TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Suharto menegaskan hakim peninjau ulang atau PK Mardani H Maming tidak bisa melakukan intervensi.
Suharto menegaskan, hakim bersifat independen dan independen dalam mengadili dan memutus perkara.
Ia mengatakan pada Selasa (27/08/2024): “Hakim bersifat independen dan independen.”
Sementara itu, proses PK Mardani H. Mamingo terdaftar dengan surat bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004 dan diajukan ke Mahkamah Agung (MA) pada 6 Juni 2024.
Peninjauan kembali atau PK mantan Raja Muda Tanah Bumbo ini diajukan oleh kuasa hukumnya, Abdul Qadir, SH, MA, dilihat dari ikhtisar persidangan di website Mahkamah Agung.
Dalam ringkasan persidangan kasus ini juga disebutkan bahwa majelis hakim dipimpin oleh Ketua Sidang Perkara (PC) Mardani H. Maming membawahi delegasi yang diketuai oleh DR. H. Sunarto, SH. MH Anggota DPR 1 jam. Ansuri, SH, MH dan anggota majelis 2 Dr. Prim Hariyadi, S., M.H. Sementara itu, Panitera Muda Proses Peninjauan Kembali terhadap laki-laki H Maming (PC) Dodik Setyo Wijayanto, S.H.
Berdasarkan petikan proses penyidikan kasus tersebut, Ketua Majelis Dr. H. Sunarto, SH. MH Anggota DPR 1 jam. Ansuri, SH, MH dan anggota majelis 2 Dr. Prim Hariyadi, S., M.H. Sementara itu, Wakil Panitera Dodik Setyo Wijayanto, S.H. Jaksa KPK menolak dalil pemohon
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Grafika Leusert sebelumnya meminta Pengadilan Tinggi (MA) menolak PK yang diajukan Mardani H Maming.
Dalam program PK, salah satu dalil yang digunakan anak buah H Maming adalah kesalahan majelis sidang. Terkait putusan kasus korupsi IUP Tanah Bumbu yang merugikan pemerintah Rp 104,3 miliar periode 2014-2020.
“Kami menyimpulkan tidak ada alasan tunggal untuk mengatakan bahwa keputusan hakim salah. Menurut Banjarmasin Post, Graphic baru-baru ini mengatakan: “Dan keputusan dewan di tingkat pertama adalah banding dan sidang.
Senada, menurut Greafik, kontradiksi PKPU yang diajukan sebagai argumen kedua terlalu lemah. Sebab, Dewan tidak terikat dengan kasus-kasus sebelumnya.
Grafik tersebut juga menyatakan bahwa keterangan ahli yang diajukan pemohon tidak cukup membuktikan kesalahan nyata dalam putusan kasus korupsi laki-laki H Maming. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar putusan PKA yang diajukan Mardani H Maming benar-benar memperkuat putusan sebelumnya yakni 12 tahun penjara serta ganti rugi kepada pemerintah sebesar 110 miliar riyal.
Graphic mengatakan: Kami mohon kepada Mahkamah Agung RI yang meninjau dan memutus perkara PK, untuk menguatkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah dilaksanakan, serta menolak permohonan PK yang diajukan pemohon.
Hal ini menurut Orin Gosta Andini, Kepala Pusat Kajian Antikorupsi (SACSI) Fakultas Hukum Universitas Malavarman (FH Unmul).
Orin mengatakan: “Masalahnya undang-undang membolehkan pemidanaan PK karena suatu kesalahan. Yang penting putusan PK tidak memuat putusan yang meniadakan putusan sebelumnya.”
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam permohonan PK ini adalah laki-laki H Maming masih memiliki kekuatan finansial yang cukup.
Dikatakannya, “Orang koruptor yang mengajukan PK secara tidak langsung menunjukkan bahwa kemampuan finansialnya masih mencukupi. Sehingga berani mengajukan PK. Dapat disimpulkan bahwa dia masih punya banyak uang, dia masih kaya.”
Perlu diingat, Mardani sendiri pertama kali divonis 10 tahun penjara pada 10 Februari 2023 oleh Pengadilan Tipikor Banjarmasin terkait kasus suap terkait pengalihan izin OP operasi pertambangan. IUP) saat masih Bupati Tanahbumbu.
Selain itu, hakim yang diketuai Pahlawan Kuntjuru juga mengenakan denda sebesar Rp 500 juta yang setara dengan 4 bulan penjara jika tidak membayar.
Tak hanya itu, anak buah terdakwa H Maming juga harus membayar uang pengganti sebesar 110.601.731.752 rupiah (110,6 miliar rupiah).
Apabila tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah keputusan akhir pengadilan, maka harta benda tersebut akan dilelang untuk membayar uang ganti rugi. Kemudian, jika terdakwa tidak mempunyai cukup dana untuk membayar uang pengganti, maka akan dipidana dua tahun penjara.
Tak terima dengan putusan tersebut, Mardani mengajukan banding dan JPU KPK pun tak mau kalah, PT Banjarmasin juga sudah mengajukan banding.
Oleh PT Banjarmasin, hukuman Mardani justru ditingkatkan menjadi 12 tahun penjara dan denda 500 juta rupiah oleh PT Banjarmasin berdasarkan Putusan Nomor 3/PID.SUS-TPK/2023/PT BJM.
Mardani mengajukan banding melalui penasihat hukumnya dan Mahkamah Agung menolaknya dengan keputusannya.
Masih tidak puas dengan keputusan tersebut, Mardani dan kuasa hukumnya rupanya mengajukan perkara PK.
Permohonan PK diajukan karena pemohon menilai terdapat kesalahan dan inkonsistensi dalam putusan majelis pengadilan.