TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan telah menyelesaikan proses perkara korupsi terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Di pengadilan terungkap bahwa cucu Syahrul Yasin Limpo (SYL), yakni Andi Tenri Bilang Radisyah Melati alias Bibie, adalah pemilik perusahaan tambang tersebut. Bibie adalah putri dari Indira Chund Thita.
Hal itu diungkapkan Thita saat menjadi saksi dalam sidang bebas dakwaan dan bungkam Kementerian Pertanian (Kementan) yang menghentikan ayahnya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/6/2024).
Kesaksian Thita bermula dari pertanyaan anggota juri Ida Aya Mustikawati tentang pengetahuannya tentang Bibia yang rutin menukarkan mata uang asing.
“Karena kamu bertanya pada dirimu sendiri mengapa Bibie menukar dolar?” tanya hakim.
“Soalnya Bibah (Nurhabibah, asisten pribadi Thita) bilang, ‘Saya baru tukar uang ke Bibie, Bu,’” jawab Thita.
Kemudian hakim bertanya kepada Thita tentang pekerjaan putranya.
Thita pun mengatakan, putranya sedang menjalin kesepakatan dengan teman-temannya.
Hakim yang tidak puas juga menuntut pajak Bibi.
Kemudian sosok yang juga anggota DĽR dari Partai NasDem itu mengatakan, putranya berbisnis pertambangan.
“Uang apa?” tanya hakim.
“Ada pertemuan bisnis di pertambangan,” jawab Thita.
“Apakah kamu tahu itu?” tanya hakim.
“Aku hanya mendengar kabar dari anakku,” kata Thita lagi.
Hal itu diungkapkan Asisten Pribadi Thita, Nurhabibah Almajid, soal perusahaan tambang Bibie saat menjadi saksi dalam persidangan yang berlangsung Kamis (29/05/2024).
Ia mengungkapkan, perusahaan tambang Bibie bernama PT Nagatana Pilar Abadi.
Kesaksian Nurhabibah bermula saat Hakim Ida menanyakan aktivitas saksi di perusahaan Bibi.
Setelah itu, Nurhabibah bersedia membantu Bibi mengelola perusahaan, terutama dari segi keuangan.
Perusahaan ini didirikan pertama kali pada tahun 2022.
“Kak, di PT, peran apa yang kamu mainkan?” tanya hakim.
Jadi saya diminta mengikuti rencana Bibie. Saat itu Bibie mendirikan perusahaan dan saya diminta mengurus biaya rekamannya, jawab Nurhabibah.
Ia juga menjelaskan, Bibie menjabat sebagai komisaris dan direkturnya adalah orang bernama Muhammad Reno.
Lebih lanjut, Nurhabibah membeberkan detail pekerjaan yang dilakukannya, seperti mencatat pengeluaran perusahaan.
Mendengar keterangan tersebut, hakim menanyakan rincian keuangan perusahaan untuk keperluan apa.
Setelahnya, Nurhabibah mengatakan dana tersebut digunakan untuk membangun kantin dan membeli kasur bagi para pekerja.
“Apakah kamu tahu berapa biayanya?” tanya hakim.
“Saya hanya mencatat pengeluaran-pengeluaran kecil karena perusahaan sedang memulai, seperti membangun shelter, membeli kasur untuk para pekerja dan sebagainya, Yang Mulia,” jawab Nurhabibah.
Belakangan, hakim menanyakan berapa kali Nurhabibah terlibat dalam kepengurusan perusahaan tersebut.
Ia pun menjawab tidak perlu terus-menerus memiliki perusahaan pertambangan.
Belakangan, hakim membenarkan kebenaran Bibie meminta Nurhabibah menggantikannya sebagai konsul.
Nurhabibah pun membuktikan kebenarannya.
Menurut Nurhabibah, alasan Bibie mundur dari jabatan komisaris karena yang bersangkutan ingin menjadi calon legislatif pada pemilu 2024.
“Jadi kamu di sini untuk menggantikan Bibie sebagai anggota dewan?” tanya hakim.
“Saya ditanya ketika perusahaan sudah berjalan lima bulan, Bibie bertanya, ‘Kamu Bib, bisakah kamu berganti menjadi komisaris pertama’.” Lalu aku bertanya, ‘Kenapa Kak Bie?’ (Bibie berkata) “Ya, saya tidak bisa menjadi perdana menteri karena saya ingin mencalonkan diri sebagai anggota parlemen,” jawab Nurhabibah.
“Jadi, kamu akan menjadi ketua dewan?” tanya hakim lagi.
“Baik Yang Mulia. Selama dua bulan,” jawab Nurhabibah.
Nurhabibah mengaku ingin menerima tawaran Bibia menjadi komisaris perusahaan karena imbalannya dan membutuhkan pekerjaan.
Selanjutnya hakim menanyakan apakah perusahaan Nurhabibah sudah membayar.
Ia pun menerima dan membayar Rp 4,5 juta per bulan.
“Apakah Anda akan tetap menerima uang dari PT atau tidak?” tanya hakim.
“Dibayar dari PT, Yang Mulia,” jawab Nurhabibah.
“Berapa tarifnya?” tanya hakim.
Gajinya Rp 4,5 juta, jawab Nurhabibah.