Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha melaporkan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum FSP Elektronika dan Mesin Logam (LEM/SPSI) Jakarta Yusup Suprapto mengatakan, ribuan buruh akan melakukan aksi protes terhadap rencana penimbunan rumah rakyat atau Tapera.
Hal itu disampaikan Yusup diwakili Endang dalam jumpa pers tujuh organisasi dan Apindo Jakarta yang menolak rencana Tapera di Jakarta, Senin (10/6/2024).
“Sekali lagi kami di DPD LEM/SPSI Jakarta menolak Tepera. Rencananya tanggal 27 Juni akan dilakukan aksi secara nasional untuk mengumumkan Tapera ditarik untuk selama-lamanya,” kata Endang.
Endang mengatakan, sekitar 20.000 buruh akan bergabung di Istana Negara untuk menolak program Tapra.
“Kalau di seluruh tanah air sepertinya 10.000 sampai 20.000 orang lebih. Karena perwakilan federasi regional Jakarta bisa 3.000 sampai 4.000 orang,” kata Endang.
“Di Jakarta ada tiga wilayah: Jakarta Timur, Utara, dan Barat. Ada berapa PUK di Jakarta Selatan? Artinya sekitar satu juta pekerja, jadi akan ada 10.000 hingga 20.000 lebih banyak dari Jakarta, Insya Allah.” Dia menjelaskan. Apindo Jakarta memanggil tujuh serikat pekerja dan pembatalan rencana Tapera pada Senin (10/6/2024). (Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha)
Sebelumnya, tujuh serikat pekerja dan Dewan Pimpinan Negara Persatuan Pengusaha Indonesia (DPP APINDO) membuat nota kesepahaman untuk menolak pemeliharaan perumahan rakyat atau rencana Tapera di Jakarta.
Ketua DPP Apindo Solihin mengatakan, ada banyak alasan mengapa rencana tersebut tidak bisa dilaksanakan. Tapi itu harus ditolak.
“Sudah disahkan soal PP 21 Tahun 2024 tentang Pengumpulan Perumahan Rakyat atau Penyelenggaraan Tapera. Hari ini kita keluarkan laporan bersama,” kata Solihin di DPP Apindo Jakarta, Senin (10/6/2024).
Solihin mengatakan pihaknya memilih program Tapera pada tahun 2016. DPP Apindo Jakarta menyatakan penolakannya.
Oleh karena itu, pada 20 Mei 2024 terbitnya PP 21 tentang Tipra menghebohkan 24 pengusaha dan pekerja swasta, ujarnya.
Solihin menjelaskan, penerapan tarif 2,5 persen upah buruh akan menyulitkan buruh dan menurunkan daya beli buruh.
Selain itu, membebankan tarif 0,5 persen kepada pengusaha juga merupakan beban lain bagi pengusaha. Saat ini berkisar antara 18,24 persen hingga 19,7 persen.
Solihin melanjutkan, serikat pekerja dan tim menilai skema Tapera merupakan duplikat dari skema perumahan manfaat layanan tambahan di BPJS Ketenagakerjaan.
“Program BPJS ketenagakerjaan menjadi pilihan utama bagi para pekerja tunawisma. .
Selain itu, Solihin juga menyampaikan bahwa terdapat peluang besar bagi pengusaha swasta untuk terabaikan. Dan kesinambungan pekerjaan terbatas.
Jadi cara menggalang dana atau stabilitas menjadi sulit. Beda dengan PNS, TNI, Polri, jam kerjanya stabil dan panjang, jelasnya.
Solihin kemudian mengatakan, penyelenggaraan program Tapera dilakukan oleh lembaga nirlaba yang bergerak di bidang jasa ketenagakerjaan.
Sementara itu, pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan meliputi dewan pengawas pengusaha dan pekerja serta manajemen internal, tambahnya.
Karena itu, dia dan tujuh serikat buruh di Jakarta bersikukuh menolak rencana Tapera.
“Hal-hal tersebut sedang kami pertimbangkan, kami sepakat untuk meminta pemerintah membatalkannya, dan membatalkan pemberlakuan Tapera sebagai persyaratan bagi perusahaan dan pekerja swasta,” ujarnya.