Laporan jurnalis Tribunnews.com Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan tidak ada keluhan terkait terganggunya pasokan bahan industri dengan menyikapi penumpukan peti kemas di pelabuhan dalam beberapa hari terakhir, seperti yang terjadi di beberapa pelabuhan besar. pelabuhan. seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Pelabuhan Belawan.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni mengatakan Kementerian Perindustrian mendukung arahan Presiden untuk menyelesaikan masalah penumpukan peti kemas di pelabuhan.
Selain itu, Kemenperin juga mendukung Peraturan Menteri Perdagangan No. 8 tahun 2024 sepanjang melindungi industri dalam negeri.
Dan menyikapi pernyataan Kementerian Keuangan mengenai tunggakan yang berdampak pada rantai pasok industri pengolahan dalam negeri, harus kami sampaikan bahwa sejak kebijakan Pertek Menteri Perindustrian diterapkan, tidak ada keluhan dari pengusaha mengenai hal tersebut. mengganggu pasokan bahan baku industri,” kata Febri dalam keterangannya, Jumat (24/5/2024).
Oleh karena itu, menurut Febri, perlu dibuktikan apakah kontainer yang ditumpuk tersebut banyak yang merupakan bahan baku atau bahan penolong industri.
Febri pun menanggapi imbauan Kementerian Perdagangan yang menyebut penyebab penumpukan peti kemas adalah kendala pengakuan teknis sebagai syarat mendapatkan izin impor.
“Kami sepakat Kementerian Perindustrian tidak terlibat langsung dalam perakitan peti kemas ke beberapa pelabuhan. Sesuai tugas dan tugas Kementerian Perindustrian sebagai pengawas industri dalam negeri, kami mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa persyaratan bahan baku industri terpenuhi,” kata Febri.
Dia menjelaskan, Kementerian Perindustrian menerima 3.338 permohonan pada Jumat, 17 Mei 2024 untuk penerbitan pertimbangan teknis (Pertek) sebanyak 10 item.
Dari seluruh permohonan tersebut, Pertek telah menerbitkan 1.755 permohonan, 11 permohonan ditolak, dan 1.098 permohonan (69,85 persen) dikembalikan kepada pemohon untuk dipenuhi.
Berdasarkan rapat koordinasi yang dilaksanakan pada Kamis, 16 Mei 2024, ditemukan data yang menunjukkan adanya perbedaan jumlah Pertek dan Izin Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan, kata Febri.
Misalnya, dari total 1.086 Perteks yang diterbitkan untuk barang besi atau baja, baja paduan dan turunannya, sebanyak 821 PI diterbitkan. Besarnya celah ini kira-kira 24.000 kontainer.
Dalam rapat yang sama, Ditjen Bea dan Cukai juga memberikan informasi apakah peti kemas tersebut milik perusahaan yang memiliki nomor identifikasi importir umum atau nomor identifikasi importir pabrikan.
Kemenperin, kata Febri, bertanggung jawab terhadap keberlangsungan industri dalam negeri sehingga harus dijaga dan dilindungi agar pasar dapat menyerap barang-barang yang dihasilkannya, khususnya di pasar dalam negeri.
“Jadi kami tertarik untuk memberlakukan pembatasan terhadap barang impor yang sejenis dengan barang serupa yang diproduksi di dalam negeri,” kata Febri.
Sesuai ketentuan undang-undang, lanjutnya, setiap barang yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memiliki dokumen izin impor, terutama yang termasuk dalam kategori larangan dan/atau pembatasan (lartas).
Salah satu cara untuk mendapatkan izin impor adalah dengan mendapatkan spesifikasi teknis dari Kementerian Perindustrian.
Oleh karena itu, barang impor yang termasuk kategori tinggi yang dimaksud, tidak boleh masuk daerah pabean sebelum dokumen izin impor sudah tersedia, seperti backlog yang ada saat ini, tambah Febri.
Kemudian, proses publikasi pertimbangan teknis di Kementerian Perindustrian dilakukan secara elektronik melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) yang prosesnya diatur dengan peraturan Menteri Perindustrian.
Peraturan Menteri Perdagangan No. Sesuai Peraturan 36 Tahun 2023, Kementerian Perindustrian telah menetapkan seluruh aturan mengenai tata cara penerbitan pertimbangan teknis terhadap barang yang termasuk golongan lalu lintas, menurut Febri.
“Proses penerbitan pertimbangan teknis akan ditentukan paling lambat lima hari kerja setelah permohonan dan dokumen yang diperlukan diterima secara lengkap dan benar,” jelas Febri.
Untuk menunaikan tugas dan tanggung jawab melindungi industri dalam negeri, Febri menegaskan Kementerian Perindustrian harus menjaga keseimbangan antara produksi dalam negeri dan pasar.
“Kita tidak alergi terhadap barang impor selama barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri, meski produksi dalam negeri tidak mencukupi. Oleh karena itu kebijakan Lartas bertujuan agar tidak berdampak pada industri dalam negeri,” kata Febri.
Febri mengatakan, Kemenperin akan terus mendorong kemudahan yang diperlukan untuk menjamin keberlangsungan industri dalam negeri, salah satunya kemudahan memperoleh bahan baku.
Terkait komoditas ini, kata Febri, Kemenperin akan selalu memastikan industri dalam negeri tidak mengalami kendala dalam penyediaan bahan baku, baik dari dalam negeri maupun impor.
“Dari segi produk jadi atau final yang dijual langsung ke pasar dalam negeri, Kemenperin berharap tetap membatasi dan beradaptasi dengan konsep Neraca Perdagangan yang intinya menyeimbangkan antara produksi dalam negeri dan produk impor,” jelas Febri.
Kementerian Perindustrian mengaku memahami kendala teknis yang ditimbulkan dari perubahan kebijakan akibat perubahan Peraturan Menteri Perdagangan tersebut.
Sesuai ketentuan pembuatan peraturan perundang-undangan, semua pembuatan peraturan harus melalui proses yang melibatkan Kementerian/Lembaga terkait.
“Tanggung jawab dampak perubahan aturan tersebut tidak hanya ada pada kementerian/lembaga,” lanjutnya.
Febri memastikan Kemenperin menjalankan seluruh peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang digariskan Presiden dan terus memastikan tidak ada membanjirnya produk impor.
Khususnya produk hilir atau produk jadi untuk melindungi industri dan investasi dalam negeri, dengan memperhatikan agar tidak semakin banyak barang yang menumpuk di pelabuhan.