TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hari ini, ratusan mahasiswa ikut berunjuk rasa di depan Gedung DPR menolak amandemen Undang-Undang Pemilu (UU Pilkada).
Berdasarkan temuan Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ratusan siswa telah berkoordinasi dengan aplikasi chatting WhatsApp dan aplikasi lainnya.
Komisioner KPAI Diyah Puspitarini dalam keterangan yang diterima Tribun, Kamis malam (22/8/2024), mengatakan, “Sesuai informasi dari para mahasiswa, mereka sudah berkoordinasi dengan grup WA dan aplikasi lainnya.”
Berdasarkan pemberitaan Diyah, di antara ratusan mahasiswa yang ikut demonstrasi tersebut, ada beberapa orang yang juga mengalami luka-luka. Mereka pertama kali tiba pada pukul 18.00 WIB dari GBK, Benhil dan Tol.
“KPAI mencermati keikutsertaan anak dan upaya perlindungan anak dalam kegiatan tersebut. KPAI mendapati ratusan pelajar dari GBK, Tol dan Benhil pada sore dan pukul 18.00 yang mengikuti kegiatan tersebut.” Kata sang ibu.
Saat penyisiran massa aksi, KPAI menemukan beberapa mahasiswa sempat tabrak lari dan selamat di dalam Gedung DPR.
“KPAI masih merawat siswa yang mengalami luka di rumah sakit terdekat,” kata Diyah.
Dyah menegaskan, pasal 60 UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak sekolah yang ikut demonstrasi kemudian menjadi korban, termasuk anak yang berada dalam situasi darurat, termasuk dalam kategori korban kerusuhan, sehingga mempunyai hak khusus untuk melindungi anak dalam hal ini, ini adalah proses yang cepat. Hal ini mencakup proses hukum dan mendapatkan bantuan mental, mendapatkan bantuan sosial dan mendapatkan perlindungan hukum.
Oleh karena itu, KPAI mengimbau anak-anak yang terluka mendapat dukungan dalam pemeriksaan dan perlindungan agar tidak dianiaya oleh pihak berwenang.
“Sejumlah anak-anak saat ini ditahan oleh Polda guna memanfaatkan hak Pasal 59A. Untuk mendidik, memahami dan melindungi anak-anak dengan tetap mengutamakan peran serta anak-anak. kekhawatiran. ” kata Diya.