TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tiga sidang hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait pembebasan Gregorius Ronald Tannur, putra Wakil DPR RI dari PKB Edward Tannur, sudah di depan mata.
Ronald Tannur diumumkan bebas dalam kasus meninggalnya seorang janda asal Sukabumi, Dini Sera Afrianti.
Berdasarkan putusan pengadilan, jaksa penuntut umum memastikan akan mengajukan banding atas bebasnya Ronald Tannur.
Meninggalnya Dini Sera terjadi pada Oktober 2023, bermula dari adu mulut antara perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat, dan Ronald Tannur di Blackhole KTV Club, Surabaya, Jawa Timur.
Atas kejadian tersebut, Ronald Tannur mendekam di penjara dan divonis 12 tahun penjara karena dianggap melanggar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Namun Hakim Ketua Erintuah Damanik menilai Ronald Tannur tidak terbukti secara sah dan terbukti dengan dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau ketiga Pasal 359 dari. KUHP dan 351 ayat (1) KUHP diterbitkan oleh jaksa penuntut umum.
“Terdakwa telah dibebaskan dari segala dakwaan di atas oleh Jaksa Penuntut Umum, memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan setelah membacakan putusan ini, mengembalikan hak-hak terdakwa dan mengembalikan kehormatannya,” kata hakim yang membacakan amar putusan. ruang Cakra. Pengadilan Negeri Surabaya di Surabaya, Rabu (24/7/2024).
Sebelum putusan dibacakan, jaksa penuntut umum menekankan tiga pertimbangan.
1. Hakim berpendapat bahwa kematian korban disebabkan oleh minuman keras
Dalam pertimbangannya, hakim menilai meninggalnya Dini Sera Afrianti bukan karena penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur.
Hakim menemukan wanita yang terkena dampak Dini meninggal karena meminum minuman beralkohol saat karaoke.
Kematian Dini bukan karena luka di jantungnya, melainkan karena penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol saat karaoke yang menjadi penyebab meninggalnya Dini, kata ketua juri Erintuah Damanik dalam diskusinya.
Menanggapi penilaian hakim, Jaksa Penuntut Umum menilai Majelis Hakim belum mempertimbangkan secara matang persoalan meninggalnya Dini.
“Meninggalnya atau matinya korban lebih banyak disebabkan oleh kadar alkohol, makanya kita melihat pandangan hakim bukan keseluruhannya, tapi pandangan hakim ketua sebagian,” kata Ketua Kejaksaan Agung. . Kantor. Harli Siregar saat ditemui di Kejaksaan Agung, Kamis (25/7/2024).
2. Hakim Ronald Tannur Berusaha Membantu Dengan Cepat
Dalam pemeriksaannya, Hakim Erintuah Damanik juga mengulas upaya Ronnald Tannur dalam membantu korban di masa sulit.
Terdakwa membenarkan bahwa ia membawa korban ke rumah sakit untuk mencari pertolongan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan, fakta adanya korban meninggal tidak bisa dipungkiri.
“Hakim harus mempertimbangkan, misalnya korban meninggal dunia,” ujarnya.
3. Tidak ada saksi
Dalam penilaiannya, hakim menyebut tidak ada saksi yang memberikan keterangan mengenai penyebab meninggalnya korban Dini.
Situasi ini telah dipertimbangkan secara matang di pengadilan dan tidak ditemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah seperti yang didakwakan, kata Ketua Hakim.
Dalam jawaban JPU, pengadilan mengatakan bahwa hakim harus mempertimbangkan fakta-fakta mengenai hubungan korban dan pelaku.
Harli mengatakan, pertikaian di antara mereka harus dianalisa terlebih dahulu sebelum korban meninggal.
Faktanya, tidak ada saksi yang melihat langsung pembunuhan tersebut.
Namun ada bukti berupa CCTV yang secara jelas membenarkan kejadian tersebut.
“Korban dan pelaku kejahatan ada di sana saat itu juga. Sempat terjadi adu mulut. Bukti CCTV menunjukkan korban melarikan diri,” kata Harley.
Selain itu, menurut Harli, hasil pemeriksaan terhadap korban juga harus menjadi bukti yang kuat.
“Ada hasil otopsi yang menjelaskan luka-luka yang dialami wanita tersebut,” ujarnya.
Setelah membebaskan terdakwa dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum menanyakan siapa yang harus bertanggung jawab atas kematian korban.
“Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas orang mati itu?” katanya. Keluarga Menerima Keputusan Hakim Tidak Benar
Adik mendiang Dini, Ruli Diana Puspitasari (35) mengatakan, keputusan hakim yang membebaskan Ronald Tannur tidak tepat.
“Iya, putusan hakim sangat tidak adil, padahal yang jelas terdakwa atau terdakwa merugikan keluarga kami sampai mati,” kata Ruli di Sukabumi, Kamis (25/07/2024).
Keluarga juga menerima surat dari pengacara dan diberitahu tentang langkah selanjutnya.
Rencananya akan mengajukan banding dan melaporkan kepada hakim bahwa tidak tepat memberikan putusan, ujarnya.
Adik Dini, Elsa Rahayu (26), mengatakan pihak keluarga kaget dengan keputusan hakim.
“Sungguh perasaannya, pihak keluarga kaget mendengar kabar tersebut (pembunuh Dini sudah bebas),” kata Elsa kepada Tribunjabar.id, Rabu (24/7/2024) malam.
Pembebasan Ronald Tannur dari segala hal yang berdampak pada keluarganya.
Padahal, berdasarkan hasil pemeriksaan Polres Surbaya, Ronald Tannur terbukti melakukan penyerangan dan pembunuhan terhadap Dini.
“Keluarga kami pasti kesal dan terluka,” kata Elsa.
Di sisi lain, Rolnald Tannur kembali ke keluarganya setelah keluarganya menjemputnya dari penjara, setelah ia dibebaskan oleh pengadilan.
Ia kemudian kembali ke rumahnya di Pakuwon City Virginia Regency, Surabaya.
Gregorius Ronald Tannur tak kuasa menahan kegembiraannya mendengar kalimat tersebut.
Air mata menggenang saat dia melepas kacamatanya untuk menyeka beberapa kali.
Usai persidangan, dia mengungkapkan langkah selanjutnya akan diberikan kepada tim kuasa hukumnya.
“Kalau begitu saya serahkan pada pengacara, yang penting sudah dipastikan oleh Tuhan,” ucapnya gembira sambil meninggalkan sidang.
Pengacaranya, Sugianto, mengucapkan terima kasih atas keputusan tersebut dan mengatakan bahwa keadilan telah ditegakkan.
Menurutnya, minimnya bukti yang membuktikan Gregorius Ronald Tannur melakukan pembunuhan menjadi faktor yang sangat penting dalam pengambilan keputusan tersebut.
(tribunnews.com/ashri/ tribunjabar/ tibunjatim.com/ Tony Hermawan)