Terungkap, Ini Kalimat Provokasi Para Tersangka ke Taruna STIP sebelum Dianiaya hingga Tewas

TRIBUNNEWS.

Ketiga tersangka ini berinisial KAK, K, WJP, nama W dan FA, serta A.

Sebelumnya, polisi menetapkan Tegar Rafi Sanjaya (21) sebagai tersangka utama. 

Peran tiga tersangka baru, yakni Tegar sebagai korban penghasutan dan pemukulan kaki.

Putu ternyata ditabrak Tegar di bawah terik matahari pada Jumat (3/5/2024) di toilet koridor KALK C lantai 2 STAL Jakarta.

Korban didakwa pada Jumat pagi karena diduga melakukan kesalahan dengan mengenakan pakaian olahraga ke kelas.

Kapolres Metro Jakarta Utara Gideon Arif Setiawan di Polres Jakarta Utara, Rabu (5/9/2024) malam, mengatakan, “Para senior diketahui masuk ke dalam kelas dengan menggunakan pakaian yang salah atau olah raga. 

Mengira 

Awalnya, FA yang diketahui berinisial A, Level 2, memanggil korban dan empat rekannya dari lantai 3 ke lantai 2.

“Hei, ini Kelas Satu dalam PDO (Seragam Latihan)!” dikatakan. 

Selain itu, FA juga berperan sebagai pengamat jika terjadi penganiayaan di pintu toilet. 

Hal itu dikuatkan dari rekaman CCTV dan keterangan saksi. 

“Jadi kami turun dari lantai 3 ke lantai 2. “Ketika kekerasan ekstrem terjadi di luar pintu toilet, FA juga bertindak sebagai pengawas, sebagaimana dibuktikan oleh CCTV dan keterangan saksi mata.”

Diragukan BAGAIMANA 

Sementara itu, peran KAC di sini adalah menunjuk Putu sebagai korban hukuman cambuk yang pertama.

Sebenarnya pertarungan ini juga direncanakan untuk teman-teman Putu lainnya.

Namun Putu adalah orang pertama yang dipukuli hingga tewas setelah tak sadarkan diri terkena energi matahari.

“Peran KAK adalah mengidentifikasi korban sebelum tersangka TRS melakukan kekerasan berlebihan,” kata Gideon.

KAK disini bilang “Hanya adikku, seorang pemandu sorak yang handal”. 

“Ini adalah kalimat-kalimat yang hidup hanya dalam konteksnya dan memiliki makna tersendiri di antara kalimat-kalimat tersebut,” kata Gideon. 

Tersangka WJP

Selanjutnya, di sinilah WJP yang meragukan beroperasi.

WJP menendang tersangka utama.

WJP meminta Puttu tidak malu-malu dan memukul keras. 

Seperti yang diungkapkan Kapolres Metro Jakarta Utara WJP: “Jangan malu dengan CBDM, saya perlu mengerti.” 

“Itu bahasa mereka, jadi kita gunakan atau pelajari para ahli bahasa karena ada bahasa yang mereka gunakan lalu ada artinya,” kata Gideon.

Dalam prosesnya, Tegar menjadi tersangka utama karena meninju dan membekap mulut korban dengan tangan hingga korban meninggal.

Tegar didakwa melakukan pembunuhan berdasarkan Pasal 338 KUHP.

Pada saat yang sama, tiga orang lainnya didakwa terlibat dalam pelanggaran berdasarkan Pasal 55 KUHP.

Pesan terakhir Foot 

Kabar meninggalnya Putu mengejutkan keluarganya di Bali.

Ibu korban, Nei Nenga Rusmi, melihat foto masa kecil putranya yang terpampang di dinding sambil menangis.

“Ini foto Rio (nama pena Puttu Satria) saat berumur 4 tahun. Lengannya patah saat itu. Dia anak yang sangat antusias,” ujarnya, Rabu (5/8/2024), sambil memandangi foto putranya di kamarnya. 

Rumah Putu Satriya saat itu terlihat rapi.

Sebagian pakaiannya dibawa ibunya ke pemakaman yang dijadwalkan pada Jumat, 10 Mei 2024.

Ibu tiga anak ini ingin menjadi sangat kuat ketika melihat barang-barang putranya.

Saat ini, ada sesuatu yang semakin menghancurkan perasaan Rusmini.

Yaitu ketika ia menemukan catatan yang tertulis di buku catatan Putu Satria.

Rekor tersebut mungkin dibuat baru-baru ini di Rio.

Dalam catatan itu, Rio mengungkap kepribadiannya. Ibu Putu Satria, Nyinga Rusmini, memeluk foto putranya saat diterima di pemakaman di Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klongkung, Rabu, 8 Mei 2024. (Tribun Bali/Eka Mita Suputra)

“Saya orang yang mudah memahami dan beradaptasi. Kelemahan saya adalah pelupa. Saya dilahirkan untuk mengangkat derajat keluarga. Tugas saya dalam keluarga adalah menjadi teladan bagi adik-adik saya. Tugas saya adalah itu itu baik untuk lingkunganku.”

Ini adalah catatan tulisan tangan Putu Satriya.

Membaca catatan itu, Nenga Rusmi tak kuasa menahan tangisnya.

Dia sangat tersentuh oleh kisah motivasi putranya untuk membesarkan keluarga dan memberikan teladan bagi adik-adiknya.

“Saya membaca catatan itu. Aku membawa buku itu ke kamar Rio. Sudah kubilang, Nak, menurutku itu akan memotivasi,” katanya sambil menangis.

Artikel ini sebagian telah tayang di TribunBali.com dengan komentar Haru Putu Satriya dengan judul “Tugasku Menjadi Teladan bagi Adik-Adikku”.

(Tribunnews.com/Milani Resti) (TribunBali.com/Eko Mite Suputra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *