Laporan Reporter Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kelompok buruh merasa terlalu banyak uang yang dipotong dari pendapatan bulanannya.
Dengan meningkatnya pembahasan pemerintah tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang juga bersifat wajib, hal ini dinilai menjadi beban.
“Itu wajib, kalau dilihat isi PP 21 dan PP 20 itu wajib. “Jadi kalau tidak diputuskan atau perusahaan tidak membenarkan, akan ada sanksi administratif,” kata Koordinator Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), Sunarno di kawasan Patung Kuda, Jakarta, China (27/6). / 2024). ).
“Nah, itu yang tidak kita sepakati, jadi penarikan ini menarik,” lanjutnya.
Ia juga mencontohkan, banyak potongan wajib yang harus mereka terima setiap bulannya, mulai dari iuran JHT hingga BPJS Ketenagakerjaan.
“Sementara itu, masih banyak hal lain yang diambil dari kami sebagai pekerja. “Ada diskon JHT 2 persen, pemberi kerja 3,7 persen, BPJS Kerja diskon 1 persen, pekerja 1 persen, asuransi pensiun 1 persen,” jelasnya.
“Belum lagi PPH 21,5 hingga 10 persen per tahun. Tentu saja hal ini merugikan sebagian karyawan. “Kami meminta pemerintah menghapus Tapera ini,” tambah Sunarso.
Sebagai informasi, GEBRAK menggelar aksi demonstrasi bersama gabungan serikat pekerja dan mahasiswa hari ini.
Mereka ingin Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut UU Tabungan Perumahan Rakyat (yang sudah habis masa berlakunya) Nomor 4 Tahun 2016.
Hujan deras mengguyur lokasi aksi namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat para pengunjuk rasa yang terus melanjutkan aksinya.
Massa aksi bubar sekitar pukul 16.55 WIB. Aksi tersebut diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap menolak UU Pemberhentian.