iran menghentikan program senjata nuklirnya untuk meringankan sanksi internasional. ?
Sejak Trump menarik AS keluar dari perjanjian tersebut, Iran terus memperkaya uranium yang diperlukan untuk mengembangkan senjata nuklir.
Tindakan Iran juga meningkatkan ketegangan di Timur Tengah, terutama agresi Israel terhadap wilayah Palestina dan Lebanon. ?
Soal kapan rencana ini akan dilaksanakan, Trump mengaku jika memenangkan pemilu 2024, ia siap mencapai kesepakatan dengan Iran dalam waktu seminggu setelah pemilu presiden. Iran masih tidak mempercayai AS dalam masalah nuklir
Iran sendiri telah mengindikasikan kesediaannya untuk memulai perundingan nuklir dengan PBB.
Hal itu dilakukan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi saat berpidato di Majelis Umum PBB di New York, Senin (23 September 2024).
“Saya akan berada di New York selama beberapa hari lebih lama dari Presiden (Masoud Pezeshkian) untuk mengadakan lebih banyak pertemuan dengan para menteri luar negeri,” kata Abbas.
“Pada pertemuan ini, kami akan fokus untuk memulai putaran baru perundingan mengenai kesepakatan nuklir,” lanjutnya melalui pesan video yang diposting di saluran Telegram.
Dia menambahkan, keinginan Iran untuk mengadakan perundingan nuklir disampaikan langsung kepada perwakilan Swiss melalui “pernyataan kesiapan umum.”
Namun, Abbas menilai kesepakatan nuklir dalam perundingan tersebut akan sulit dicapai dalam jangka pendek.
Hal ini terjadi mengingat ketegangan hubungan internasional yang terjadi di Timur Tengah saat ini
“Kali ini pengembalian atau negosiasi perjanjian nuklir lebih sulit dan sulit dibandingkan sebelumnya.”
Sebelumnya, di bawah kepemimpinan Presiden Trump, Iran menandatangani perjanjian nuklir dengan enam negara besar dunia, antara lain Tiongkok, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat.
Dalam perjanjian tahun 2015, Iran setuju untuk membatasi program nuklirnya, yang disengketakan oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, sanksi internasional terhadap Iran dicabut pada saat itu.
Namun sayang, perjanjian tersebut terhenti setelah Trump memutuskan menarik Amerika Serikat pada tahun 2018.
Belajar dari pengalaman ini, Iran kini menegaskan bahwa mereka tidak ingin bergabung kembali dengan perjanjian nuklir jika Amerika Serikat melakukan intervensi langsung.
Isu tersebut disampaikan Abbas Araqchi yang menyatakan tidak akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk membahas kesepakatan nuklir baru.
“Saya kira tidak akan ada gunanya jika kita berdialog dengan (Amerika Serikat),” kata Abbas.
Abbas juga menilai Iran dan Amerika Serikat tidak memiliki kesamaan visi atau tujuan yang dapat menjadi dasar pertemuan langsung kedua negara.
“Pertemuan serupa telah diadakan di Amerika Serikat sebelumnya, namun sekarang tidak ada prinsip yang tepat untuk mendasari pertemuan tersebut.”
“Yang jelas kita masih jauh dari upaya untuk bernegosiasi langsung dengan Amerika Serikat,” tutupnya.
(Tribunnews.com/Bobby)