Malaysia telah mengumumkan rencana untuk mengirim orangutan ke negara-negara pengimpor minyak sawit dalam upaya meningkatkan kredibilitas negara tersebut dalam melindungi keanekaragaman hayati.
Negara tetangga ini, Indonesia, merupakan produsen komoditas yang banyak digunakan terbesar kedua di dunia, dan aktivitas produksinya telah dikritik oleh para aktivis lingkungan hidup karena merusak habitat orangutan di Malaysia dan Indonesia.
Langkah ini dilakukan setelah Uni Eropa (UE) tahun lalu memutuskan untuk menghapuskan produk-produk seperti minyak sawit yang terkait dengan deforestasi pada tahun 2030.
Malaysia beralasan larangan tersebut diberlakukan untuk melindungi pasar minyak nabati di Uni Eropa. Bagaimana reaksi Malaysia?
Menteri Komoditas Malaysia Johari Abdul Ghani mengatakan rencana tersebut akan melibatkan pasokan orangutan ke mitra dagang seperti UE, India dan Tiongkok, yang mengimpor minyak sawit dalam jumlah besar untuk digunakan dalam produk mulai dari makanan hingga kosmetik.
“Ini akan menunjukkan kepada masyarakat dunia bahwa Malaysia berkomitmen dalam melestarikan keanekaragaman hayati,” kata Johari melalui platform media sosial X pada Selasa (7/5) malam.
“Malaysia tidak bisa melakukan pendekatan defensif terhadap isu kelapa sawit,” tambahnya.
“Sebaliknya, kita perlu menunjukkan kepada negara-negara di dunia bahwa Malaysia adalah produsen minyak sawit berkelanjutan dan berkomitmen terhadap konservasi hutan dan kelestarian lingkungan,” tegas Johari.
Rencana tersebut disamakan dengan “diplomasi panda” oleh Tiongkok, di mana pemerintah Tiongkok telah lama mengirimkan panda ke negara lain sebagai alat diplomasi.
Berdasarkan program yang ada saat ini, Tiongkok meminjamkan panda ke kebun binatang luar negeri, di mana anak panda harus dikembalikan dalam waktu beberapa tahun setelah kelahirannya agar mereka dapat berpartisipasi dalam program pembiakan Tiongkok. Bagaimana dengan kelapa sawit dan orangutan?
Minyak sawit digunakan dalam berbagai macam produk, mulai dari bahan tambahan makanan hingga lipstik, sabun, dan sampo.
Namun menurut organisasi konservasi WWF, produksi kelapa sawit di perkebunan besar telah memberikan kontribusi signifikan terhadap hilangnya habitat orangutan di Malaysia dan Indonesia, eksportir utama komoditas ini.
Hal ini menempatkan orangutan dalam bahaya kepunahan. Populasi orangutan di Kalimantan dan Malaysia saat ini kurang dari 105.000 ekor, menurut data WWF tahun 2012.
WWF memperingatkan di situs webnya bahwa jumlah tersebut diperkirakan akan turun menjadi 47.000 pada tahun 2025 kecuali jika ada langkah efektif yang diambil untuk melindungi hewan.
Mel/rs (Reuters, AFP)