TRIBUNNEWS.COM – Taman Kanak-Kanak Wensen School Indonesia di Depok menjadi sorotan setelah pemiliknya terjerat kasus penganiayaan balita berinisial MK (2) dan HW (9 bulan).
Terungkapnya perbuatan kejam Meita Irianti pun mengungkap sisi gelap taman kanak-kanaknya.
Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok mengatakan Wensen School Indonesia tidak memiliki izin sebagai taman kanak-kanak.
Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Pengembangan PAUD dan Dikmas Dinas Pendidikan Kota Depok, Suhyana.
Menurut Suhyana, Wensen School Indonesia melanggar aturan karena izin tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Wali Kota Depok Nomor 70 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini 1 (satu) Tahun Pra Sekolah.
Makanya kemarin kita bahas, kita lihat juga aturan yang ada, apa tindakan kita, mereka melanggar aturan, kata Sukhyana dikutip Kompas.com, Sabtu (8/2/2024).
“Wensen izinnya Kelompok Bermain (KB), tapi punya TK.”
Akibatnya, Dinas Pendidikan Kota Depok akan memberikan sanksi dengan menutup Taman Kanak-kanak di Sekolah Vincent di Indonesia.
Apalagi, pemilik taman kanak-kanak tersebut kini berstatus tersangka kasus kekerasan terhadap anak.
“Jelas sanksi harus dijatuhkan di sini. Lalu apa sanksinya? Sanksinya penutupan, ujarnya.
Akibat perbuatan Meita Irianty, para orang tua yang menitipkan anaknya di TK Wensen School Indonesia pun kompak menitipkan anaknya di tempat lain.
Menurut Sukhyana, hal itu diketahui dari pengakuan lembaga perlindungan anak lain yang diinterogasi.
“Akhirnya saya apply, di situ juga ada TK. – Ternyata ada beberapa mahasiswa Vincennes yang pindah, jelas Sukhyana.
Hal senada disampaikan Kepala Pembinaan PAUD Dinas Pendidikan Kota Depok, Deasy Tanjung.
Deasy membenarkan, pihaknya tidak mengetahui Wensen School Indonesia membuka layanan taman kanak-kanak.
“Mereka belum mengajukan izin (tempat penitipan anak), jadi artinya kalau tidak punya izin, tidak ada bimbingan dari pengawas, jadi kami juga tidak tahu,” jelas Deasy, Jumat.
“Iya betul, (mengurus izin TK) ke Dinas Pendidikan Swedia karena punya izin sendiri. Dan TK Sekolah Wensen tidak memiliki izin, apalagi untuk TK?” Guru menjadi sasaran pelecehan dan upah minimum
Guru Ririn (nama samaran) mengatakan, selama bekerja di TK, ia hanya digaji Rp 250 ribu per minggu.
Selain gajinya yang kecil, Ririn juga menyebut tersangka kerap membebankan biaya tambahan kepada guru di sana.
Ia mengatakan guru diperlakukan seperti pelayan dan dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan tugasnya.
“Kalau guru ya, kami diperlakukan seperti pelayan. “Kenapa kami bilang mereka harus diperlakukan sebagai pelayan karena itu tidak sesuai dengan tugas kami,” kata Ririn.
“Selama wawancara kerja, deskripsi pekerjaan kami adalah guru dan pengasuh. Dia bukan pembantu atau anggota rumah tangga, dia adalah orang pribadi. “Tetapi kita dikelilingi oleh ART secara langsung dan ART di sekolah,” tambahnya. Terancam 5 tahun penjara
Setelah ditangkap, Meita ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, ia dijerat pasal 80 ayat (1) juncto pasal 80 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan Ancaman Hukuman Lima Tahun. tahun enam bulan.
Polisi masih mendalami kemungkinan masih ada korban penganiayaan lain yang dilakukan tersangka.
“Untuk saat ini hanya satu (tip), tapi nanti mungkin kalau ada lagi dari penelusuran Bareskrim, dari video-video yang ada, kita akan lihat apakah ada korban lain yang mau melapor.” Nanti kalau ada, kita bawa ke polisi,” kata Arya.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Abdi Ryanda Sakti) (Kompas.com)