Laporan jurnalis Tribunnevs.com Ashri Fadilja
TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said, atas dugaan korupsi pembelian lebih dari 7 ton emas PT Antam.
Surat dakwaan itu dibacakan jaksa pada sidang pertama Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Budi Saeed melakukan pembelian emas dalam jumlah besar di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam pada Maret 2018 hingga Juni 2022.
Menurut jaksa, pembelian emas tersebut dilakukan Budi Said dengan bekerja sama dengan Eksi Anggraeni selaku broker dan beberapa pegawai PT Antam, yakni Kepala BELM Surabaya 01 Antam bernama Endang Kumoro, pejabat senior produksi dan jasa niaga umum. . bernama Ahmad Purvanto dan staf administrasi BELM Surabaya 01 Antam bernama Misdianto.
Dari persekongkolan tersebut, kemudian dilakukan pembelian dengan harga resmi dan tidak sesuai prosedur Antam.
Terdakwa Budi Saeed bersama Eksi Anggraeni, Endang Kumor, Ahmad Purwant dan Misdiyant melakukan transaksi jual beli emas Antam di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 dengan harga resmi emas Antam yang tidak sesuai dengan tata cara harga emas. .dan tata cara penjualan emas PT Antama Tbk,” kata jaksa membacakan dakwaan Budi Said.
Total pembelian emas yang dilakukan Budi Said sebanyak dua kali.
Beli dulu emas 100 kilo BELM Surabaya 01.
Namun saat itu BELM Surabaya belum memiliki saham tersebut.
Makanya, mintalah inventaris pada Unit Usaha Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Antam.
Harga yang dibayarkan kepada Budi Said untuk 100 kilogram emas adalah Rp 25.251.979.000 (lebih dari dua puluh lima miliar).
Padahal, harga tersebut seharusnya mengacu pada 41.865 kilogram emas.
Oleh karena itu, terdakwa Budi Said menerima kelebihan emas Antam sebanyak 58.135 kilogram yang tidak dibayar oleh terdakwa,” kata jaksa.
Kemudian pembelian lainnya, Budi Said membeli emas sebanyak 7.071 ton dari BELM Surabaya 01 Antam.
Kemudian dia membayar Rp3.593.672.055.000 (lebih dari tiga triliun) untuk 7.071 kilogram atau lebih dari 7 ton emas Antam.
Namun berat badannya hanya bertambah 5.935 kilogram.
Karena kekurangan emas yang diterimanya yakni 1.136 kilogram atau 1,13 ton, Budi Said protes saat itu.
Terdakwa Budi Said secara sepihak menyatakan adanya kekurangan emas yang dipasok PT Antam mengingat total pembayaran emas yang dilakukan terdakwa Budi Said sebesar Rp3.593.672.055.000 untuk 7.071 kilogram, namun yang diterima terdakwa Budi Said hanya berbobot 5. , sehingga terdakwa Budi Said kehilangan 1.136 kilogram emas,” kata jaksa.
Ternyata, dengan pembelian emas Antam lebih dari 7 ton, ada perbedaan persepsi harga antara Budi Said dan Antam.
Budi Said kemudian mengaku sepakat dengan BELM Surabaya dengan harga Rp505.000.000 (lebih dari lima ratus juta) untuk satu kilogram emas.
Harga tersebut ternyata lebih rendah dari standar yang ditetapkan Antam.
Ya, menurut data resmi PT Antam Tbk, pada harga emas harian PT Antam selama tahun 2018, tidak ada harga emas Rp505.000.000 per kilogram yang diterima terdakwa sebagai harga transaksi yang disepakati, kata jaksa.
Berdasarkan perhitungan harga standar Antam, uang Rp 3,5 triliun yang dibayarkan Budi Said seharusnya digunakan untuk lebih dari 5,9 ton emas.
Dengan demikian, tidak ada kekurangan emas yang diserahkan PT Antama kepada terdakwa Buda Said sebanyak 1.136 kilogram, katanya.
Akibat perbuatannya, negara merugi hingga Rp 1,1 triliun melalui PT Antam.
Sejak pembelian pertama, perbuatan Budi Said bersama broker dan BELM Surabaya telah menimbulkan kerugian negara hingga 92.257.257.820 rupiah (lebih dari sembilan puluh dua miliar).
Kerugian keuangan negara sebesar kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kilogram atau 92.257.257.820 rupiah atau setidak-tidaknya sebesar itu, kata jaksa.
Kemudian dari pembelian kedua, negara dikabarkan merugi hingga Rp1.073.786.839.584 (satu triliun lebih).
Kerugian keuangan negara sebesar 1.136 kilogram emas atau setara Rp1.073.786.839.584,- kata jaksa.
Nah, dalam kasus ini, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) tambahan pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, ia juga diduga menyembunyikan hasil kejahatan sehingga disangkakan dengan Pasal 3 subsider Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. . (TPPU). .