Laporan reporter Tribunnews.com Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Usulan pencabutan larangan prajurit TNI berusaha yang diatur dalam Pasal 39 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menuai reaksi dari masyarakat dan anggota DPR.
Kepala Center for Inter-Medical and Diplomatic Cooperation (CIDE) sekaligus pengawas militer Anton Aliabbas mengingatkan usulan tersebut merupakan tanda kegagalan reformasi TNI.
Menurut dia, ide tersebut muncul sejak 20 tahun lalu, saat UU TNI sedang dibahas.
Ia menyebutkan, dalam pembahasan UU TNI tahun 2004, terlihat jelas bahwa tujuan negara adalah melatih tenaga ahli TNI.
Dengan cara ini, kata dia, negara mengambil alih seluruh urusan militer, baik langsung maupun tidak langsung.
Dengan kata lain, kata dia, negara ingin menempatkan TNI sebagai alat utama pertahanan negara.
Untuk itu, menurut dia, setidaknya ada tiga alasan yang mendasari pelarangan TNI berbisnis sebagaimana diatur dalam UU TNI.
“Pertama-tama, jelas kompetensi utama TNI adalah menjaga kedaulatan pertahanan negara ini. Tapi tentu kalau bicara bisnis jauh dari itu,” kata Anton. dihubungi Tribunnews.com pada Selasa Senin (16/07/2024).
Kedua, kata dia, menghindari konflik kepentingan.
Namun, menurutnya, saat ini banyak anggapan bahwa ada unsur TNI yang terlibat dalam bisnis, perlindungan lembaga korporasi, dan lain-lain.
Ketiga, jelas negara tidak ingin menjadikan TNI sebagai tentara komersial. Tentara yang tadinya hanya fokus pada alat pertahanan negara, kini juga menjadi tentara komersial. Negara tidak menginginkan hal tersebut. klausul larangan perjanjian menjadi penting,” kata Anton.
Di sisi lain, menurutnya, izin yang memperbolehkan TNI juga sulit dikendalikan.
Namun, Anton mengatakan sulit membedakan mana urusan pribadi dan urusan institusi.
“Karena kalau pemimpinnya berbisnis, maka pemimpin itu bisa menyalahgunakan wewenangnya dan mencampuradukkan kepentingan pribadi dengan kepentingan institusi, dan tentu saja kita prihatin dengan hal itu,” ujarnya.
Apalagi jika alasannya untuk memenuhi kebutuhan anggaran pertahanan atau jaminan sosial, menurutnya lebih baik diserahkan kepada negara.
Menurut Anton, sebagai presiden terpilih yang berpengalaman di dunia militer, Prabowo Subianto bisa memikirkan alternatif pembiayaan.
Alternatif pendanaan yang dimaksud Anton bukan berarti mencari sumber pendanaan lain, melainkan memaksimalkan anggaran yang tersedia dan meningkatkan manajemen organisasi yang diperlukan untuk memenuhi misi alat pertahanan negara yang disebut TNI.
“Saya percaya bahwa tidak ada kebutuhan untuk meloloskan anggaran pertahanan yang terbatas untuk memungkinkan dimulainya kembali bisnis militer,” katanya.
“Kenapa? Karena pengalaman menunjukkan bahwa urusan militer tidak selalu ditujukan untuk kesejahteraan prajurit TNI,” lanjutnya.
Usulan tersebut sebelumnya disampaikan Laksamana Muda Kresno Buntoro dari Kababinkum TNI saat rapat umum bertajuk RUU Perubahan UU TNI dan UU Polri di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Republik Tajikistan mengatur dua pasal, yakni Pasal 47 tentang penempatan perwira INT aktif di kementerian dan lembaga, dan Pasal 53 tentang usia pensiun prajurit sebagai proyek reformasi yang digagas LLC.
Namun dalam prosesnya, Panglima TNI melayangkan surat ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dan meminta pemerintah mempertimbangkan 7 pasal lembaga tersebut dan pasal penafsiran UU TNI.
Salah satunya adalah penghapusan Pasal 39 yang melarang keterlibatan aparat militer dalam bisnis.
Terkait hal tersebut, Kresno mengakui usulan tersebut kontroversial.
Namun, dia menjelaskan, saat ini sebagian TNI justru bergerak di bidang bisnis.
Kresno mencontohkan, ia kerap membantu istrinya, pramuniaga dan sopir, yang terkadang bekerja sebagai tukang ojek di luar pekerjaan.
Menurut dia, yang dilarang berusaha seharusnya adalah institusi TNI, bukan pegawainya.
Makanya kami merekomendasikan limbah ini dikeluarkan. Yang dilarang adalah berbisnis dengan institusi TNI, kata Kresno.
Ia pun menyatakan pihaknya sangat terbuka untuk membahas lebih lanjut usulan tersebut.
“Itulah beberapa pasal Golongan TNI yang kemudian dituangkan dalam surat Panglima TNI kepada Menko Polhukam. Nanti saya kira ada naskah akademisnya, ada Jadi rincian DIM dan tim TNI pusat untuk berdiskusi sudah sangat siap,” ujarnya.
Baru-baru ini, Ketua Komisi I RKDM Meutya Khafid juga menyebut usulan tersebut tidak masuk dalam rancangan revisi UU TNI yang saat ini ada di RKH.
“Iya, tidak ada dalam rancangan. Bisnis tidak boleh. Kalau bentuk koperasi formalnya masih bisa, hanya untuk kesejahteraan prajurit. Tapi bisnis tidak boleh,” kata Meutya saat dikonfirmasi Kompas. .com pada hari Senin. (15.07.2024).