Ternyata Laporan Kasus Penganiayaan oleh Anak Bos Toko Roti Mandek 2 Bulan, Apa Dalih Polisi?

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus penganiayaan yang melibatkan putra seorang pemilik toko roti bernama GSH di Jakarta Timur diketahui telah ditutup selama dua bulan.

Korban penganiayaan GSH, Dwi Ayu Darmawati (19), melaporkan kasus tersebut ke SPKT Polres Metro Jakarta Timur pada 17 Oktober 2024.

Namun sejauh ini pelakunya belum ditetapkan sebagai tersangka. Apa alasan polisi?

Bahkan, sejak laporannya, Dwi memeriksa luka di kepala, luka di tangan, kaki, paha, dan pinggul serta menunjukkan bukti ada darah di bajunya.

Serta memposting video pelaku melemparkan mesin ATM EDC dan kursi ke arah Dwi yang direkam rekan kerja korban di toko tersebut.

“Saya belum mendapat informasi apa pun (identitas tersangka). Terakhir saya ke kantor polisi, hanya ada BAP (berita acara pemeriksaan),” kata Dwi di Jakarta Timur, Jumat (13/12/2024).

Dwi juga belum mendapat informasi mengenai proses penyidikan atas laporan yang diterima SPKT Polres Metro Jakarta Timur atas dugaan Pasal 351 Penganiayaan.

Dwi menceritakan, sebelum kejadian 17 Oktober 2024 yang menyebabkan dirinya kehilangan pekerjaan, ia juga pernah dianiaya oleh GSH selama bekerja.

Saat itu GSH melemparkan wadah penyekat dan meja ke tubuh Dwi Soa, namun meja yang dilempar penjahat itu hilang karena ada pegawai di toko kue tersebut.

Pasalnya, Dwi diduga melakukan kesalahan saat mengantarkan makanan ke kamar pribadi GSH, hingga menghina Dwi dengan kata malang.

“Saya dilempar ke tempat terpencil yang didalamnya ada beton, dan mengenai kaki saya. Dia juga ingin melempar saya ke meja, tapi untung teman saya menghentikannya,” ujarnya.

Kini Dwi yang sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya hanya berharap Polres Metro Jakarta Timur mengusut kasus tersebut, dan pelaku dihukum atas perbuatannya.

Media mencoba mengonfirmasi laporan Dwi kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Timur, AKBP Armunanto Hutahean.

Namun hingga saat ini Armunanto belum menanggapi laporan kejadian penganiayaan Dwi ke Polres Metro Jakarta Timur sejak 17 Oktober 2024. Up Inquiry

Kabid Humas Polres Metro Jakarta Timur AKP Lina Yuliana mengatakan, kasus dugaan penganiayaan terhadap anak kapolsek yang masuk ke tahap penyidikan ini merupakan GSH pertama di kalangan pekerja perempuan.

Penyidik ​​menemukan dugaan tindak pidana yang dilakukan GSH.

“Masalahnya sudah sampai pada tahap penyidikan,” ujarnya saat diwawancara, Minggu (15/12/2024).

Pemeriksaan dilakukan pada hari Sabtu, lanjut Lina.

Lina mengatakan, penyidik ​​memerlukan waktu untuk melakukan proses penyidikan hingga penyidikan selesai.

“Dalam penyidikan dan penyidikan, penyidik ​​atau penyidik ​​memerlukan waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk menjelaskan perkara pidana tersebut,” ujarnya.

Di sisi lain, anak kepala tukang roti yang menganiaya pekerja tersebut mengatakan dia kebal hukum.

Ia bahkan tega menghina korban karena miskin.

Lina meyakinkan, pihak tersebut tidak kebal hukum.

“Dalam hal ini (tersangka) pelakunya tidak kebal hukum,” ujarnya.

Buktinya dijelaskan sebagai pelaku kejahatan, kata Lina. IPW menonjol

Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti langkah Polres Metro Jakarta Timur dalam menangani kasus anak pemilik toko kue di Cakung yang menganiaya dan menghina karyawannya yang miskin.

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, Polres Metro Jakarta Timur harus segera mengusut agar korban mendapatkan keadilan atas laporannya.

Pasalnya, sejak korban Dwi Ayu Darmawati melaporkan anak pemilik toko bermarga G pada 17 Oktober 2024, Polres Metro Jakarta Timur belum ditetapkan sebagai tersangka.

Polres Metro Jakarta Timur harus segera menangani kasus tersebut, karena keterlambatan penanganan kasus tersebut tidak adil bagi korban, kata Sugeng saat dikonfirmasi, Sabtu (14/12/2024).

IPW menilai kasus penganiayaan yang dilaporkan Dwi bukanlah kejahatan yang kompleks dan mendesak agar tersangka segera ditetapkan.

Saat diberitakan, korban menyerahkan barang bukti berupa baju berlumuran darah dan rekaman video kejadian, serta perawatan Visum et Repertum di RS Polri Kramat Jati.

Jika perlakuan terus berlanjut maka kepercayaan masyarakat akan hilang, apalagi saat ini masyarakat beranggapan bahwa laporan kasus tersebut tidak akan diusut kecuali jika menyebar atau disebut “viral tanpa keadilan”.

“Tidak sulit, segera identifikasi tersangka dan proses hukum. Jangan sampai masyarakat mengetahui kasus yang dideritanya karena tidak mendapat pelayanan profesional,” ujarnya.

Sugeng mengatakan, dalam menangani perkara pidana diperlukan kemampuan aparat kepolisian (APH) untuk bertindak profesional tanpa diskriminasi.

Oleh karena itu, IPW meminta Polres Metro Jakarta Timur yang menangani kasus penganiayaan Dwi memberikan keadilan terhadap korban atas kejadian tersebut.

“Yang terbaik adalah tidak memihak (menangani perkara), bahkan Pak (Presiden RI) Prabowo (Subianto) bilang polisi harus ikut rakyat, perintahnya jelas,” ujarnya. (Tribunnews.com/TribunJakarta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *