Tiongkok akan menjadi tuan rumah perundingan rekonsiliasi Hamas-Fatah
TRIBUNNEWS.COM – China akan mengadakan pembicaraan rekonsiliasi Hamas-Fatah
Persatuan Palestina dipandang sebagai kunci rekonstruksi Gaza pascaperang.
The New York Times melaporkan pada tanggal 15 Juli bahwa Tiongkok akan menjadi tuan rumah bagi para pejabat senior Hamas dan Fatah untuk pertemuan minggu depan guna menyelesaikan perbedaan antara faksi-faksi Palestina yang bersaing.
Israel telah lama berusaha untuk mengangkangi dua gerakan politik utama Palestina.
Fatah yang nasionalis adalah andalan Otoritas Palestina (PA), yang telah memberikan keamanan bagi Israel di Tepi Barat yang diduduki sejak Perjanjian Oslo ditandatangani dengan Israel pada tahun 1993. Kelompok Islam Hamas telah memerintah Gaza sejak 2007 di tengah blokade Israel. dan memblokir
Rekonsiliasi antara kedua pihak sangat penting bagi masa depan Gaza pascaperang
Tiongkok mencoba menjadi penengah antara kedua kelompok tersebut pada perundingan putaran pertama yang diadakan di Beijing pada bulan April.
Pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh akan memimpin delegasi partainya ke Beijing, kata pejabat senior Hamas Moussa Abu Marzouk kepada New York Times.
Menurut Azzam al-Ahmed, anggota Komite Sentral Fatah, Fatah akan mengirim tiga pejabat ke ibu kota Tiongkok, termasuk Mahmoud al-Aloul, wakil ketua partai Fatah.
Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi akan mengadakan pertemuan pada 21 dan 23 Juli untuk mempertemukan Hamas dan Fatah. Faksi-faksi Palestina mengadakan pertemuan tambahan tanpa partisipasi Tiongkok.
“Kami selalu optimis, tapi kami mengatakannya dengan hati-hati,” kata Fatahar Ahmed melalui panggilan telepon dengan The Times.
Pejabat Gedung Putih di bawah Presiden Joe Biden mengatakan mereka ingin membantu PA yang didominasi Fatah mengendalikan Gaza atas nama Israel setelah perang saat ini.
Namun upaya Israel untuk mengalahkan sayap militer Hamas, Brigade Qassam, telah gagal, yang berarti Hamas tidak mempunyai suara dalam pemerintahan Gaza pascaperang.
Para pejabat Hama telah menyatakan kesediaannya untuk melepaskan kendali sipil atas Gaza untuk memungkinkan rekonstruksi, namun menghindari pembubaran sayap militer partai tersebut.
Ibrahim Dalalsha, direktur Horizon Center, sebuah kelompok penelitian politik Palestina, mengatakan masih ada kesenjangan besar antara Hamas dan Fatah, namun mereka akan mencapai konsensus nasional mengenai pemerintahan Gaza. “Jika ini tidak terjadi, tragedi besar akan terjadi,” katanya.
Membangun kembali Gaza adalah tugas besar, karena Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayahnya dan memperjelas bahwa 26 persen wilayah Gaza kini tidak dihuni oleh pasukannya.
Komunitas internasional, khususnya negara-negara Arab, mendesak sekutu Washington untuk menanggung biaya pembangunan kembali kota-kota Gaza yang dihancurkan oleh pasukan Israel. Puluhan miliar dolar dibutuhkan untuk rekonstruksi, termasuk membangun kembali infrastruktur kesehatan, air dan listrik di Gaza yang rusak.
Times mengatakan bahwa membentuk pemerintahan di Gaza tanpa hubungan formal dengan Hamas akan memudahkan Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan organisasi internasional untuk berpartisipasi dalam pembangunan kembali wilayah tersebut.
Tiongkok telah berupaya memperluas hubungan dan pengaruhnya di Asia Barat dengan membantu menengahi pemulihan hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Iran pada tahun lalu.
Tiongkok telah memperluas investasi di Asia Barat dan merupakan pembeli minyak mentah Teluk terbesar.
Beijing telah lama menjalin hubungan persahabatan dengan para pemimpin Palestina, termasuk Presiden PA Mahmoud Abbas dan Ketua Fatah Mahmoud Abbas, yang telah mengunjungi Tiongkok.
Hamas ingin menjalin hubungan dekat dengan Beijing.
Dalam sebuah wawancara di Doha, Abu Marzouk mengatakan kepada The Times bahwa Tiongkok adalah negara yang kuat dan kami ingin memperkuat hubungan kami dengannya. “Kami berusaha untuk tetap berhubungan dengan para rekrutan dan semuanya.”
Sumber: Buaian